Puisi: Kepada Penyair Muda (Karya Saini KM)

Puisi "Kepada Penyair Muda" karya Saini KM menyoroti tantangan, tanggung jawab, dan realitas kehidupan seorang penyair, serta harapan yang harus ...
Kepada Penyair Muda (1)

Sebelum tintamu menjadi darah, kata-kata
akan tetap sebagai bunyi; kebisingan lain
di tengah hingar-bingar dunia: Deru mobil
guntur meriam dan gunjing murah koran got.

Kau meniup suling tapi kau sendirilah sulingnya
: Itulah nasibmu. Kepenyairan adalah ziarah
tanpa peta, pelayaran tanpa bintang.
Padahal dunia menawarkan begitu banyak jalan.

Berhentilah menulis kalau kau tak rela hidupmu
jadi sajen di candi dewata yang tak dikenal.
Menulislah kalau kau yakin sajakmu menjadi sepi
: Keheningan pertapa saat roh memandang dirinya.

Kepada Penyair Muda (2)

Nasib penyair menulis pada permukaan air
atau desir angin. Logam berkarat dan pualam
akhirnya berlumut dan hancur dalam cuaca.
Abad tergesa lewat, tak sempat baca prasasti.

Sedang bumi bukanlah sekedar kubur leluhur;
bahasa pun mati, kata demi kata gugur bagai daun.
Sempurnalah jejak roh terhapus di gurun waktu,
selagi kafilah memilih jalan lain; mazhab lain.

Anak muda, kesempatanmu cuma sejenak. Tak seorang pun
menantimu di masa depan, di keabadian.
Bagi benihmu tiada tanah selain cadas di telapak kaki;
bagi sajakmu tiada tempat lain selain impian hari ini.

Kepada Penyair Muda (3)

Betapa bangga waktu engkau menyatakan
: Tanah air kami negeri impian, kerja kami
menggantang awan! Alangkah angkuh karena kau
sepi; alangkah tabah karena kau setia!

Sedang di sini, di bawah awan, anak-anak kelaparan,
luka perlu pembalut, jenazah perlu kafan.
Dan kalau kau sepi, di sini pun ada sepi yang lain.
Kalau kau setia, kepada siapakah engkau setia?

Manusia tak dapat hidup tanpa impian,
katamu. Benar, dan itulah kebanggaanmu!
Lupa bahwa diperlukan seteguk air, sesuap nasi
sebelum dapat tidur dan dapat bermimpi.

Kepada Penyair Muda (4)

Di manakah engkau ketika prajurit berdarah
di garis depan, petani berlumpur, buruh berkeringat
di pabrik? Engkau menimang bulan di siang bolong;
menangguk embun dengan mahkota mawar.

Kaubilang, kata-kata mampu menggerakkan sejarah,
memutar poros-bumi. Baiklah, tapi di sini
orang-orang menunggu kata-kata bersahaja
yang menemukan jalan ke hati dan membawa harapan.

Ketika gadis dijual dan dijual lagi oleh mucikari,
ketika bujang digadaikan pemimpin pada semboyan,
di manakah engkau, wahai penyair? Di mana pun tidak;
tidak di langit, tapi tidak juga di bumi.

Kepada Penyair Muda (5)

Di manakah tempat penyair? Di tapal batas
antara impian dan kenyataan. Ia berpijak
di atas bumi bergoyang, bawah langit pancaroba
memayungi rumah yang menolak semua dinding.

Sebenarnya kau bebas memilih untuk kembali
ke dunia sehari-hari dan bergabung dengan mereka
yang menganggap dunia ini satu-satunya. Sebenarnya
tak perlu kauhirau himbauan itu. Panggilan itu.

Apakah makna kehidupan penyair? Tak lebih
daripada sajen bakaran. Sejenak memberikan api
dan banyak asap; sejenak memberikan cahaya
lalu beberapa baris huruf pudar di atas kertas.

