Puisi: Kurusetra (Karya Bakdi Soemanto)

Puisi "Kurusetra" karya Bakdi Soemanto menyajikan gambaran mendalam tentang peristiwa dan simbolisme yang terhubung dengan medan perang legendaris ...
Kurusetra

Hyderabat merapat
Kepada senja
Dan lamput-lampu
Di Universitas Kurusetra menyala

Terbayang Abimanyu gugur
Kena kutuk panah seribu
Yang diucapkan diri sendiri
Kepada Utari
Di malam dalam kamar sendiri.

Terbayang Gathotkaca tersungkur
Karena Kuntawijayadanu
Senjata Karna

Terbayang Dursasana
Dirobek mulutnya oleh Bima
Yang melampiaskan dendam
Untuk Drupadi kakak iparnya

Kurusetra merekam dendam
Kurusetra melaksanakan penyucian
Kurusetra menjadi ajang pelaksanaan
Rencana rahasia para dewa

Hidup adalah
Juga ajang pelaksanaan
Rencana para dewa
Yang tersirat pada lembar misteri
Kita tak pernah bisa memeri
Sambil melangkah
Kita berada
Di antara mabuk dan tahu
Dan tak pernah pasti

Hyderabad, 1996

Analisis Puisi:

Puisi "Kurusetra" karya Bakdi Soemanto menyajikan gambaran mendalam tentang peristiwa dan simbolisme yang terhubung dengan medan perang legendaris dari epik Mahabharata, serta menyelipkan refleksi filosofis tentang kehidupan dan takdir. Melalui imaji dan metafora yang kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna di balik kekacauan dan pembalasan yang ditampilkan dalam Kurusetra.

Struktur Puisi

Puisi ini terdiri dari beberapa bait yang menyajikan gambaran peristiwa-peristiwa bersejarah dan simbolis yang terkait dengan Kurusetra. Struktur ini menggabungkan deskripsi peristiwa dengan refleksi filosofis, menciptakan hubungan yang kuat antara mitos dan realitas.

Gaya Bahasa

  • Imaji dan Metafora: Puisi ini kaya akan imaji yang menghidupkan peristiwa-peristiwa sejarah dengan detail yang kuat. Contoh: "Terbayang Abimanyu gugur / Kena kutuk panah seribu / Yang diucapkan diri sendiri."
  • Simbolisme: Menggunakan simbol-simbol dari epik Mahabharata untuk menggambarkan tema-tema lebih besar tentang dendam, pembalasan, dan takdir. Contoh: "Kurusetra merekam dendam / Kurusetra melaksanakan penyucian."
  • Refleksi Filosofis: Mencampuradukkan deskripsi peristiwa dengan refleksi tentang kehidupan dan takdir, menciptakan hubungan antara mitos dan realitas. Contoh: "Hidup adalah / Juga ajang pelaksanaan / Rencana para dewa."

Tema dan Makna

  • Kehidupan sebagai Medan Perang: Kurusetra dalam puisi ini adalah metafora untuk medan perang yang penuh dengan dendam dan pembalasan, menggambarkan kekacauan dan konflik yang ada dalam kehidupan manusia. Contoh: "Terbayang Dursasana / Dirobek mulutnya oleh Bima / Yang melampiaskan dendam / Untuk Drupadi kakak iparnya."
  • Penyucian Melalui Konflik: Peristiwa-peristiwa di Kurusetra dianggap sebagai bentuk penyucian dan pelaksanaan rencana para dewa, menunjukkan bahwa konflik dan penderitaan adalah bagian dari proses yang lebih besar. Contoh: "Kurusetra melaksanakan penyucian / Kurusetra menjadi ajang pelaksanaan / Rencana rahasia para dewa."
  • Kehidupan sebagai Lembar Misteri: Puisi ini menggambarkan kehidupan sebagai sesuatu yang tak terduga dan misterius, di mana manusia hanya bisa berjalan di antara kebingungan dan pemahaman. Contoh: "Hidup adalah / Juga ajang pelaksanaan / Rencana para dewa / Yang tersirat pada lembar misteri."
  • Ketidakpastian dan Penerimaan: Menunjukkan bahwa dalam hidup, kita sering berada di antara kebingungan dan pengetahuan, serta harus menerima ketidakpastian yang ada. Contoh: "Sambil melangkah / Kita berada / Di antara mabuk dan tahu / Dan tak pernah pasti."
Puisi "Kurusetra" oleh Bakdi Soemanto menyajikan gambaran mendalam tentang konflik dan penderitaan yang terinspirasi oleh epik Mahabharata, sambil menghubungkannya dengan refleksi filosofis tentang kehidupan dan takdir. Dengan menggunakan imaji kuat dan simbolisme yang kaya, puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti dendam, pembalasan, penyucian, dan ketidakpastian dalam kehidupan manusia. Struktur dan gaya bahasa puisi ini memperkaya maknanya, menjadikannya karya yang reflektif dan penuh arti.

Bakdi Soemanto
Puisi: Kurusetra
Karya: Bakdi Soemanto

Biodata Bakdi Soemanto:
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U lahir pada tanggal 29 Oktober 1941 di Solo, Jawa Tengah.
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 2014 (pada umur 72 tahun) di Yogyakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.