Jalan Pulang
untuk edi
langit cerah
jauh ada bintang pindah
berkisar setapak dalam pandang.
sunyi malam ini seperti dibelah-belah
dentaman lonceng gereja
bermata tajam panjang-panjang.
gaungnya jauh menggema lagi
direlung-relung hati paling tersembunyi.
ah, alangkah biasa terasa.
di malam seperti ini bayi lahir ke dunia
dari kandungan pindah ke dalam pelukan
bersama kasih mesra
seorang ibu tapi tanpa bapa.
dia lahir dalam kekudusan yang suci
dia sang anak bawa pesan sang bapa.
kedatangan dan kepergiannya bersama harapan
penyucian serta pengampunan.
ditebusnya dosa ibu yang melahirkan
dosa semua penderita
yang tabah dalam penderitaannya.
di malam ini bayi-bayi juga lahir
bersama penderitaan hadapi kematian.
yang lahir dan yang melahirkan kembali memikul dosa
sang bapa yang menggantungkan harapan
pada senjata, dalam ketakutan
dikejar bayangan perbuatan sendiri.
ah, alangkah biasa terasa.
jika kekudusan malam ini
serta lonceng gereja bertalu
masih bisa bicara pada hati
-- ah, alangkah biasa terasa --
mereka pasti berbalik dan kembali
menemui diri sendiri terpaku
pada kayu salib di depan pintu
rumah yang ditinggalkan.
hanya jalan pulang yang menebus dosa
atau kembara bersama senjata
dalam ketakutan, menjadi anak hilang
di kening tercoret arang
ada bintang pindah
berkisar setapak dalam pandang.
di malam kudus ini
ada jalang pulang
untuk tidak hilang.
ah, alangkah biasa terasa.
Medan, malam natal 1958
Sumber: Dari Bumi Merah (1963)
Analisis Puisi:
Puisi "Jalan Pulang" karya HR. Bandaharo menyajikan gambaran mendalam dan penuh refleksi tentang kehidupan, penderitaan, dan pencarian makna dalam keheningan malam. Dengan gaya bahasa yang meditatif dan simbolis, puisi ini menyoroti tema kekudusan, dosa, dan harapan di tengah kehidupan yang sering terasa biasa namun penuh makna.
Keheningan dan Kekudusan Malam
Puisi ini dimulai dengan gambaran langit malam yang cerah dan bintang-bintang yang bergerak lambat, menciptakan suasana keheningan dan kekudusan. Suasana malam yang sunyi dipenuhi dengan dentaman lonceng gereja yang menggema di relung hati, menciptakan kontras antara ketenangan luar dan kerumitan batin.
- "langit cerah / jauh ada bintang pindah / berkisar setapak dalam pandang.": Menggambarkan suasana malam yang damai namun penuh dengan pergerakan simbolis.
Kelahiran dan Penderitaan
Puisi ini menggambarkan kelahiran bayi sebagai simbol kekudusan dan pengampunan. Bayi yang lahir membawa pesan dari sang bapa, menyiratkan kehadiran harapan dan penyucian dalam kekudusan malam. Namun, bayi juga dihadapkan pada penderitaan dan dosa yang diwarisi, mencerminkan siklus kehidupan yang penuh tantangan.
- "di malam seperti ini bayi lahir ke dunia / dari kandungan pindah ke dalam pelukan / bersama kasih mesra / seorang ibu tapi tanpa bapa.": Menunjukkan simbolisme kelahiran sebagai awal baru dalam konteks penderitaan dan pengampunan.
Kekudusan vs. Kehidupan Sehari-hari
Penulis menekankan ketegangan antara kekudusan malam dan kehidupan sehari-hari yang terasa biasa. Lonceng gereja yang bertalu menjadi simbol dari pesan spiritual dan pencarian makna di tengah kesederhanaan dan rutinitas hidup.
- "ah, alangkah biasa terasa.": Menyiratkan perasaan familiaritas dan kebiasaan di tengah pengalaman spiritual yang mendalam.
Penderitaan dan Harapan
Puisi ini juga membahas tentang penderitaan yang dihadapi oleh mereka yang lahir dan melahirkan, serta ketakutan yang mengikutinya. Perasaan dosa dan harapan untuk penebusan digambarkan dengan jelas, menekankan kompleksitas emosional dalam kehidupan manusia.
- "jika kekudusan malam ini / serta lonceng gereja bertalu / masih bisa bicara pada hati": Menunjukkan pentingnya refleksi dan pengertian di tengah penderitaan.
Jalan Pulang dan Penebusan
Bagian akhir puisi menyoroti konsep jalan pulang sebagai cara untuk menebus dosa dan menemukan makna. Jalan pulang di sini menjadi simbol perjalanan spiritual dan emosional untuk menemukan diri sendiri dan mendapatkan pengampunan. Bintang-bintang yang bergerak dan jalan pulang menggambarkan perjalanan mencari kembali makna dan identitas.
- "hanya jalan pulang yang menebus dosa / atau kembara bersama senjata / dalam ketakutan, menjadi anak hilang / di kening tercoret arang": Menggambarkan pencarian penebusan dan pengampunan dalam perjalanan hidup.
Puisi "Jalan Pulang" karya HR. Bandaharo adalah karya yang mendalam dan penuh makna, menggabungkan elemen keheningan malam, kelahiran, penderitaan, dan pencarian makna. Dengan bahasa yang simbolis dan meditatif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang makna kehidupan, penebusan dosa, dan harapan dalam konteks kekudusan dan rutinitas sehari-hari. Melalui refleksi ini, pembaca diundang untuk memahami kompleksitas emosional dan spiritual dalam kehidupan manusia.
Karya: HR. Bandaharo
Biodata HR. Bandaharo:
- HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
- HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
- HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.