Puisi: Gadis Tani (Karya Agam Wispi)

Puisi "Gadis Tani" merupakan refleksi yang kuat tentang kehidupan di pedesaan, cinta terhadap tanah, dan perjuangan sehari-hari.
Gadis Tani

pernah rumput-rumput bermusim bunga
di hijau padang mekar tak berbau
dan di pagi segar gadis tani tak berdandan

percikan lumpur kering di badan
terkenang kawan jauh di kota
menimbun-nimbun jalan berlobang
sedu-sedan bikin mereka celaka

mereka mencangkul di panas geram
hujan semalam kini terlupa
pasir di sungai pindah ke kota
rumput-rumput tertimbun kembali segar muda

ada melintas anak di rumah bertanya
ayah, kami tak mau adik lagi
selama dunia sempit begini

pernah rumput-rumput bermusim bunga
di hijau padang mekar tak berbau
dan di pagi segar gadis tani tak berdandan
karena cinta hidup dan tanah hitam

Pematang Siantar, 1951

Sumber: Yang Tak Terbungkamkan (1959)

Analisis Puisi:

Puisi "Gadis Tani" karya Agam Wispi menggambarkan kehidupan seorang gadis tani dengan nuansa yang dalam dan penuh makna. Melalui imaji yang kuat dan simbolis, puisi ini mencerminkan hubungan antara manusia, alam, dan perjuangan hidup.

Tema Keterhubungan dengan Alam

Pembukaan puisi menyiratkan keindahan alam dengan frasa "pernah rumput-rumput bermusim bunga / di hijau padang mekar tak berbau." Citra ini mengajak pembaca untuk merasakan kesegaran dan keindahan alam, tetapi juga menyoroti kesederhanaan hidup gadis tani yang tidak terpengaruh oleh keindahan luar. Dalam kesederhanaannya, dia tidak berdandan, mencerminkan fokus pada pekerjaan dan hubungan dengan tanah.

Kontras antara Desa dan Kota

Ketika puisi beralih ke pengalaman kawan-kawan di kota, terdapat kontras yang jelas. Frasa "menimbun-nimbun jalan berlobang / sedu-sedan bikin mereka celaka" menggambarkan kesulitan hidup di kota. Ini menyoroti bahwa meskipun ada keindahan alam di pedesaan, hidup di kota juga menyimpan tantangan dan kesedihan. Dengan kata lain, Wispi ingin menunjukkan bahwa kehidupan di kota tidak selalu lebih baik dibandingkan di desa.

Ketahanan dan Cinta terhadap Tanah

Penggambaran gadis tani yang bekerja di tengah "panas geram" dan melupakan "hujan semalam" menunjukkan ketahanan dan semangat juang. Dia mencintai tanah dan pekerjaannya, meskipun harus menghadapi tantangan. Hal ini tercermin dalam frasa "karena cinta hidup dan tanah hitam," yang menekankan betapa pentingnya hubungan antara manusia dan tanah sebagai sumber kehidupan.

Keluarga dan Masa Depan

Ketika anak di rumah bertanya, "ayah, kami tak mau adik lagi / selama dunia sempit begini," ada nuansa keputusasaan dan harapan yang hilang. Ini mencerminkan keadaan sosial yang sulit, di mana anak-anak merasa terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan. Ini menunjukkan betapa pentingnya perubahan untuk masa depan yang lebih baik.

Puisi "Gadis Tani" merupakan refleksi yang kuat tentang kehidupan di pedesaan, cinta terhadap tanah, dan perjuangan sehari-hari. Agam Wispi berhasil menciptakan gambaran yang mendalam tentang ketahanan manusia dan hubungan antara alam dan kehidupan. Melalui imaji yang kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan nilai-nilai yang sering terlupakan dalam kesibukan dunia modern. Dengan menyoroti kesederhanaan dan cinta hidup, puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya menghargai akar kita dan lingkungan di sekitar kita.

Agam Wispi
Puisi: Gadis Tani
Karya: Agam Wispi

Biodata Agam Wispi:
  • Agam Wispi adalah seorang penyair Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra)
  • Agam Wispi lahir pada tanggal 31 Desember 1930 di Pangkalan Susu, Medan, Sumatra Utara.
  • Agam Wispi meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1930 di 1 Januari 2003, Amsterdam, Belanda.
© Sepenuhnya. All rights reserved.