Mereka Berjuang Terus
Lihat, kawan,
mereka digiring ke rumah tahanan
mereka diancam sangkur terhunus
mereka dituduh pengacau ekonomi;
padahal kau tau, kawan,
mereka adalah buruh upahan
yang menjalankan mesin-mesin
yang menghasilkan produksi
yang menciptakan kekayaan
yang tenaganya langsung membangun negeri.
Dengar, kawan,
kaum buruh minta perbaikan upah
bukan pangkat bukan bintang
kaum buruh minta sandang pangan murah
bukan rumah gedung bukan sedan;
padahal kau tau, kawan,
pangkat dan bintang diperebutkan
orang berlomba menimbun kekayaan;
dimana-mana gedung berdiri
mobil-mobil memenuhi jalanan.
Sekarang kau saksikan, kawan,
melawan kemelaratan adalah dosa
melawan lapar jadi pengacau
menuntut perbaikan adalah dosa
menuntut hak jadi pengacau;
kau akan bertanya pada diri sendiri
tuan-tuan bapak
tuan jenderal
kami ini manusiakah atau hewan
pekerjakah atau kuda beban?
tapi hewan juga tak mau lapar
kuda beban juga mau makan
Lihat, kawan,
mereka digiring ke rumah tahanan
mereka diancam sangkur terhunus
tapi mereka berjuang terus;
yakinlah, kawan,
berjuang terus.
Medan, Agustus 1961
Sumber: Dari Bumi Merah (1963)
Analisis Puisi:
Puisi "Mereka Berjuang Terus" karya HR. Bandaharo menyoroti perjuangan kaum buruh dalam menghadapi ketidakadilan sosial dan ekonomi. Dengan nada yang tegas dan penuh emosi, puisi ini mengungkapkan ketidakpuasan terhadap sistem yang menindas serta penghargaan terhadap tekad dan keberanian para pekerja yang terus berjuang meskipun menghadapi berbagai ancaman.
Penggambaran Kesulitan dan Penindasan
Puisi ini dimulai dengan deskripsi langsung tentang penderitaan yang dialami oleh kaum buruh.
- "Lihat, kawan, / mereka digiring ke rumah tahanan / mereka diancam sangkur terhunus": Baris-baris ini menggambarkan kekerasan dan ancaman yang diterima oleh buruh. Mereka diperlakukan tidak adil hanya karena tuntutan mereka akan hak-hak dasar.
Perjuangan untuk Hak Dasar
Penyair menunjukkan ketimpangan antara tuntutan buruh dan apa yang diterima oleh mereka yang berada di posisi kekuasaan.
- "kaum buruh minta perbaikan upah / bukan pangkat bukan bintang": Menekankan bahwa buruh hanya meminta apa yang menjadi hak dasar mereka, yaitu perbaikan upah, bukan penghargaan atau status sosial yang tidak relevan dengan kebutuhan mereka.
Kritik terhadap Ketidakadilan Sosial
Penyair mengecam sistem yang menjadikan perlawanan terhadap kemiskinan sebagai kesalahan.
- "Sekarang kau saksikan, kawan, / melawan kemelaratan adalah dosa": Ini menekankan absurditas dari sistem yang menganggap perlawanan terhadap kesulitan ekonomi sebagai sesuatu yang salah.
Keteguhan dalam Perjuangan
Meski menghadapi berbagai tantangan, kaum buruh tetap berjuang untuk hak-hak mereka.
- "tapi mereka berjuang terus; / yakinlah, kawan, / berjuang terus.": Menunjukkan keteguhan dan keberanian buruh dalam melawan penindasan, memberikan pesan bahwa perjuangan mereka akan terus berlanjut meskipun mengalami kesulitan.
Simbolisme dan Makna
- Rumah Tahanan dan Sangkur: Simbol dari penindasan dan kekerasan yang digunakan untuk menahan dan menakuti buruh. Ini menunjukkan bagaimana kekuasaan berusaha mengendalikan dan menekan setiap bentuk perlawanan.
- Buruh Upahan dan Mesin-Mesin: Simbol dari tenaga kerja yang menjadi tulang punggung produksi ekonomi. Menunjukkan betapa pentingnya kontribusi mereka dalam menghasilkan kekayaan, yang sering kali tidak diimbangi dengan penghargaan yang layak.
- Pangkat, Bintang, Gedung, dan Sedan: Simbol dari status sosial dan kekayaan yang diperebutkan oleh orang-orang berkuasa, yang kontras dengan tuntutan buruh untuk kebutuhan dasar mereka seperti sandang dan pangan.
- Hewan dan Kuda Beban: Menggambarkan bagaimana buruh diperlakukan seperti objek atau alat tanpa mempertimbangkan kebutuhan dasar mereka. Ini menyoroti ketidakmanusiawian sistem yang ada.
Interpretasi
Puisi ini merupakan sebuah kritik sosial yang tajam terhadap sistem yang menindas buruh dan menempatkan mereka pada posisi yang tidak adil. Penyair dengan tegas menunjukkan bahwa tuntutan buruh untuk hak-hak dasar mereka bukanlah sesuatu yang salah, melainkan suatu keharusan. Keberanian mereka untuk terus berjuang meskipun dihadapkan pada ancaman dan penindasan adalah inti dari puisi ini.
Puisi "Mereka Berjuang Terus" adalah karya yang menggambarkan ketidakadilan sosial dan ekonomi dengan cara yang kuat dan emosional. HR. Bandaharo menggunakan bahasa yang langsung dan penuh semangat untuk menekankan perjuangan buruh dalam menghadapi sistem yang menindas. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya keberanian dan tekad dalam perjuangan melawan ketidakadilan, serta mengingatkan kita akan pentingnya mendukung hak-hak dasar dan keadilan sosial.
Karya: HR. Bandaharo
Biodata HR. Bandaharo:
- HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
- HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
- HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.