Puisi: Melalui Pintu Terbuka (Karya Agam Wispi)

Puisi "Melalui Pintu Terbuka" karya Agam Wispi menawarkan gambaran mendalam tentang kehidupan perkotaan yang penuh dengan kompleksitas emosi dan ...
Melalui Pintu Terbuka

berjalan kita tak acuh dan tangan gemetar
kujangkau atap kusam di bawah bulan pudar
langit malam jadi lemas
kota tak lelap selarut ini
begitu sibuk entah apa saja kerjanya
dan aku telanjang dalam sorot mobil melintas

sepotong bumi menyata
kasar dan gemas
di sampingku letih kekasih teduhan duka
tapak yang haus dari cinta demi cinta

sini batu dan aspal
situ tembok-tembok kelabu oleh peredaran waktu
aku melihat asap dan debu karena cahaya dari jendela
sendirinya helai-helai daun gugur tak beri bekas apa-apa
tapi bagi yang gugur karena mencinca rakyatnya aku menuntut

dan kukatakan kepada kalian: ahoi, dengarkan ini!
kalian penguasa-penguasa tak-tahu-diri, tahulah akan kami
kalian yang sedang membusuk, mengertilah akan kebangkitan

                                                    kembali

abad-abad kami yang hilang tapi yang kini begitu remaja
betapa kasih membalik tanah mencairkan logam mendidihkan

                                                    air didapur

kalian penguasa-penguasa tak-tahu-diri, tahulan akan kami
yang membelokkan sungai-sungai, membuat pulau-pulau rang-

                                                    kaian permai

bilang tanggung jawapmu di sini mengapa ada keringat tak

                                                    dibayar

mengapa siang begitu panjang padahal matahari sudah lama

                                                    tenggelam

mengapa ibu meranggul anaknya beratap langit dan bintang-

                                                    bintang

(langit, bulan, bintang -- apa itu semua bagi mereka!?)
kecutkah kami karena tak mau lihat darah tumpah sia-sia
tak betah bumi ditanduskan akan orang-orang sederhana yang

                                                    lari ketakutan ?

o, jika sepetak kaca jendela sampai retak -- demi kemer-

                                                    dekaan

betapa sukar menahan darah mengetok-ngetok nadi sendiri
sebab kesabaran hanya tinggal miliknya para nabi
sebab setumpak tanah berdebu ini akan dirombak jadi taman

                                                    rindang wangi

sebab sepotong bumi menyata: letih kekasih di sampingku

                                                    juga duka dunia

ya, tak disalahkan jika gelisah ini melanda
segumpal benak dan tangan yang dihentamkan
tak terduga dari mereka yang bekerja
tapi tak dapat apa-apa

aku tak ingin pisah
walau kutahu tak selalu bisa bersama
aku tak mau napas kehidupan tak sehangat yang kita rasakan
melintasi dinding tua sudut kota
simpak-simpak menyaksikan kemudaan hari
aku jadi percaya pada wajah sederhana pandang kesayangan

                                                    yang berbicara

daripada sekelumit napsu membakar tapi untuk dipadamkan
daripada dada terbaring dibayar lalu ditinggalkan
aku jadi percaya pada rambut yang dikibaskan tergerai me-

nyambar pipiku

bahwa cinta tidak hanya untuk diucapkan
bahwa bangsa-bangsa berdampingan seperti kau dan aku
seperti kita bertengkar dan berdebat merajuk dan berbujuk
bahwa gerbang-gerbang dibangunkan untuk mobil juga beca
bahwa kita kasihi seorang lenin bukan hanya karena pemimpin
tapi karena kehidupan, karena kita punya hati untuk berdebar
karena kita tidak menimang malam atau pagi atas pahit-manis

                                                    berlalunya hari

karena kita berjuang agar cinta tidak hanya diucapkan

begitu bahagia tersimpan melihat kau keluar dari bayangan
cerita tentang hari cerah yang membuat lampu-jalan menari
tapi juga: di ranjangnya anak kecil punya mimpinya sendiri

begitu harum melati meninggalkan pekarangan
atas kejatuhan hati yang tak dipinta
membuat kita melanjutkan langkah seenaknya

aku jadi cemburu
tapi juga gembira
pada deru merombak kerja
dan kita adalah peserta

Asamlama, 7 Mei 1957

Sumber: Yang Tak Terbungkamkan (1959)

Analisis Puisi:

Puisi "Melalui Pintu Terbuka" karya Agam Wispi menawarkan gambaran mendalam tentang kehidupan perkotaan yang penuh dengan kompleksitas emosi dan kondisi sosial. Melalui penggunaan bahasa yang puitis dan simbolis, Wispi berhasil menciptakan nuansa yang menggugah, menggambarkan ketegangan antara harapan dan realitas yang pahit.

