Analisis Puisi:
Puisi Kasidah Cinta karya Abdul Wachid B. S. menawarkan pandangan mendalam tentang cinta dan hubungan antarmanusia. Menggunakan simbol pisang sebagai pusat narasi, puisi ini menciptakan metafora yang kaya untuk menggambarkan kompleksitas cinta, memberikan pesan tentang penerimaan, pengorbanan, dan keikhlasan.
Simbol Pisang: Cinta yang Terbagi
Puisi ini dibuka dengan penggambaran "setundun pisang di tangan kekasih," yang tidak hanya melambangkan cinta yang tulus, tetapi juga konsep berbagi. Pisang, sebagai buah yang manis dan berharga, mencerminkan cinta yang diharapkan bisa dinikmati bersama. Dalam konteks ini, pisang menjadi simbol dari perasaan kasih yang diharapkan dapat dibagikan tanpa rasa egois, di mana tidak ada hati yang "tersisih." Cinta yang sejati adalah cinta yang gigih dan berkelanjutan, meskipun terkadang tak terucap.
Pertanyaan Eksistensial dan Keberadaan Manusia
Penyair melanjutkan dengan pertanyaan retoris, “apakah manusia layak kera?” yang mengajak pembaca merenungkan sifat dasar manusia. Dalam konteks ini, cinta adalah esensi yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Ketika cinta hanya bersifat fisik atau sementara ("punya suka tetapi tanpa cinta?"), manusia menjadi lebih rendah dibandingkan dengan "malaikat." Ini menunjukkan bahwa cinta yang tulus dan mendalam menjadikan manusia lebih bermartabat dan berharga.
Cinta Sebagai Irama Jiwa
Puisi ini juga mengeksplorasi dinamika cinta yang memberi dan menerima, dengan frasa “senada dengan irama jiwa.” Cinta bukan hanya tentang apa yang diterima, tetapi juga tentang apa yang diberikan. Penyair menyatakan bahwa cinta dapat "menggubah lagu" yang indah, atau sebaliknya, menjadi "gagu," menunjukkan bahwa dalam cinta ada keindahan yang dihasilkan dari saling pengertian dan kolaborasi.
Refleksi Diri dan Kesadaran
Bagian selanjutnya menggambarkan perasaan cemas dan kesadaran diri. "Tetamu ini dalam ingatan" menggambarkan momen refleksi yang intim. Penyair menyadari kedudukannya sebagai "khayawan," yang menggambarkan perasaan rendah diri. Namun, momen kesadaran ini juga menciptakan harapan bahwa manusia memiliki potensi untuk "melebihi malaikat" ketika kebaikan dan cinta terwujud dalam tindakan.
Ketidakpastian Cinta
Momen ketidakpastian ditunjukkan ketika penyair menyadari bahwa "giliran aku termangu" dan bahwa pisang yang tersisa "telah bosok." Ini melambangkan rasa kehilangan dan keraguan dalam cinta. Ada kekhawatiran bahwa cintanya telah “bosok” karena keakuan dan sikap sok yang mungkin telah menghalangi hubungan sejati.
Cinta yang Matang dan Berharga
Di akhir puisi, ada pernyataan yang menggugah tentang cinta yang tulus. Dalam bisikan kekasih, dinyatakan bahwa cinta meskipun mungkin terlihat “sebosok pisang,” sesungguhnya tidak busuk. Cinta yang “jodoh” adalah cinta yang matang, langsung dari pohonnya. Ini menunjukkan bahwa cinta sejati, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, tetap memiliki nilai dan keindahan yang mendalam.
Puisi Kasidah Cinta karya Abdul Wachid B. S. mengajak pembaca untuk merenungkan esensi cinta yang sejati. Melalui simbol pisang, penyair menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang harus dibagikan dan diperjuangkan, meskipun terkadang menghadapi keraguan dan ketidakpastian. Cinta bukan hanya tentang menerima, tetapi juga tentang memberi, serta memiliki kedalaman yang melampaui penampilan fisik. Dengan penutupan yang manis dan harapan yang membara, puisi ini menegaskan bahwa cinta yang sejati selalu matang dan penuh makna, siap untuk dinikmati dalam kebersamaan.
Karya: Abdul Wachid B. S.