Kaendahan
(Bahasa Jawa)
Pijer kekejer sandhing pepadhang
Ketarik dayaning cahya sumunar
Urubing geni wani rinangsang
Katemahan sida mati kobar.
Warnendah kang rinengga ing sandhang
Mawa sesotya kang edi gumebyar
Asring agawe ati kegiwang
Nalar kesasar ketiwar-tiwar.
Pancen kena ingaran kalumrah
Yen mubarang kang inganggep endah
Sok gawe ketliweng kang ngarah.
Jer mung ati kang sanyata tentrem
Kang tawar marang sarupaning endem
Ening eling sajrone kasengsem.
Keindahan
(Bahasa Indonesia)
Selalu bergetar dekat penerang
Tertarik daya cahaya bersinar
Nyala api berani dirangsang
Tertimpalah mati berkobar
Indah warna terhias di sandang
Dengan kilatan yang indah bergebyar
Sering membuat hati tergoda
Nalar tersasar terpendar-pendar
Memang bisa disebut bersahaja
Bila segala yang dianggap indah
Sering membuat kehilangan arah
Hanyalah hati yang tenteram
Yang tahan terhadap segala godaan
Hening ingat dalam keterlenaan.
Sumber: Kejawen (26 September 1941)
Analisis Puisi:
Puisi "Kaendahan" karya Intojo adalah sebuah karya yang menggambarkan keindahan dan efeknya terhadap kehidupan manusia. Dalam puisi ini, Intojo mengeksplorasi tema tentang daya tarik keindahan, pengaruhnya terhadap perasaan dan pikiran, serta pentingnya ketenangan batin dalam menghadapi godaan dari luar. Melalui bahasa Jawa yang penuh makna dan simbolisme, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang konsep keindahan dan dampaknya pada jiwa manusia.
Tarikan Cahaya dan Daya Pikat
Puisi ini dimulai dengan gambaran tentang tarikan cahaya dan api sebagai metafora dari keindahan dan daya tariknya yang kuat:
"Pijer kekejer sandhing pepadhang / Ketarik dayaning cahya sumunar"
Baris ini menggambarkan bagaimana keindahan dan cahaya menarik perhatian dan memikat hati. "Pepadhang" (penerang) dan "cahya sumunar" (cahaya bersinar) menunjukkan daya tarik visual yang kuat.
"Urubing geni wani rinangsang / Katemahan sida mati kobar"
Nyala api yang berani dirangsang melambangkan keindahan yang memikat dan berpotensi berbahaya. "Mati kobar" mencerminkan intensitas dan kemungkinan kehancuran yang bisa terjadi akibat terpengaruh oleh keindahan.
Keindahan yang Menggoda
Selanjutnya Intojo menggambarkan bagaimana keindahan, baik dalam penampilan maupun warna, seringkali menggoda hati dan pikiran:
"Warnendah kang rinengga ing sandhang / Mawa sesotya kang edi gumebyar"
Keindahan warna pada pakaian ("sandhang") dan kilatan yang menyilaukan ("gumebyar") menunjukkan daya tarik yang tampaknya tak tertahankan.
"Asring agawe ati kegiwang / Nalar kesasar ketiwar-tiwar"
Keindahan yang sering kali membuat hati tergoda ("kegiwang") dan pikiran menjadi bingung ("kesasar"), menggambarkan bagaimana pesona keindahan dapat mengganggu keseimbangan emosi dan logika seseorang.
Keindahan dan Ketulusan Hati
Bagian akhir puisi mengalihkan fokus dari daya tarik keindahan kepada pentingnya ketenangan hati dan ketulusan:
"Pancen kena ingaran kalumrah / Yen mubarang kang inganggep endah / Sok gawe ketliweng kang ngarah"
Ini menunjukkan bahwa keindahan sering dianggap biasa atau umum, dan terkadang malah menyebabkan kehilangan arah dan kebingungan.
"Jer mung ati kang sanyata tentrem / Kang tawar marang sarupaning endem / Ening eling sajrone kasengsem"
Hanya hati yang tenang dan bebas dari godaan ("tentrem") yang dapat menghadapi keindahan dengan cara yang benar. "Ening eling" mengisyaratkan pentingnya kesadaran dan ingatan yang mendalam dalam menjaga ketenangan batin.
Puisi "Kaendahan" karya Intojo menyampaikan pesan tentang kompleksitas dan dampak dari keindahan. Melalui penggunaan metafora cahaya, api, dan warna, Intojo menggambarkan daya tarik keindahan yang kuat namun juga berpotensi membingungkan dan menyesatkan. Puisi ini mengingatkan kita bahwa meskipun keindahan memiliki daya tarik yang kuat, penting untuk menjaga ketenangan hati dan kesadaran agar tidak tersesat dalam ilusi. Dengan cara ini, kita dapat menghargai keindahan tanpa kehilangan arah atau keseimbangan dalam hidup.
Karya: Intojo
Biodata Intojo:
- Intojo (bernama lengkap Raden Intojo) lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 27 Juli 1912
- Intojo sering menggunakan nama samaran, di antaranya Heldas, Rhamedin, Ibnoe Sjihab, Hirahamra, Indera Bangsawan, dan Imam Soepardi.
- Intojo juga dikenal sebagai "Bapak Soneta Sastra Jawa Modern".
- Intojo meninggal dunia pada tahun 1965.