Puisi: Menuju Sunyi (Karya D. Kemalawati)

Puisi Menuju Sunyi menyiratkan pentingnya menjaga hubungan, menciptakan kenangan, dan merawat warisan yang kita tinggalkan, meskipun kita tahu ...
Menuju Sunyi

Kita juga akan segera pergi
Hanya seorang diri
Menuju sunyi abadi

Hanya ruang tuju
Sesaat diantar pelayat
Lalu senyap

Kepada siapa pernah kita
Senandungkan syair cinta
Kepada siapa lagi kecamuk lahar kita muntahkan
Gemuruh genderang perang kita tabuhkan
Kepada siapa hitam kelam peradaban
Kita wariskan

Pada akhirnya
Kita akan pergi seorang diri
Tanpa senandung cinta, tetabuhan gendang
Kecamuk perang dan pesta kemenangan
Tanpa pilihan
Ke taman yang teduh
Atau ke liang kumuh.

Banda Aceh, 9 Februari - 4 April 2014

Analisis Puisi:

Puisi Menuju Sunyi karya D. Kemalawati mengeksplorasi tema kematian, kesunyian, dan refleksi atas kehidupan. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup dan apa yang akan terjadi setelahnya. Melalui lirik yang dalam, Kemalawati menggambarkan perjalanan manusia menuju akhir, serta kesan bahwa setiap individu, pada akhirnya, akan pergi seorang diri.

Tema Kematian dan Kesunyian

Pembuka puisi menyatakan, “Kita juga akan segera pergi / Hanya seorang diri / Menuju sunyi abadi.” Frasa ini menciptakan kesan mendalam tentang kematian sebagai suatu hal yang tak terhindarkan. Perjalanan menuju "sunyi abadi" menunjukkan bahwa kematian adalah akhir dari segala sesuatu, termasuk hubungan, perasaan, dan pengalaman hidup. Dalam hal ini, kesunyian menjadi gambaran dari akhir perjalanan tersebut, di mana individu tidak lagi terhubung dengan orang lain.

Refleksi atas Hidup

Kemalawati mengajak pembaca untuk merenungkan kontribusi yang telah kita berikan semasa hidup. Melalui pertanyaan retoris, “Kepada siapa pernah kita / Senandungkan syair cinta?”, penulis mengisyaratkan bahwa hubungan dan cinta yang kita bangun selama hidup sangat berharga. Namun, saat menuju kematian, semua itu seolah sirna. Ada kesedihan yang mendalam saat menyadari bahwa kecamuk dan perjuangan yang kita jalani tidak lagi memiliki makna ketika semua berakhir.

Warisan Peradaban

Di bait yang lebih lanjut, penulis mengajukan pertanyaan tentang apa yang akan diwariskan kepada generasi mendatang, dengan frasa, “Kepada siapa hitam kelam peradaban / Kita wariskan.” Ini menunjukkan keprihatinan terhadap dampak dari kehidupan dan tindakan manusia di dunia. Dalam pandangan Kemalawati, ada pengakuan bahwa peradaban dan warisan yang ditinggalkan mungkin tidak selalu positif. Ini menciptakan kesadaran akan tanggung jawab moral terhadap dunia yang ditinggalkan untuk generasi selanjutnya.

Keterputusan dan Ketidakpastian

Bagian akhir puisi menekankan ketidakpastian yang melekat dalam perjalanan menuju kematian. Penulis menyebutkan bahwa kita akan pergi tanpa pilihan, “Tanpa senandung cinta, tetabuhan gendang / Kecamuk perang dan pesta kemenangan.” Ini mengindikasikan bahwa meskipun kita berjuang, merayakan, dan menciptakan momen dalam hidup, semua itu akan berakhir tanpa jejak yang nyata. Ini adalah pengingat bahwa kesuksesan dan pencapaian di dunia ini pada akhirnya tidak akan membawa kita ke mana-mana ketika kita menghadapi kematian.

Puisi Menuju Sunyi memberikan gambaran yang mendalam tentang perjalanan hidup manusia dan ketidakpastian yang menyertainya. D. Kemalawati berhasil mengolah tema berat seperti kematian dan kesunyian dengan sentuhan keindahan bahasa yang menggugah emosi. Melalui puisi ini, pembaca diajak untuk merenungkan apa arti hidup dan bagaimana kita dapat memberikan makna dalam setiap langkah yang kita ambil. Pada akhirnya, puisi ini menyiratkan pentingnya menjaga hubungan, menciptakan kenangan, dan merawat warisan yang kita tinggalkan, meskipun kita tahu bahwa semua itu akan sirna pada akhirnya.

D. Kemalawati
Puisi: Menuju Sunyi
Karya: D. Kemalawati

Biodata D. Kemalawati:
  • Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.