Puisi: Diburu kenangan (Karya Sobron Aidit)

Puisi "Diburu Kenangan" karya Sobron Aidit mengekspresikan rasa keterasingan dan kritik terhadap realitas sosial yang menindas.
Diburu kenangan

             Ketika aku sedang mau sendiri
             tak mau dengar radio
             tak mau lihat televisi
             tak mau mengetik
             emoh suara berisik
             tak lagi selera dengar musik.

             Maka berhalalah aku
             sendiri mematung kaku
             kututup mata, kututup telinga
             tapi pikiran ini mengembara sungguh jauh
             tentulah Tuhan tahu bahwa aku
             tadi pagi telah menulis surat kepada-Nya. 

        Saudaraku, kaum kerabat
        teman dan para sahabat
        siapakah lagi yang akan menjadi korban
        tiap hari makan jiwa menelan nyawa
    dulu Aceh, Timor Timur, Irian Barat
    lalu Kalimantan,--berulang-ulang
    terkadang hinggap pemangsa di pepohonan 
    dan rerantingan,--mengintip tajam
    kepada tubuh-tubuh bangsa
    dan dia tetap saja mengulum senyum
    menunggu orang-orang datang sowan
    datang mencium tangan
    dengan jiwa busuknya
    dengan hati jahatnya.

Paris, 21 Maret 1999

Analisis Puisi:

Puisi "Diburu Kenangan" karya Sobron Aidit menyuguhkan sebuah refleksi mendalam tentang ketidaknyamanan dan penderitaan yang dialami dalam konteks sosial dan politik. Dengan gaya bahasa yang kuat dan emosional, puisi ini mengekspresikan rasa keterasingan dan kritik terhadap realitas sosial yang menindas.

Tema Utama: Keterasingan dan Kritik Sosial

Tema utama dalam puisi "Diburu Kenangan" adalah keterasingan dan kritik sosial terhadap kondisi politik dan sosial. Puisi ini mengekspresikan perasaan terasing dan keputusasaan ketika dihadapkan dengan ketidakadilan dan kekerasan.
  • Keterasingan: Penulis mengungkapkan rasa keterasingan yang mendalam melalui keinginan untuk menyendiri dan menjauh dari berbagai gangguan eksternal. Ketika penulis "tak mau dengar radio," "tak mau lihat televisi," dan "tak mau mengetik," ia mencerminkan kebutuhan untuk menghindari kebisingan dan kekacauan dunia luar.
  • Kritik Sosial: Puisi ini mengandung kritik tajam terhadap ketidakadilan dan kekerasan yang merajalela di berbagai daerah, seperti Aceh, Timor Timur, Irian Barat, dan Kalimantan. Penulis mencatat bahwa kekerasan tersebut "makan jiwa menelan nyawa," mengkritik sikap apatis dan ketidakpedulian terhadap penderitaan yang terjadi.

Teknik Bahasa dan Imaji

Sobron Aidit menggunakan teknik bahasa dan imaji yang kuat untuk menyampaikan pesan dan emosinya dalam puisi ini:
  • Imaji Emosional: Penggunaan imaji seperti "ku tutup mata, ku tutup telinga" menggambarkan upaya penulis untuk menghindari kenyataan yang menyakitkan. Imaji ini menciptakan gambaran yang kuat tentang usaha untuk melarikan diri dari realitas yang tidak diinginkan.
  • Bahasa yang Kontemplatif: Bahasa puisi ini bersifat kontemplatif, dengan penulis menyampaikan perasaannya secara reflektif dan mendalam. Misalnya, "tentulah Tuhan tahu bahwa aku tadi pagi telah menulis surat kepada-Nya" menunjukkan pencarian spiritual dan perenungan pribadi dalam menghadapi situasi sulit.

Makna dan Refleksi

Puisi ini menggambarkan beberapa makna dan refleksi penting:
  • Pencarian Kedamaian Pribadi: Melalui keinginan untuk menyendiri dan menjauh dari gangguan, penulis mencerminkan kebutuhan untuk menemukan kedamaian pribadi di tengah kekacauan dunia. Ini menunjukkan betapa sulitnya mencari ketenangan dalam kondisi yang penuh dengan ketidakadilan dan kekerasan.
  • Kritik Terhadap Sistem Sosial: Kritik sosial yang tajam dalam puisi ini menggarisbawahi ketidakpedulian sistem terhadap penderitaan rakyat. Penulis menggambarkan kekerasan sebagai sesuatu yang terus-menerus terjadi dan menunjukkan betapa masyarakat sering kali menjadi korban dari kekuatan yang tidak adil.
Puisi "Diburu Kenangan" karya Sobron Aidit adalah sebuah karya yang mengungkapkan kegelapan memori dan kritik sosial terhadap kondisi sosial-politik yang tidak adil. Melalui bahasa yang kuat dan imaji yang mendalam, puisi ini menyampaikan perasaan keterasingan dan keputusasaan dalam menghadapi kekerasan dan ketidakadilan. Dengan menyentuh aspek-aspek emosional dan sosial, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi-kondisi yang sering kali diabaikan dan mencari pemahaman lebih dalam tentang penderitaan yang dialami oleh banyak orang.

Puisi Sobron Aidit
Puisi: Diburu kenangan
Karya: Sobron Aidit
© Sepenuhnya. All rights reserved.