Desa
Hari ini aku ke desa
hari ini ditelan ladang
warna hijau.
Hari ini aku ke gunung
hari ini mandi cahaya
cerlang membentang.
Desa, desa berlagu
Tani, tani kawanku
semi geraknya bunga-bunga
tumbuh geraknya kerja-kerja
keringat
bumi
jadi senyawa
jadi hidupnya
rambut kaki dicabut lumpur;
beri dendang, beri tembang
pada selanya: ayo, gyak, gyak, gyak,
siut pecut kasih pada kerbaunya.
Desa, desa berlagu
hijaulah daun
hijaulah harapan;
tanah tak punya
traktor tak punya
ayo, gyak, gyak, gyak, gyak
pecut kasih pada kerbaunya
pecutlah tuan tanahnya.
Desa, desa berlagu
hijaulah daun
semi geraknya bunga-bunga
padi kuning bukan punyanya.
Di tepi desa
di perbatasan tangis dan tawa:
ayo, gyak, gyak, gyak
maju ......
Sumber: Yang Bertanahair Tapi Tidak Bertanah (1962)
Analisis Puisi:
Puisi "Desa" karya Sabar Anantaguna menyampaikan keindahan dan kehidupan masyarakat desa melalui lirik yang puitis dan penuh makna. Dalam karya ini, Anantaguna menggambarkan keterkaitan antara manusia, alam, dan pekerjaan pertanian, serta harapan dan perjuangan masyarakat desa.
Tema Keindahan Alam dan Kehidupan Desa
Puisi ini dimulai dengan penggambaran perjalanan ke desa dan gunung, menciptakan kesan bahwa penulis merasakan kedamaian dan keindahan alam. "Hari ini aku ke desa / hari ini ditelan ladang / warna hijau" menunjukkan bahwa desa merupakan tempat yang subur dan menenangkan, di mana alam dan kehidupan masyarakat bersatu.
Simbolisme Kerja dan Kehidupan
Bagian selanjutnya menyoroti pentingnya kerja keras dalam kehidupan masyarakat desa. Ungkapan "keringat / bumi / jadi senyawa / jadi hidupnya" mengisyaratkan bahwa usaha dan pengorbanan petani adalah bagian integral dari kehidupan desa. Kehidupan petani yang terjalin dengan alam ditunjukkan melalui aktivitas seperti bercocok tanam dan memelihara hewan.
Nada Optimis dan Semangat Kolektif
Puisi ini juga memancarkan semangat kolektivitas dan optimisme. Penekanan pada lagu dan dendang menciptakan suasana kebersamaan, di mana masyarakat desa bersatu dalam bekerja dan merayakan hasil panen. Lirik "ayo, gyak, gyak, gyak" berulang kali menekankan ajakan untuk terus bergerak dan bekerja sama, meskipun dalam kondisi yang sulit.
Kritik Sosial dan Harapan
Ada elemen kritik sosial dalam puisi ini, terutama ketika menyebutkan "tanah tak punya / traktor tak punya." Ini menunjukkan ketidakadilan yang dihadapi oleh para petani yang sering kali tidak memiliki akses terhadap sumber daya yang mereka butuhkan untuk bekerja. Namun, meskipun ada tantangan, puisi ini tetap berakhir dengan nada harapan. "hijaulah daun / hijaulah harapan;" menunjukkan bahwa meskipun dalam kesulitan, ada harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Puisi "Desa" karya Sabar Anantaguna adalah sebuah penghormatan terhadap kehidupan masyarakat desa, yang terjalin dengan keindahan alam dan kerja keras. Melalui lirik yang puitis dan simbolis, Anantaguna tidak hanya menggambarkan realitas kehidupan petani, tetapi juga mengajak pembaca untuk merasakan kedamaian, semangat kolektivitas, dan harapan yang tumbuh dari kesulitan. Karya ini merupakan pengingat akan pentingnya mempertahankan hubungan harmonis antara manusia dan alam, serta keberanian untuk terus berjuang demi masa depan yang lebih baik.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.