Tema Ketidakpedulian dan Keberanian

Puisi ini dimulai dengan kesan ketidakpedulian yang terasa dalam frasa "berjalan kita tak acuh dan tangan gemetar." Ini menciptakan suasana yang melankolis, mencerminkan rasa ketidakberdayaan di tengah hiruk-pikuk kota. Dalam konteks ini, keberanian untuk mengungkapkan perasaan dan kekhawatiran terhadap kondisi sosial menjadi sorotan utama, terutama saat penulis menantang "penguasa-penguasa tak-tahu-diri." Ada sebuah seruan untuk kesadaran kolektif di antara rakyat, menuntut keadilan dan pengakuan atas perjuangan mereka.

Kontras Antara Kecemasan dan Harapan

Dalam penggambaran "letih kekasih teduhan duka," Wispi menciptakan kontras antara kecemasan dan harapan. Meski banyak yang menderita, ada momen-momen kecil keindahan dan cinta yang muncul sebagai penyemangat. Pernyataan bahwa "kasih membalik tanah mencairkan logam mendidihkan air didapur" menunjukkan bahwa cinta dan solidaritas dapat membawa perubahan, menciptakan harapan di tengah ketidakpastian.

Simbolisme Kota dan Alam

Puisi ini menggunakan simbolisme yang kuat, seperti "batu dan aspal" serta "tembok-tembok kelabu," untuk menggambarkan kehidupan urban yang keras dan tak ramah. Di sisi lain, kehadiran "taman rindang wangi" menunjukkan harapan akan tempat yang lebih baik dan lebih indah. Wispi berhasil menyeimbangkan antara realitas pahit dan impian akan kebebasan dan kedamaian.

Kesadaran Sosial dan Perjuangan Kolektif

Pernyataan "mereka yang bekerja tapi tak dapat apa-apa" menggarisbawahi perjuangan kelas pekerja yang sering kali diabaikan. Ini menjadi inti dari puisi, mengajak pembaca untuk memahami bahwa keadilan sosial tidak dapat dicapai tanpa pengorbanan kolektif. Ada penekanan pada pentingnya kesadaran dan tindakan untuk menciptakan perubahan, sekaligus mempertahankan hubungan antar manusia.

Cinta sebagai Pendorong Perjuangan

Agam Wispi juga menyoroti cinta sebagai elemen penting dalam perjuangan. Melalui ungkapan "bahwa cinta tidak hanya untuk diucapkan," puisi ini menunjukkan bahwa tindakan nyata dalam memperjuangkan keadilan dan kebebasan adalah bentuk cinta yang sejati. Cinta di sini bukan hanya romantis, tetapi juga mencakup solidaritas dan kepedulian terhadap sesama.

Puisi "Melalui Pintu Terbuka" adalah puisi yang penuh dengan resonansi emosional dan kritik sosial. Dengan menciptakan gambaran yang kaya tentang kehidupan di kota, Agam Wispi mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya cinta, kesadaran sosial, dan perjuangan kolektif. Melalui liriknya yang puitis, puisi ini menegaskan bahwa di balik kesulitan dan penderitaan, selalu ada harapan untuk kebangkitan dan perubahan. Ini adalah panggilan untuk tidak hanya melihat, tetapi juga merasakan dan bertindak demi masa depan yang lebih baik.

Agam Wispi
Puisi: Melalui Pintu Terbuka
Karya: Agam Wispi

Biodata Agam Wispi:
  • Agam Wispi adalah seorang penyair Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
  • Agam Wispi lahir pada tanggal 31 Desember 1930 di Pangkalan Susu, Medan, Sumatra Utara.
  • Agam Wispi meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1930 di 1 Januari 2003, Amsterdam, Belanda.
© Sepenuhnya. All rights reserved.