Puisi: Jendela (Karya Idrus Tintin)

Puisi "Jendela" karya Idrus Tintin mengajak pembaca untuk merenungkan siklus kehidupan, menerima berbagai emosi yang menyertainya, dan tetap ...
Jendela

Sepuluh ribu kali selamat pagi
Sepuluh ribu kali selamat malam
Kicau murai, fajar dan embun
Uap asin dari laut yang jauh
Bancuhan ketawa
            air mata
            mabuk
            dan
            doa khusuk
bersatu dengan derit engsel berkarat
jendelaku yang ramah
Setiap kali kubuka
Selamat pagi dunia!
Setiap kali kututup
Selamat malam! Selamat malam!
teka teki sepanjang hari
teka teki sepanjang hidup
bersatu dengan derit engsel berkarat
jendelaku yang ramah
duniaku yang tak pernah marah
Selamat pagi! Selamat malam! Selamat pagi! Selamat malam!

1987

Sumber: Horison (Januari, 1989)

Analisis Puisi:

Puisi "Jendela" karya Idrus Tintin merupakan karya yang kaya makna dan melambangkan hubungan antara individu dengan dunia di sekitarnya. Dalam puisi ini, jendela berfungsi sebagai simbol keterhubungan, harapan, dan refleksi terhadap kehidupan. Melalui pengulangan frasa "selamat pagi" dan "selamat malam," Idrus menciptakan ritme yang memberi kesan pada pembaca seolah-olah mereka sedang menyaksikan siklus harian kehidupan.

Tema dan Simbolisme

Puisi ini diawali dengan ungkapan “Sepuluh ribu kali selamat pagi, sepuluh ribu kali selamat malam,” yang menggambarkan siklus harian yang dialami oleh penyair. Jendela, dalam konteks ini, bukan hanya sebagai akses fisik ke dunia luar, tetapi juga sebagai penghubung emosional antara penyair dan lingkungan di sekelilingnya. Setiap kali jendela dibuka, penyair menyambut dunia dengan penuh semangat, menyatakan, “Selamat pagi dunia!” Ini menunjukkan rasa syukur dan optimisme terhadap kehidupan.

Kesatuan Emosi

Idrus juga menciptakan gambaran yang sangat puitis dengan menyatukan elemen-elemen yang tampaknya bertolak belakang—“bancuhan ketawa, air mata, mabuk, dan doa khusuk.” Frasa ini mencerminkan kompleksitas emosi yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan tidak hanya tentang kebahagiaan; ada juga kesedihan, kekhawatiran, dan harapan. Namun, semua emosi ini bersatu dalam jendela yang ramah, menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan, penyair tetap terbuka untuk menerima semua aspek kehidupan.

Derit Engsel Berkarat

Penggunaan "derit engsel berkarat" menggambarkan kenyataan bahwa meskipun ada keindahan di luar, ada juga tantangan dan ketidaknyamanan dalam kehidupan. Jendela yang berkarat ini mencerminkan pengalaman hidup yang tidak selalu mulus. Namun, meski ada derit dan kekurangan, penyair tetap bersyukur dan menganggap jendela tersebut sebagai bagian dari kehidupannya yang ramah. Ini menunjukkan sikap penerimaan terhadap realitas yang ada.

Penutup: Teka-Teki Kehidupan

Akhir puisi menegaskan bahwa kehidupan itu sendiri adalah teka-teki yang panjang dan kompleks—“teka-teki sepanjang hari, teka-teki sepanjang hidup.” Dengan menutup jendela pada malam hari, penyair tidak hanya mengucapkan selamat malam, tetapi juga memberi penekanan pada rasa syukur terhadap pengalaman yang telah dilaluinya. Puisi ini menutup dengan siklus berulang dari sapaan hangat, mengingatkan kita bahwa meskipun kehidupan penuh teka-teki, selalu ada ruang untuk optimisme dan harapan.

Puisi "Jendela" karya Idrus Tintin, dengan liriknya yang sederhana namun mendalam, mengajak pembaca untuk merenungkan siklus kehidupan, menerima berbagai emosi yang menyertainya, dan tetap terbuka untuk apa pun yang dunia tawarkan. Dengan demikian, puisi ini menjadi refleksi yang kuat tentang bagaimana kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita, melalui simbol jendela yang ramah.

Puisi Idrus Tintin
Puisi: Jendela
Karya: Idrus Tintin

Biodata Idrus Tintin:
  • Idrus Tintin (oleh sanak keluarga dan kawan-kawannya, biasa dipanggil Derus) lahir pada tanggal 10 November 1932 di Rengat, Riau.
  • Idrus Tintin meninggal dunia pada tanggal 14 Juli 2003 (usia 71 tahun) akibat penyakit stroke.
© Sepenuhnya. All rights reserved.