Puisi: Menungkan Nasib (Karya J. E. Tatengkeng)

Puisi "Menungkan Nasib" karya J. E. Tatengkeng menekankan pentingnya ketulusan dan kesediaan untuk terus berbakti, menunjukkan sikap yang penuh ...
Menungkan Nasib

Mengapa melati tak riang kembang,
Sedang pagi disepuh embun?
Mengapa gelatik melayang bimbang,
Sedang padi kumpul bertimbun?

Mengapa cemara nan kian tunduk
Sedang syamsu asyik melambai?

Mengapa anak bermurung duduk,
Adakah cita yang tak tercapai?

Ah, Ibu,

Apa melati 'kan riang kembang,
Kalau kuntum rindu penanam?

Apa hati 'kan riang senang,
Teringat untung di masa benam?

Tapi Ibu

Anakda tidak mendendam angan,
Tidak piara sakit di hati.
Selama kuat kaki dan tangan,
Kuabdi Ibu! ......... Kusedia hati.

Analisis Puisi:

Puisi "Menungkan Nasib" karya J. E. Tatengkeng mengungkapkan refleksi mendalam tentang nasib, harapan, dan hubungan antara manusia dengan alam dan orang tua. Dengan menggunakan elemen alam dan situasi kehidupan sehari-hari, puisi ini menggambarkan perasaan keraguan dan pencarian makna di tengah kehidupan yang penuh tantangan.

Struktur dan Makna Puisi

  • Kecemasan Alam dan Kehidupan: Puisi ini dimulai dengan pertanyaan retoris yang menyinggung elemen-elemen alam, seperti melati, gelatik, padi, dan cemara. Penulis menunjukkan ketidakselarasan antara kondisi alami yang seharusnya harmonis dengan ketidakbahagiaan atau keraguan yang dirasakan. Melati, gelatik, dan cemara yang tidak menunjukkan kebahagiaan meskipun lingkungan mereka mendukung, menggambarkan ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan.
  • Refleksi Pribadi: Penulis kemudian berpindah dari observasi alam kepada refleksi pribadi, menanyakan mengapa anak duduk bermurung ketika cita-cita tidak tercapai. Ini menunjukkan bahwa keraguan dan kesedihan tidak hanya dialami oleh alam tetapi juga oleh manusia. Penulis merasa tertekan oleh ketidakmampuan untuk mencapai tujuan yang diidamkan, mencerminkan kesulitan internal yang dialami ketika berhadapan dengan harapan yang belum terwujud.
  • Dialog dengan Ibu: Bagian berikutnya dari puisi melibatkan dialog dengan Ibu, di mana penulis mencari pemahaman tentang mengapa melati dan hati tidak bisa bahagia jika tidak ada penanam dan jika harapan tidak tercapai. Melati di sini simbolik untuk harapan dan cita-cita yang tidak dapat berkembang tanpa perawatan dan cinta. Penulis menyatakan bahwa meskipun mengalami kesulitan dan tidak dapat mencapai cita-cita, dia tidak mendendam atau menyimpan sakit hati. Dia menunjukkan kesediaan untuk tetap berbakti dan melayani Ibu dengan penuh ketulusan dan dedikasi.
  • Kesediaan dan Pengabdian: Puisi ditutup dengan pernyataan ketulusan penulis untuk tidak mendendam dan tetap setia, terlepas dari kegagalan atau kesulitan yang dihadapi. Dia menekankan pentingnya ketahanan dan komitmen, serta keinginan untuk terus berbakti kepada orang tua.

Tematik

  • Ketidakselarasan Alam dan Kehidupan: Puisi ini menggunakan simbolisme alam untuk mencerminkan ketidakbahagiaan dan ketidakselarasan dalam kehidupan manusia. Melati, gelatik, dan cemara menjadi representasi dari kegagalan atau keraguan pribadi.
  • Keraguan dan Pencarian Makna: Penulis merenungkan mengapa cita-cita dan harapan tidak selalu terwujud, mengekspresikan kegalauan dan ketidakpastian tentang nasib.
  • Hubungan dengan Ibu: Dialog dengan Ibu mencerminkan hubungan mendalam dan rasa tanggung jawab terhadap orang tua. Penulis mencari pemahaman dan berusaha untuk mengatasi ketidakpastian sambil tetap setia dan penuh dedikasi.
  • Ketulusan dan Kesediaan: Meskipun menghadapi tantangan, penulis menunjukkan ketulusan dan kesiapan untuk berbakti. Ini menunjukkan nilai-nilai pengabdian dan kesediaan untuk menerima nasib dengan hati yang terbuka.
Puisi "Menungkan Nasib" karya J. E. Tatengkeng adalah refleksi mendalam tentang ketidakselarasan antara harapan dan kenyataan, serta pencarian makna dalam hidup. Dengan menggunakan simbolisme alam dan dialog pribadi, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang keraguan, kesulitan, dan hubungan dengan orang tua. Meskipun menghadapi kegagalan dan ketidakpastian, penulis menekankan pentingnya ketulusan dan kesediaan untuk terus berbakti, menunjukkan sikap yang penuh dedikasi dan pengabdian terhadap kehidupan dan orang-orang terkasih.

Puisi J. E. Tatengkeng
Puisi: Menungkan Nasib
Karya: J. E. Tatengkeng

Biodata J. E. Tatengkeng:
  • J. E. Tatengkeng (Jan Engelbert Tatengkeng) adalah salah satu penyair Angkatan Pujangga Baru. Nama panggilan sehari-harinya adalah Om Jan.
  • J. E. Tatengkeng lahir di Kolongan, Sangihe, Sulawesi Utara, 19 Oktober 1907.
  • J. E. Tatengkeng meninggal dunia di Makassar, 6 Maret 1968 (pada umur 60 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.