Puisi: Ketelanjangan (Karya Rachmat Djoko Pradopo)

Puisi "Ketelanjangan" karya Rachmat Djoko Pradopo menyoroti bagaimana mereka kehilangan rasa malu dan moralitas dalam mengejar kekayaan dan ...
Ketelanjangan

kini, orang-orang selebriti dan konglomerat
beramai-ramai memotong
kemaluannya sendiri hingga 
tidak punya malu walau bulat-bulat
telanjang. Mereka tak usah menutup muka
karena telah kehilangan kemaluannya
dan dengan telanjang kini mereka
mengeruk keuntungan dan dengan tidak malu
kini mereka menyerbu
sumber-sumber pemerasan
memeras susu sapi memeras santan
kepala manusia-manusia yang kelaparan
maka berdirilah istana-istana mereka
yang megah di tengah-tengah
daerah kumuh kaum duafa lemah
dan mereka tak takut diserbu
karena istana-istana mereka berpagar uang
dan kekuasaan mereka bersepuh emas
bertahta permata
tapi, dengan telanjang bulat mereka
menumpuk kekuasaan dan harta

25 Desember 1989

Sumber: Aubade (1999)

Analisis Puisi:

Puisi "Ketelanjangan" karya Rachmat Djoko Pradopo menyajikan gambaran tajam tentang ketidakadilan sosial dan korupsi melalui simbolisme ketelanjangan. Puisi ini mengkritik sikap dan perilaku para elit sosial dan konglomerat yang mengejar kekayaan dan kekuasaan dengan cara yang tidak etis, sementara mereka menunjukkan ketidakpedulian terhadap penderitaan orang-orang miskin.

Tema dan Makna

Tema utama puisi ini adalah ketidakadilan sosial dan hipokrisi yang dilakukan oleh elit kekuasaan dan konglomerat. Pradopo menggambarkan bagaimana individu-individu ini, meskipun terlihat secara fisik "telanjang," tidak merasa malu karena mereka telah kehilangan rasa malu dan moralitas. Puisi ini mengkritik bagaimana mereka menggunakan kekuasaan dan kekayaan mereka untuk mengeksploitasi dan memeras sumber daya dari orang-orang yang kurang beruntung.

Simbolisme dan Metafora

  • Ketelanjangan: Ketelanjangan dalam puisi ini adalah simbol dari hilangnya rasa malu dan moralitas. Ketika orang-orang elite dan konglomerat "telanjang," itu berarti mereka telah kehilangan integritas dan etika, dan tidak merasa malu dengan tindakan mereka yang merugikan orang lain.
  • Memotong Kemaluan: Memotong kemaluan adalah metafora yang kuat untuk kehilangan rasa malu dan moralitas. Dalam konteks puisi ini, tindakan memotong kemaluan menggambarkan bagaimana mereka menghilangkan semua aspek yang dapat menahan mereka dari bertindak tidak etis.
  • Istana Megah di Daerah Kumuh: Istana megah yang berdiri di tengah daerah kumuh menggambarkan ketidakadilan sosial yang mencolok. Sementara para elit menikmati kemewahan dan kekayaan, mereka tidak peduli terhadap penderitaan dan kemiskinan yang dialami oleh orang-orang di sekitar mereka.
  • Pagar Uang dan Kekuasaan: Pagar uang dan kekuasaan yang melindungi istana mereka mencerminkan bagaimana kekayaan dan kekuasaan digunakan untuk melindungi dan memperkuat posisi mereka. Ini juga menunjukkan bagaimana kekuasaan sering kali disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Narasi dan Refleksi

Puisi ini menyajikan narasi kritis tentang perilaku para elit sosial dan konglomerat yang tidak etis. Dengan menggambarkan mereka sebagai orang yang "telanjang" dan kehilangan rasa malu, Pradopo mengkritik ketidakpedulian mereka terhadap penderitaan orang-orang miskin dan kesenjangan sosial yang semakin dalam.
  • Eksploitasi dan Pemerasan: Puisi ini menggambarkan bagaimana orang-orang elite mengeruk keuntungan dari eksploitasi dan pemerasan terhadap sumber daya, seperti susu sapi, santan, dan bahkan "kepala manusia-manusia yang kelaparan." Ini menunjukkan betapa mendalamnya dampak negatif dari tindakan mereka terhadap masyarakat.
  • Kekayaan dan Kekuasaan: Dengan menggambarkan bagaimana mereka menumpuk kekayaan dan kekuasaan, puisi ini menunjukkan ketidakadilan yang terjadi ketika kekayaan dan kekuasaan disalahgunakan untuk keuntungan pribadi. Ketidakpedulian mereka terhadap penderitaan orang-orang di sekitar mereka menegaskan ketidakadilan sosial yang mereka ciptakan.

Gaya dan Suasana

Gaya bahasa Pradopo dalam puisi ini adalah langsung dan provokatif, dengan penggunaan metafora yang tajam untuk menyampaikan kritik sosial yang mendalam. Suasana puisi ini adalah campuran antara kemarahan dan kesedihan, menciptakan dampak emosional yang kuat pada pembaca. Gaya ini memperkuat pesan kritis terhadap ketidakadilan dan korupsi yang disorot dalam puisi.

Puisi "Ketelanjangan" karya Rachmat Djoko Pradopo adalah karya yang kritis dan tajam dalam menggambarkan ketidakadilan sosial dan hipokrisi dari elit kekuasaan dan konglomerat. Dengan simbolisme ketelanjangan dan metafora yang kuat, Pradopo menyoroti bagaimana mereka kehilangan rasa malu dan moralitas dalam mengejar kekayaan dan kekuasaan, sementara menutup mata terhadap penderitaan orang-orang miskin. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan dampak dari ketidakadilan sosial dan pentingnya memiliki integritas dan empati dalam kehidupan sosial dan politik.

Puisi Rachmat Djoko Pradopo
Puisi: Ketelanjangan
Karya: Rachmat Djoko Pradopo

Biodata Rachmat Djoko Pradopo:
  • Rachmat Djoko Pradopo lahir pada tanggal 3 November 1939 di Klaten, Jawa Tengah.
  • Rachmat Djoko Pradopo adalah salah satu Sastrawan Angkatan '80.
© Sepenuhnya. All rights reserved.