Laut (1)
di malam hati rindu
aku mencari laut
ombak senantiasa bawa kenangan
kapan saja ada kapal datang
lampu-lampunya terang-benderang
tapi kesannya keasingan
di pantai ada pengemis mengulurkan tangan
tanpa wajah tanpa suara
dan kurasa dia saudaraku
ada perempuan menawarkan badan
minta makan bukan cumbu
ada tukang-sate manis menyapa
tapi hatinya mengutuki hidup
malam larut dan bintang satu-satu
di langit jauh tambah jauh
Laut (2)
ah, alangkah banyaknya kenangan
silih-berganti datang dan pergi
sebagai buih dijunjung ombak
terbanting bepercikan di tebing karang
atau tersimbur-serak di pasir putih;
tapi dia datang lagi datang mendompak
girang menari lincah melonjak
kemudian sirna di pantai-pantai;
datang pula menyusul yang baru
yang lama-lama mengabur seperti hilang
untuk kemudian tiada terduga datang menerpa.
tiada yang lenyap, semua mengalir bersama waktu
timbul-tenggelam bertambah indah
bertambah dalam tertanam di sanubari.
Laut (3)
ya, tanyakanlah pada laut tentang sungai-sungai
karena semua sungai menyatu ke laut
tanyakanlah pada laut tentang pantai-pantai
karena semua pantai dicium laut
tanyakanlah pada laut tentang kapal-kapal
karena semua kapal didukung laut
sejak Bahtera Nabi Nuh
sampai pun Kapal Tujuh;
tanyakanlah pada laut tentang nakhoda-nakhoda
tentang lanun menjelajahi samudra-samudra
tentang penderitaan dan kegigihan nelayan-nelayan
tentang yang berkubur tanpa keranda
tentang kekasih berdekapan menghadapi maut
tanyakanlah tentang kesunyian pada laut
tentang nyanyian yang tiada berkesudahan
tanyakanlah tentang asal yang bernyawa
tentang binatang-binatang satu sel dan lumut-lumut.
Laut (4)
ah, semata kerinduan melahirkan cinta pada laut
kerinduan pada yang jauh-jauh
kerinduan pada yang lampau-lampau
dan kerinduan akan jawaban
atas tanya hati sendiri.
tapi laut membisu
dia hanya memberikan tamsil
Laut (5)
laut itu laksana telaga-anggur kehidupan
seteguk daripadanya membikin lupa daratan
tapi yang cinta padanya dan mengenalnya
tiada puas-puasnya meneguk
tanpa menjadi mabuk.
Priok, Maret 1962
Sumber: Aku Hadir di Hari Ini (2010)
Analisis Puisi:
Puisi "Laut" karya HR. Bandaharo adalah karya sastra yang menggambarkan hubungan antara manusia dan laut. Puisi ini membawa pembaca dalam perjalanan emosional yang mendalam ke dalam perasaan kerinduan dan keajaiban alam.
Kerinduan dan Keajaiban: Puisi "Laut" menciptakan nuansa kerinduan yang kuat dalam setiap baitnya. Penyair merindukan laut dan ombaknya yang membawa kenangan. Laut menjadi simbol kerinduan yang mendalam, dan pesan puisi ini menciptakan hubungan emosional yang erat antara manusia dan alam.
Gaya Bahasa: Penyair menggunakan gaya bahasa yang sederhana, namun penuh makna. Kata-kata seperti "senantiasa," "lampu-lampunya terang-benderang," dan "minta makan bukan cumbu" menciptakan citra yang kuat dalam benak pembaca. Selain itu, penjelasan tentang "sungai-sungai" dan "pantai-pantai" menggambarkan hubungan laut dengan unsur-unsur alam lainnya.
Struktur Puisi: Puisi ini terdiri dari lima bagian yang berbeda, masing-masing mengungkapkan pemahaman dan pengalaman yang berbeda tentang laut. Struktur ini menciptakan narasi yang kohesif dan memungkinkan pembaca untuk merenung tentang hubungan yang kompleks antara manusia dan alam.
Pesan dan Refleksi: Pesan utama dalam puisi ini adalah bahwa laut adalah sumber kehidupan dan keajaiban. Meskipun penjelasannya singkat, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan betapa dalamnya hubungan manusia dengan alam. Hal ini juga mencerminkan bagaimana kerinduan dan kecintaan kepada laut dapat membawa kehidupan dan inspirasi.
Puisi "Laut" karya HR. Bandaharo adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kerinduan yang mendalam terhadap laut dan keajaibannya. Dengan gaya bahasa yang sederhana dan struktur yang teratur, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang hubungan yang dalam antara manusia dan alam serta pesan tentang keindahan dan keajaiban laut.
Karya: HR. Bandaharo
Biodata HR. Bandaharo:
- HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
- HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
- HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.