Kepada Penyair Muda (6)


Penyair adalah dia yang terpaksa
memilih kata pada saat perangkat lain
sudah hilang daya. Seperti Arjuna
pada saat penentuan mengambil pasopati.

Bermula adalah kehidupan: Kebisingan
gebalau guruh yang membisukan sukma.
Penyair, kau bina hidup dengan sisa hening,
hikmah bisik: Terakhir adalah kata.

Terakhir adalah makna dan rasa, endapan sari
yang kauselamatkan dari haru-biru hayatmu
: Kerna kata semata hanya akan menyindirmu
andai hidupmu sendiri bukan sebuah puisi.

Kepada Penyair Muda (7)

Ketika seekor binatang bermimpi, jadilah ia
manusia. Ya, ajarlah saudara-saudaramu
melihat bintang-bintang, selagi kaki mereka
terbenam di lumpur, terpuruk dalam sejarah.

Bebaskan semangat mereka mengepakkan sayap,
yang hanya tergerak oleh kata-katamu.
Biar mereka melihat tanah air yang sebenarnya
dan tahu sudah berabad mereka jadi orang buangan.

Penyair muda, maka puisimu adalah percik lelatu
yang berpencar ketika mimpi menghantam kenyataan.
Wahai, beri kesempatan saudara-saudaramu melihat
barang sekejap masa depan mereka dalam gelita zaman.

Kepada Penyair Muda (8)

Kalau kata-katamu sekedar kata-kata belaka,
tak ada telinga bagi sajakmu, tak ada hati
akan disentuhnya. Anak muda, melangkahlah
bersama mereka di jalan-jalan raya sejarah.

Daki dengan saudara-saudaramu puncak harapan,
raba tunas putus asa yang paling dalam.
Saat kau beradu bahu menuju ke depan, saat kau lupa
siapa namamu, saat itu kau lahir sebagai penyair.

Maka di malam hari dunia kata-kata dari lidahmu
bagi mereka akan melukiskan fajar. Bagai murai
(yang dari balik kabut) tetap bernyanyi
tentang hari baru, apa pun, ya apa pun akan terjadi.

Kepada Penyair Muda (9)

Betapa dengan cemas kau tetap berjaga
agar jam tak berhenti berdetak, agar kau
tetap hadir sebagai makhluk sejarah.
Betapa gigih kau bertahan terhadap kantuk

yang menenggelamkan kesadaran bawah selimut
mereka yang melupakan utang pada masa lampau
dan janji pada masa depan: Lelap dan bermimpi
fajar baru akan tetap berada di balik kabut.

Penyair muda, karena kau menolak jadi ternak
kautinggalkan kandang kedudukan, perangkap harta
dan penjara dogma. Memilih bahaya dan kesunyian
kau bernyanyi bagi yang lain, di rimba kemerdekaan.

Kepada Penyair Muda (10)

Setitik embun menampung cemerlang hari.
Ah, betapa berahi kau merenunginya. Namun,
samudra pun selalu bernyanyi, betapa keruh
betapa bertopan pun ia. Samudra bergema abadi.


Hatimu adalah buhul segala masalah, kauurai
dalam hening samadi. Namun dunia adalah prahara,
kancah-api, puting-beliung dan guntur beribu
: Duniamu adalah jerit kelahiran dan pembantaian.

Penyair muda, jadikan hatimu pelaminan sepi
dan gempita kehidupan. Jadikan katamu bagaikan air
: Bahan bagi amukan gelora dan sejuta titik embun,
tempat fajar bercermin dan pagi membagi senyum.

1983-1987

Sumber: Nyanyian Tanah Air (2000)

Analisis Puisi:

Puisi "Kepada Penyair Muda" karya Saini KM merupakan sebuah karya yang kuat dan penuh makna. Puisi ini menyoroti tantangan, tanggung jawab, dan realitas kehidupan seorang penyair, serta harapan yang harus dibawa dalam setiap karya yang dihasilkan. Melalui sepuluh bagian yang terpisah, Saini KM menggugah penyair muda untuk memahami peran dan arti penting dari kata-kata yang mereka pilih.

