Kepedasan Hidup
Bila buah cabe bermatangan, dik, petiklah
biar pohonnya tidak cepat mati
bila hati matang, dik, petiklah
seperti kecapi
Biar hidup tidak kehilangan arti
Meski megap‐megap hidup diarungi
Mengapa berjawab mati
Dari ujung kembali ke pangkal
kita kejar soal
memecahkan soal melahirkan soal
Betapa hati berdegup
merebut kualitas hidup
Awan tidak peduli
kita hidup atau mati
Bila buah cabe bermatangan, dik, petiklah
biar pohonnya tidak cepat mati
Bila hati mematang, dik, petiklah
seperti kecapi
Tanpa persoalan hidup ini sudah mati!
Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)
Analisis Puisi:
Puisi "Kepedasan Hidup" karya Sabar Anantaguna menawarkan refleksi mendalam mengenai makna hidup, pertumbuhan, dan perjuangan. Dengan menggunakan metafora sederhana seperti cabai dan kecapi, puisi ini mengeksplorasi tema penting tentang bagaimana kita seharusnya menghargai kehidupan dan setiap momen yang ada.
Metafora Buah Cabai dan Hati yang Matang
Puisi ini dimulai dengan instruksi untuk memetik cabai yang matang. Metafora ini berfungsi untuk menunjukkan pentingnya mengambil kesempatan saat hidup masih memungkinkan. Dengan frasa "biar pohonnya tidak cepat mati," Anantaguna menekankan bahwa jika kita tidak memanfaatkan potensi yang ada, baik dalam diri sendiri maupun dalam kehidupan secara umum, maka kita akan kehilangan makna dari keberadaan kita.
Lebih lanjut, perbandingan antara "hati matang" dan "kecapi" menggambarkan bagaimana pengalaman dan pertumbuhan emosional harus dirayakan dan dihargai. Kecapi, sebagai alat musik, melambangkan harmoni dan keindahan yang bisa diciptakan ketika kita mampu mengolah perasaan kita dengan baik.
Ketidakpastian dan Pertanyaan Eksistensial
Salah satu elemen penting dalam puisi ini adalah perasaan "megap-megap" yang menggambarkan tantangan hidup yang tidak terelakkan. Dalam kalimat "Mengapa berjawab mati," ada kesan putus asa yang muncul. Namun, pertanyaan tersebut juga mengajak pembaca untuk merenungkan makna hidup dan keberadaan mereka.
“Dari ujung kembali ke pangkal kita kejar soal memecahkan soal melahirkan soal,” menciptakan gambaran tentang siklus hidup yang tidak pernah berhenti. Proses memecahkan masalah dan mencari makna adalah inti dari pengalaman manusia, meskipun sering kali kita dihadapkan pada kebingungan dan kesulitan.
Pentingnya Kualitas Hidup
Pernyataan "Betapa hati berdegup merebut kualitas hidup" menunjukkan bahwa jantung yang berdetak adalah simbol kehidupan itu sendiri. Ketika hati berdebar, itu berarti ada harapan, rasa ingin tahu, dan keinginan untuk hidup dengan sepenuhnya. Dalam konteks ini, puisi menyampaikan pesan bahwa kita harus berjuang untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup kita.
Awan yang Tidak Peduli
Dalam konteks ini, "Awan tidak peduli kita hidup atau mati," menyoroti ketidakpedulian alam terhadap kondisi manusia. Meskipun kita berjuang dan berusaha untuk mencapai makna dan kualitas hidup, alam terus berjalan tanpa henti. Ini menjadi pengingat bahwa hidup kadang terasa sepi dan tidak berdaya, tetapi kita tetap harus berjuang.
Puisi "Kepedasan Hidup" merupakan refleksi yang mendalam tentang bagaimana kita seharusnya menghargai setiap momen hidup dan tidak ragu untuk memanfaatkan potensi yang ada di dalam diri kita. Dengan menggunakan metafora yang kuat dan bahasa yang sederhana, Sabar Anantaguna berhasil menyampaikan pesan bahwa hidup tidak akan memiliki arti jika kita tidak mau berusaha dan berjuang untuk mencapainya. Melalui puisi ini, pembaca diingatkan akan pentingnya mengambil tindakan, meraih kesempatan, dan menghargai setiap detik yang ada dalam perjalanan hidup.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.