Kentut Semar
kalau kentut Semar bisa membuat orang kelengar
apakah kentut Tuhan tidak bisa hancurkan dunia seisinya
bahkan alam semesta?
apakah kalau Semar bisa kentut
Tuhan kentut tak bisa?
akulah debu kentut-nya
yang dikentutkan jatuh di dunia
dan nanti akan kembali jadi debu kentut
sesudah uzur habis usia
kalau nanti organ-organ tubuh
aus, keropos, rusak tak lagi berfungsi
semua organ berhenti berfungsi. Mati!
bukan cuma aku, kau pun begitu!
ddduuuuuttttt..... kena kentut Semar
mampus! mati! mati!
Analisis Puisi:
Puisi “Kentut Semar” karya Rachmat Djoko Pradopo adalah sebuah karya yang menggunakan unsur humor dan kejenakaan untuk mengeksplorasi tema kematian, ketidakberdayaan, dan refleksi eksistensial. Melalui puisi ini, Pradopo menghadirkan pendekatan yang unik dalam menangani topik yang berat dengan cara yang menggelitik sekaligus menggugah pemikiran.
Tema dan Makna
Puisi ini memulai dengan pertanyaan retoris mengenai kekuatan kentut. Penulis membandingkan kentut Semar, karakter punakawan dalam wayang, dengan kentut Tuhan, menyoroti absurditas gagasan bahwa kentut yang sederhana bisa memiliki dampak kosmik. Perbandingan ini membingkai puisi dalam konteks yang lebih besar, menantang pembaca untuk mempertanyakan ukuran dan kekuatan hal-hal yang tampaknya sepele dalam kehidupan sehari-hari.
Simbolisme dan Metafora
- Kentut Semar: Semar adalah karakter dalam wayang kulit yang sering kali dianggap sebagai simbol kebijaksanaan dan humor. Dalam puisi ini, kentut Semar digunakan sebagai metafora untuk menunjukkan sesuatu yang dianggap remeh namun memiliki dampak besar. Kentut Semar melambangkan kekuatan yang tampaknya tidak signifikan tetapi dapat mempengaruhi banyak hal.
- Kentut Tuhan: Menanyakan apakah kentut Tuhan bisa menghancurkan dunia mengangkat gagasan tentang kekuatan absolut dan bagaimana sesuatu yang kecil atau tidak tampak bisa memiliki dampak yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Ini juga mencerminkan absurditas ide tentang kekuatan ilahi dalam hal-hal yang tampaknya sepele.
- Debu Kentut: Penulis mengidentifikasi dirinya sebagai “debu kentut,” menggambarkan diri sebagai sesuatu yang kecil dan tidak signifikan dalam skema besar kehidupan. Ini adalah pernyataan tentang ketidakberdayaan manusia dan bagaimana kita semua, pada akhirnya, akan kembali ke keadaan semula, yaitu debu.
Refleksi Eksistensial
Puisi ini berakhir dengan gambaran kematian yang kasar dan langsung. “Kena kentut Semar, mampus! mati! mati!” menyiratkan bahwa pada akhirnya, tidak ada yang bisa menghindar dari kematian. Pengekspresian ini adalah cara Pradopo untuk menunjukkan betapa tidak berdayanya kita sebagai manusia ketika dihadapkan pada takdir akhir.
Gaya dan Suasana
Dengan penggunaan bahasa yang lugas dan nada yang tegas, puisi ini menciptakan suasana yang memadukan humor dengan refleksi mendalam. Pradopo menggunakan gaya bahasa yang tidak konvensional untuk menghadapi tema besar dengan pendekatan yang lebih santai, namun tetap menggugah pikiran.
Puisi “Kentut Semar” karya Rachmat Djoko Pradopo adalah contoh menarik dari bagaimana puisi dapat mengeksplorasi tema berat dengan cara yang inovatif dan humoris. Melalui simbolisme kentut Semar dan kentut Tuhan, Pradopo mengundang pembaca untuk merenungkan konsep kekuatan, kematian, dan keberadaan manusia dengan perspektif yang segar. Puisi ini menggambarkan bahwa meskipun kita mungkin merasa kecil dan tidak berarti, kita tetap tak terhindarkan dari akhir hidup yang sama bagi setiap manusia.
Karya: Rachmat Djoko Pradopo
Biodata Rachmat Djoko Pradopo:
- Rachmat Djoko Pradopo lahir pada tanggal 3 November 1939 di Klaten, Jawa Tengah.
- Rachmat Djoko Pradopo adalah salah satu Sastrawan Angkatan '80.