Tema dan Makna

Puisi ini mengangkat tema tanggung jawab sosial dan eksistensialisme seorang penyair. Dalam setiap baitnya, Saini KM mengajak penyair muda untuk merenungkan posisi mereka di tengah-tengah masyarakat yang sering kali terpinggirkan. Karya ini bukan hanya sekadar tentang menulis puisi, tetapi juga tentang bagaimana kata-kata dapat memiliki dampak yang lebih luas bagi masyarakat.

Kepenyairan sebagai Ziarah

Di bagian pertama, Saini mengisyaratkan bahwa "kepenyairan adalah ziarah tanpa peta, pelayaran tanpa bintang." Ini menunjukkan bahwa menjadi penyair bukanlah sesuatu yang dapat diprediksi; itu adalah perjalanan yang dipenuhi ketidakpastian. Penyair harus siap untuk menghadapi berbagai tantangan dan mengatasi berbagai hambatan.

Kesadaran Sosial

Saini KM juga menekankan pentingnya kesadaran sosial di antara penyair. Dalam bagian ketiga, dia mengungkapkan bahwa meskipun penyair muda menyatakan cinta dan impian untuk tanah air, banyak di luar sana yang menderita. "Anak-anak kelaparan, luka perlu pembalut" adalah gambaran nyata tentang kondisi masyarakat yang diabaikan. Penyair muda diingatkan untuk tidak terjebak dalam impian yang idealis, tetapi juga untuk menyadari kebutuhan mendasar manusia.

Perjuangan dan Realitas

Bagian keempat dan kelima menjelaskan bahwa penyair harus berada di "tapak batas antara impian dan kenyataan." Di sinilah penyair dihadapkan pada pilihan: apakah mereka akan memilih untuk berkontribusi pada perubahan sosial atau tetap terjebak dalam dunia imajinasi mereka. Saini menyoroti realitas pahit yang dihadapi masyarakat, dan menuntut penyair untuk tidak melupakan tanggung jawab mereka dalam menciptakan perubahan melalui kata-kata.

Simbol dan Imaji

Puisi ini dipenuhi dengan simbol dan imaji yang memperkuat pesan yang ingin disampaikan. Misalnya, "sajen di candi dewata" melambangkan pengorbanan dan dedikasi yang harus dilakukan penyair untuk seni dan kebenaran. Saini juga menggunakan imaji alam, seperti "embun," "samudra," dan "badai," untuk menggambarkan perasaan dan tantangan yang dihadapi penyair dalam menjalani kehidupan.

Puisi "Kepada Penyair Muda" adalah sebuah panggilan bagi generasi penyair baru untuk menyadari tanggung jawab mereka. Saini KM dengan tegas menekankan bahwa kata-kata bukan hanya sekadar alat ekspresi, tetapi juga dapat menjadi senjata untuk mengubah dunia. Dengan memahami realitas kehidupan dan suara-suara yang terpinggirkan, penyair dapat menciptakan karya yang bukan hanya indah, tetapi juga bermakna dan berdampak.

Dalam setiap baitnya, puisi ini membangkitkan semangat untuk bertindak dan berbagi, mengajak para penyair muda untuk menorehkan jejak mereka dalam sejarah melalui kata-kata yang penuh makna. Dengan demikian, puisi ini tidak hanya berbicara tentang kepenyairan, tetapi juga tentang kemanusiaan dan keadilan sosial.

Puisi Saini KM
Puisi: Kepada Penyair Muda
Karya: Saini KM

Biodata Saini KM:
  • Nama lengkap Saini KM adalah Saini Karnamisastra.
  • Saini KM lahir pada tanggal 16 Juni 1938 di Kampung Gending, Desa Kota Kulon, Sumedang, Jawa Barat.
  • Saini KM dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan 1970-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.