Analisis Puisi:
Puisi "Jejak Kemarau" karya D. Kemalawati menciptakan gambaran yang kuat tentang keadaan alam yang kering dan dampaknya pada kehidupan. Melalui imaji yang tajam dan nuansa melankolis, puisi ini menggambarkan rasa resah dan kehilangan yang dialami oleh alam dan manusia akibat kemarau yang berkepanjangan.
Imaji Alam dan Kehidupan
Diawali dengan frasa "Lubuk tak hijau," puisi ini langsung membawa pembaca pada gambaran ketidaksuburan. Lubuk, yang biasanya dipenuhi dengan kehidupan, kini kering dan kehilangan warna hijau yang seharusnya mencerminkan kesuburan dan harapan. Penyebutan "matahari tak singgah" memperkuat kesan ketiadaan dan kesedihan, seolah-olah sinar matahari, simbol kehidupan, juga enggan untuk hadir.
Kemudian, penulis menggambarkan "bergegas mencari galah," yang mengisyaratkan usaha untuk mencari cara atau alat untuk menghadapi kesulitan. "Menusuk lelah" menyiratkan keputusasaan yang dirasakan, seakan-akan setiap usaha hanya membawa keletihan tanpa hasil yang berarti.
Konflik antara Bulan dan Alam
Selanjutnya, puisi ini menyebutkan bahwa "Bulan selalu mengalah." Ini menciptakan citra bulan sebagai entitas yang menenangkan, meskipun berada dalam konteks kegelapan dan kekeringan. Bulan, yang sering dianggap sebagai simbol ketenangan dan keindahan, di sini berfungsi sebagai penyeimbang bagi "kawah tengadah," yang mencerminkan harapan dan kerinduan akan hujan. Keterpurukan ini menunjukkan bahwa meskipun ada harapan, kenyataan tetap membawa beban yang berat.
Di bait selanjutnya, "ilalang memajang resah," menggambarkan ketidakpastian dan kegelisahan yang dirasakan oleh alam. Ilalang, yang biasanya tumbuh dengan subur, kini menjadi simbol dari ketidakpastian yang melanda lingkungan. "Hamparan kering sajadah" menekankan kesedihan yang dirasakan oleh tanah yang gersang, seolah-olah alam sedang berdoa untuk hujan dan kehidupan kembali.
Akhir puisi dengan frasa "lubuk tetap tak hijau / galau riak kemarau" menegaskan bahwa kemarau ini bukan hanya masalah fisik, tetapi juga emosional. Ketiadaan hujan dan kehidupan menimbulkan rasa galau yang mendalam. Keterasingan dan kesedihan yang dirasakan oleh alam bisa dijadikan cermin bagi manusia untuk merenungkan keadaan diri mereka.
Puisi "Jejak Kemarau" adalah refleksi tentang hubungan manusia dengan alam dan dampak dari perubahan iklim serta kondisi lingkungan. D. Kemalawati berhasil menangkap nuansa kerinduan dan harapan di tengah kesulitan, mengajak pembaca untuk merasakan beban yang ditanggung oleh alam dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun mendalam, puisi ini mengajak kita untuk menyadari jejak kemarau tidak hanya di tanah, tetapi juga dalam hati dan jiwa kita.
Karya: D. Kemalawati
Biodata D. Kemalawati:
- Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.