Kertosentono
untuk petani-petani Binjai
Dan padi sedang menguning
ranum mengandung harapan
hasil kerja berbulan-bulan
Kami bajak ini tanah
bunda Pertiwi kekasih hati
kala bangsa bertekad bebas
kami serahkan segala ada
untuk padi tanaman suci
Sekali lagi kami bertekad
menaruhkan segala ada
kala traktor menggilas padi
dan peluru berdesingan
hancurkan padi taburkan mati
Dan sebagai padi runduk ke bumi
kami tundukkan hormat setia
pada kawan yang gugur layu
dengan darah membela tanah dan padi
bagi kami hasil api revolusi
Dan padi terus menguning
kami berbaris penuh harapan
sekali bumi Pertiwi bebas abadi
Sumber: Matinya Seorang Petani (1963)
Analisis Puisi:
Puisi "Kertosentono" karya Adi Sidharta merupakan sebuah karya yang menggambarkan hubungan erat antara petani dengan tanah, serta perjuangan mereka dalam meraih kebebasan. Dengan lirik yang puitis dan simbolik, Sidharta menyampaikan pesan tentang ketekunan, pengorbanan, dan harapan yang terkandung dalam setiap butir padi.
Simbol Padi dan Harapan
Pembukaan puisi menciptakan suasana yang segar dan menggugah semangat, dengan ungkapan, "Dan padi sedang menguning / ranum mengandung harapan." Padi di sini tidak hanya merepresentasikan tanaman pangan, tetapi juga simbol harapan dan masa depan. Proses pertumbuhan padi menjadi gambaran dari kerja keras dan usaha petani yang dilakukan selama berbulan-bulan. Warna kuning menggambarkan kematangan dan kedewasaan, menunjukkan bahwa hasil jerih payah akan segera dituai.
Rindu dan Cinta kepada Tanah
Selanjutnya, penyair menyatakan, "Kami bajak ini tanah / bunda Pertiwi kekasih hati," yang mengekspresikan cinta dan rasa hormat kepada tanah tempat mereka berpijak. Penyebutan "bunda Pertiwi" menggambarkan betapa dalamnya hubungan emosional antara petani dan tanah, yang memberi kehidupan dan harapan bagi mereka. Dengan penuh pengabdian, petani bersatu dalam tekad untuk membebaskan bangsa dari penjajahan.
Pengorbanan dalam Perjuangan
Sidharta melanjutkan dengan menegaskan komitmen petani untuk "menaruhkan segala ada," meskipun menghadapi tantangan berat, seperti traktor yang "menggilas padi" dan "peluru berdesingan." Dalam konteks ini, peluru dan traktor menjadi simbol dari kekerasan dan penindasan yang dihadapi petani. Meskipun begitu, mereka tetap teguh dalam semangat perjuangan, bahkan jika harus merelakan hasil panen mereka.
Penghormatan kepada Para Pejuang
Puisi ini juga menyiratkan penghormatan yang mendalam terhadap "kawan yang gugur layu / dengan darah membela tanah dan padi." Penyair menunjukkan bahwa perjuangan tidak hanya ditanggung oleh petani, tetapi juga oleh para pahlawan yang rela mengorbankan hidup mereka untuk mempertahankan tanah air. Padi yang "runduk ke bumi" adalah simbol penghormatan dan rasa syukur kepada mereka yang telah berjuang.
Harapan untuk Kebebasan
Akhir puisi diakhiri dengan pernyataan yang penuh harapan, "Dan padi terus menguning / kami berbaris penuh harapan." Ungkapan ini menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan dan penderitaan, harapan untuk kebebasan dan kemerdekaan tetap ada. Penyair mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan panjang menuju kemerdekaan dan bagaimana setiap individu memiliki peran penting dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik.
Menghargai Perjuangan Petani
Puisi "Kertosentono" karya Adi Sidharta adalah sebuah penghormatan terhadap perjuangan petani dan makna mendalam di balik setiap butir padi. Melalui simbolisme yang kuat, penyair menyoroti pentingnya kerja keras, pengorbanan, dan cinta terhadap tanah air.
Karya ini mengingatkan kita akan nilai-nilai kemanusiaan, solidaritas, dan harapan yang terkandung dalam setiap proses pertanian. Dalam perjalanan menuju kemerdekaan, peran petani sebagai penggerak utama dalam ketahanan pangan dan perjuangan sangatlah penting. Dengan mengenang jasa mereka, kita diajak untuk terus memperjuangkan kebebasan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Karya: Adi Sidharta
Biodata Adi Sidharta:
- Adi Sidharta (biasa disingkat A.S. Dharta) lahir pada tanggal 7 Maret 1924 di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
- Adi Sidharta meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2007 (pada usia 82 tahun) di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
- Adi Sidharta memiliki banyak nama pena, antara lain Kelana Asmara, Klara Akustia, Yogaswara, Barmaraputra, Rodji, dan masih banyak lagi.