Gerilya Kehabisan Peluru
Mati mati apa kau datang
peluru tinggal satu
tersungkur di pematang.
Tembaklah aku bila bisa
angin begitu mesra.
berlindung di butir padi
Api api ular menyembur
di kanan kiri luput
kali ini aku siluman.
Letuskan gunung Merapi
bila berani
aku di sini tidak menyerah
tersungkur di pematang.
Kawanku telah gugur
darah tetes dalam hati.
Untahkan apa kau punya!
di sini aku membela
di balik jerami
di balik tanah di balik mimpi
tembaklah aku bila bisa.
Mati mati bila kau datang
peluru tinggal satu
terkepung di pematang
tunggu tunggu kupunya menembus dada.
Sumber: Yang Bertanahair Tapi Tidak Bertanah (1962)
Analisis Puisi:
Puisi "Gerilya Kehabisan Peluru" karya Sabar Anantaguna merupakan sebuah karya yang kuat dan penuh emosi, menggambarkan situasi putus asa namun penuh semangat dalam menghadapi ancaman. Melalui puisi ini, Anantaguna tidak hanya menyoroti kesulitan yang dihadapi oleh pejuang, tetapi juga keberanian dan tekad yang tak kunjung padam meskipun berada di ujung tanduk.
Tema Perjuangan dan Keberanian
Puisi ini dimulai dengan nada yang menggugah, “Mati mati apa kau datang.” Kalimat ini menunjukkan kedalaman konflik yang dihadapi oleh tokoh puisi, yang berada dalam posisi terjepit dengan hanya satu peluru tersisa. Penggambaran ini menciptakan suasana tegang dan dramatik, menggambarkan ketidakberdayaan sekaligus keberanian untuk menghadapi kematian.
Simbolisme dan Imaji
Anantaguna menggunakan berbagai simbol dan imaji untuk memperkuat narasi. Misalnya, “angin begitu mesra” memberikan kesan bahwa meskipun dalam situasi yang genting, ada elemen alami yang mendukungnya. Di sisi lain, “api api ular” menambah suasana berbahaya yang mengelilingi sang pejuang. Kontras antara ketenangan alam dan ketegangan perang menciptakan ketegangan emosional yang kuat dalam puisi.
Tanda Kesedihan dan Kehilangan
Kesedihan mendalam juga tercermin dalam ungkapan “Kawanku telah gugur / darah tetes dalam hati.” Di sini, Anantaguna mengingatkan pembaca tentang kehilangan yang dialami para pejuang dalam perjuangan mereka. Darah yang tumpah tidak hanya menjadi simbol kematian fisik, tetapi juga lambang dari penderitaan dan kesedihan yang terus menghinggapi jiwa mereka.
Ketidakberdayaan dan Keteguhan
Meskipun dalam posisi terdesak, terdapat nuansa keteguhan dalam pernyataan “aku di sini tidak menyerah.” Frasa ini menunjukkan semangat tak kenal menyerah yang ada dalam diri pejuang. Mereka tidak hanya melawan dengan senjata, tetapi juga dengan keyakinan dan mimpi untuk mencapai kemerdekaan.
Penutup: Perjuangan yang Abadi
Puisi "Gerilya Kehabisan Peluru" adalah puisi yang menyentuh dan menggugah, menawarkan pandangan mendalam tentang perjuangan para pahlawan yang menghadapi kematian. Melalui penggambaran yang kuat dan simbolisme yang tepat, Sabar Anantaguna berhasil menciptakan sebuah karya yang tidak hanya merefleksikan keadaan saat itu, tetapi juga semangat juang yang tetap hidup meski dalam keadaan paling kritis.
Puisi ini mengingatkan kita bahwa meskipun peluru mungkin habis, semangat dan tekad untuk berjuang demi keadilan dan kebebasan akan selalu ada. Melalui kata-kata yang sederhana namun bermakna, Anantaguna mengajak kita untuk merenungkan arti sebenarnya dari perjuangan dan pengorbanan, serta pentingnya tetap berdiri teguh meskipun dalam situasi yang paling sulit.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.