Madiun
Mereka saja yang ketakutan akan datangnya abad rakyat
mengotori engkau dengan maki dan fitnah keji
memang genangan darah dan tetesan air mata
kepedihan hati kehilangan kasih suami ayah dan anak
tidak berkata bagi srigala penghisap keringat tenaga massa.
Tetapi bagi kami, Madiun, engkau adalah bintang
cemerlang pembuka selubung gelap ke sinar terang
kami generasi kini hanya tunas yang dihidupkan
derita klas tertindas, dengan tugas terus maju
berlawanan mengibarkan panji-panji Abad Rakyat.
Dan demi kawan-kawan yang sudah tiada di sisi kami lagi
dengarlah, rakyat, deruman dada kami degup gembira
di pupuk api-proses Madiun, dibakar semangat baja
kami menjadi: pahlawan proletar internasional
dan pejuang nasional revolusioner!
Sumber: Rangsang Detik (1957)
Analisis Puisi:
Puisi "Madiun" karya Adi Sidharta adalah sebuah karya yang menggambarkan semangat perjuangan rakyat dalam menghadapi penindasan dan ketidakadilan. Menggunakan latar belakang sejarah, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kebangkitan kelas pekerja serta perjuangan untuk mencapai cita-cita keadilan sosial.
Ketakutan dan Penindasan
Puisi dibuka dengan penggambaran ketakutan dari pihak-pihak yang terancam oleh kebangkitan "abad rakyat." Sidharta menekankan bagaimana mereka yang berkuasa akan berusaha mengotori suara rakyat dengan "maki dan fitnah keji." Dalam konteks ini, "srigala penghisap keringat tenaga massa" menjadi simbol bagi pihak-pihak yang menindas dan mengeksploitasi masyarakat, mengabaikan penderitaan yang dialami oleh rakyat.
Madiun sebagai Simbol Harapan
Selanjutnya, Sidharta mengalihkan fokus pada Madiun, menggambarkannya sebagai "bintang cemerlang pembuka selubung gelap ke sinar terang." Dengan ungkapan ini, Madiun tidak hanya menjadi tempat, tetapi juga simbol harapan dan kebangkitan. Keterikatan antara generasi kini dan generasi sebelumnya diungkapkan melalui frasa "kami generasi kini hanya tunas yang dihidupkan," menekankan kesinambungan perjuangan untuk keadilan sosial.
Kesadaran Kelas dan Tugas Perjuangan
Pernyataan bahwa "derita klas tertindas" merupakan inti dari perjuangan memberikan makna mendalam terhadap kesadaran kelas. Sidharta menggarisbawahi tanggung jawab untuk terus maju dan berjuang "membawa panji-panji Abad Rakyat." Ini menunjukkan bahwa perjuangan bukanlah sekadar retorika, tetapi memerlukan aksi nyata dari setiap individu dalam menghadapi penindasan.
Penghormatan kepada Para Pahlawan
Puisi ini juga mengekspresikan penghormatan kepada kawan-kawan yang telah gugur dalam perjuangan. Frasa "demi kawan-kawan yang sudah tiada di sisi kami lagi" mengajak pembaca untuk mengenang dan menghormati mereka yang telah berjuang dengan gigih. Kesedihan dan kehilangan menjadi penggerak untuk terus melanjutkan perjuangan mereka.
Semangat Pahlawan Proletar Internasional
Bagian akhir puisi menunjukkan transformasi individu-individu yang terinspirasi oleh semangat perjuangan. Dengan menyebutkan "pahlawan proletar internasional dan pejuang nasional revolusioner," Sidharta menegaskan bahwa perjuangan di Madiun tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga terhubung dengan gerakan internasional untuk keadilan sosial. Ini memberikan nuansa global pada perjuangan rakyat, menunjukkan bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi penindasan.
Suara Kolektif dan Harapan untuk Masa Depan
Puisi "Madiun" karya Adi Sidharta adalah sebuah seruan untuk kesadaran, perjuangan, dan solidaritas. Melalui lirik yang penuh semangat dan penggambaran mendalam tentang ketidakadilan, puisi ini menggugah pembaca untuk meresapi penderitaan rakyat dan pentingnya melanjutkan perjuangan. Sidharta berhasil menyampaikan pesan bahwa meskipun ada ketakutan dan penindasan, harapan dan semangat perjuangan akan selalu menyala, menjadi bintang pemandu menuju keadilan dan kebebasan.
Dengan menyentuh aspek sejarah, politik, dan kemanusiaan, puisi ini menjadi karya yang relevan dan menggugah, mengajak kita untuk tidak melupakan perjuangan generasi sebelumnya serta terus berjuang demi masa depan yang lebih baik.
Karya: Adi Sidharta
Biodata Adi Sidharta:
- Adi Sidharta (biasa disingkat A.S. Dharta) lahir pada tanggal 7 Maret 1924 di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
- Adi Sidharta meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2007 (pada usia 82 tahun) di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
- Adi Sidharta memiliki banyak nama pena, antara lain Kelana Asmara, Klara Akustia, Yogaswara, Barmaraputra, Rodji, dan masih banyak lagi.