Puisi: Kita Satu (Karya Adi Sidharta)

Puisi Kita Satu karya Adi Sidharta menciptakan gambaran yang kuat tentang perjuangan kelas dan penekanan pada pentingnya kebersamaan dalam ...
Kita Satu

Aku lihat di Ngalihan
kawanku Franciska mencari tulang kekasih
bayi di tangan memanggil bapak .......
dan aku lihat ribuan Franciska
memeluk bayi berhati pecah
di Korea, di mana-mana, mencari
suami, adik dan ayah .......

Dan kudengar pula makian sipir
penjaga Piet van Staveren dan Howard Fast
dalam gelap penjara di Holan dan Amerika
dan denyut hati Raymonde Dien kemanten baru
yang berbaring di muka kereta senjata
"kurnia" dolar, pembunuh pejuang Vietnam
semua mencari, mencari kebenaran dan keadilan

Kuhirup juga nyanyian Paul Robeson
mengisahkan air mata bangsa Neggro
dan jiwaku segar menyala dibelai kibaran
panji rakyat dari Berlin sampai Peking
gempita ditingkah genderang ke bangunan
klas tertindas berbaris di lima benua
berseru-seru kuat perkasa: kita satu, kita kuasa!

Kawan-kawan
kita satu: kuning putih coklat hitam
kita satu: pembawa panji dunia baru.

Kawan-kawan
kita satu: setia kawan dalam suka dalam duka
kita satu: klas proletar internas'nal.

Sumber: Rangsang Detik (1957)

Analisis Puisi:

Puisi Kita Satu karya Adi Sidharta menyampaikan pesan kuat mengenai solidaritas, persatuan, dan keadilan sosial. Dengan menggunakan narasi yang luas dan merangkum pengalaman berbagai individu dari berbagai belahan dunia, puisi ini menciptakan gambaran yang kuat tentang perjuangan kelas dan penekanan pada pentingnya kebersamaan dalam menghadapi penindasan.

Gambaran Kesedihan dan Kehilangan

Puisi ini dibuka dengan penggambaran sosok Franciska yang sedang mencari tulang kekasih di Ngalihan, membawa pembaca ke dalam suasana kesedihan dan kehilangan. Gambar bayi yang memanggil bapak menambah kedalaman emosional, menciptakan rasa empati terhadap mereka yang terpisah oleh perang dan konflik. Melalui Franciska, Sidharta menciptakan representasi dari ribuan orang yang terpaksa berjuang sendirian untuk mencari orang-orang terkasih yang hilang akibat konflik bersenjata di berbagai penjuru dunia.

Suara Keadilan yang Terus Bergema

Dalam bait-bait selanjutnya, Sidharta merujuk pada berbagai tokoh dan peristiwa sejarah, seperti Piet van Staveren, Howard Fast, dan Raymonde Dien. Semua tokoh ini mewakili perjuangan yang lebih besar untuk keadilan dan kebenaran. Makian sipir penjara menggambarkan ketidakadilan sistemik, dan denyut hati Raymonde Dien, sebagai simbol dari harapan dan keberanian dalam menghadapi kekuatan yang menindas. Pembaca diingatkan bahwa meskipun terkurung, semangat untuk melawan tetap berkobar.

Menghirup Nyanyian Perjuangan

Nyanyian Paul Robeson menjadi simbol penting dalam puisi ini, merepresentasikan suara dan air mata dari bangsa Negro. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan melawan penindasan bukan hanya terjadi di satu tempat, tetapi merupakan perjuangan global. Kibaran panji rakyat dari "Berlin sampai Peking" memperkuat ide bahwa semua orang di seluruh dunia bersatu dalam perjuangan melawan penindasan dan ketidakadilan.

Kekuatan dalam Persatuan

Sidharta menekankan tema persatuan dengan menyatakan bahwa "kita satu: kuning putih coklat hitam." Ini menciptakan gambaran yang inklusif tentang solidaritas antar ras dan etnis. Penegasan bahwa semua individu dari berbagai latar belakang dapat bersatu dalam satu tujuan menunjukkan bahwa perbedaan tidak menghalangi, melainkan memperkuat perjuangan bersama.

Panggilan untuk Bertindak

Puisi ini adalah panggilan untuk bertindak, menyerukan agar semua "kawan-kawan" bersatu dalam suka dan duka. Dalam konteks kelas pekerja internasional, Sidharta mengingatkan kita bahwa perjuangan untuk keadilan dan kesetaraan adalah tanggung jawab bersama. Dengan menegaskan “kita satu: pembawa panji dunia baru,” puisi ini menunjukkan keyakinan akan masa depan yang lebih baik yang dapat dicapai melalui kerja sama dan komitmen bersama.

Puisi Kita Satu karya Adi Sidharta adalah sebuah karya yang memadukan emosional dengan kesadaran politik. Dengan menggambarkan pengalaman individu yang terhubung dengan perjuangan global, puisi ini menjadi pengingat bahwa meskipun kita mungkin berasal dari latar belakang yang berbeda, tujuan kita tetap sama: memperjuangkan keadilan, kebebasan, dan persatuan. Dalam dunia yang penuh ketidakadilan, puisi ini mengajak kita untuk terus bersatu, berjuang, dan tidak pernah berhenti mencari kebenaran.

Adi Sidharta
Puisi: Kita Satu
Karya: Adi Sidharta

Biodata Adi Sidharta:
  • Adi Sidharta (biasa disingkat A.S. Dharta) lahir pada tanggal 7 Maret 1924 di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2007 (pada usia 82 tahun) di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta memiliki banyak nama pena, antara lain Kelana Asmara, Klara Akustia, Yogaswara, Barmaraputra, Rodji, dan masih banyak lagi.
© Sepenuhnya. All rights reserved.