Desa dalam Cinta
Gadis desa memetik sirih di dalam senja
menikmati lagu pertama dari kekasih
harap tinggal dalam kenangan:
Hari ini kusampaikan hati kepadamu, kekasih
tapi lagu tenggelam di kerongkongan
tapi getar di hati berpunya suka
Bila bunga di laut perbani
adalah hatiku mandi mentari
adalah kepak siburung nuri
Hari ini kusampaikan hati kepadamu, adik
bila wajah jadi cerah mimpi berpandangan
bila rebana berlulur berlabuh pantai terlarang
Adik sisayang, dosa apa bagi kita punya cinta
bila neraka dicipta untuk mereka benci dunia
Hari ini kusampaikan hati kepadamu, adik
Hari ini kupasrahkan bunga paling mesra.
Pelan-pelan, pelan-pelan, tukang gerobak berjalan
mendekati sigadis bertanya mesra:
- apa kau bermimpi, Ngatiyem
sirih muda hati menanti
+ Kakang, engkau nanti ke kota, kakang
- betul manisku betul
sapi lurahe jantan benggala
kupilih gerobak paling berwarna
+ jam berapa engkau ke sana, kakang
- kokok satu manisku kokok satu
bila bintang tertawa dalam malamnya
burunghantu menyendu di rumpun bambu
+ bawa apa engkau ke kota, kakang
- muat kayu manisku muat kayu
musim hujan laku di perempatan
musim begini dingin di hati
+ ah.
- mengapa manisku mengapa
+ tidak apa tidak apa
kunikmati langit senja
Keduanya tenggelam di pembayangan.
- Ngatiyem, kau bersedih Ngatiyem
+ tidak apa. ah, tidak apa
di mana letaknya duka
- mengapa kau membisu manisku
mengapa, ya, mengapa
+ kakang, ah, dengan siapa kau ke kota, kakang,
- sendiri saja, mengapa kau bertanya
dengan kicau burung di pohon nangka
dengan bulan di hati terbenam dada
Sirih Ngatiyem berjatuhan.
- ada apa mengapa membisu saja
+ kakang ah kakang
tidak apa tidak apa
aku hanya bertanya-tanya saja
Tukang gerobak memegangi kakitangga
Gadis takacuh tangan jejaka.
- Ngatiyem engkau curiga
bagaimana bisa batur bercanda
di jalan malam cinta, dibawa
Jejaka duduk di tanah,
Mandang Ngatiyem bermuka gundah.
+ kakang, ah, kakang
besok aku mesti ke kota
- engkau tidak percaya
+ kakang, ah, kakang
aku mesti ke kota
bapak sakit simbok malaria
- ah, mengapa begitu sedih
begitu bumi telah melatih
engkau kata duka di mana
tidak tadi mau berkata
+ Kakang ah kakang
musim hujan enam bulan
tapi mimpi berapa lama
Tukang gerobak senyum menyela:
- Ngatiyem jangan berduka
kita lahir dalam derita
di atas tanah setepak
di bayang sayap burung mengepak
Jangan duka jangan duka
kita ke kota bersama
Sigadis melanguti langitsenja.
+ kakang ah kakang
kembang nyiur kembang kelap
bapak sakit simbok malaria
kakang ah kakang
kembang ketimun digayut embun
musim hujan berpanen daun
musim begini harga sirih menurun
- tapi Ngatiyem tapi
aku ingat kata bung Niti
dalam duka mesti menyanyi
Keduanya kehabisan kata-kata
malam turun menutup senja.
Sumber: Yang Bertanahair Tapi Tidak Bertanah (1962)
Analisis Puisi:
Puisi "Desa dalam Cinta" karya Sabar Anantaguna menggambarkan keindahan dan kesedihan cinta yang terjalin dalam kehidupan sederhana di pedesaan. Melalui lirik yang puitis dan naratif, Anantaguna berhasil menampilkan nuansa emosional yang dalam, memadukan tema cinta dengan konteks sosial dan budaya yang kental.
Penggambaran Keindahan Alam dan Kehidupan Sederhana
Puisi ini diawali dengan gambaran "Gadis desa memetik sirih di dalam senja," yang menciptakan suasana damai dan romantis. Gambarannya mengindikasikan bahwa cinta tumbuh dalam konteks yang sederhana, di mana keindahan alam menjadi saksi bisu dari perasaan yang berkembang. Lirik ini mengisyaratkan bahwa momen-momen kecil, seperti memetik sirih, bisa menjadi bagian dari pengalaman cinta yang mendalam.
Perasaan dan Harapan yang Terkandung dalam Cinta
Sebagai pusat dari puisi ini, dialog antara gadis desa, Ngatiyem, dan jejaka mencerminkan kerentanan dan harapan dalam hubungan mereka. Frasa "Hari ini kusampaikan hati kepadamu, kekasih" menunjukkan keinginan untuk berbagi perasaan, meskipun terdapat ketegangan dan rasa cemas.
Setiap bait menunjukkan keraguan dan harapan, terutama ketika gadis tersebut mengekspresikan perasaannya, tetapi terhalang oleh keadaan yang sulit, seperti ketika dia berkata, "bila neraka dicipta untuk mereka benci dunia." Lirik ini mencerminkan pertentangan antara cinta yang tulus dan tantangan yang harus dihadapi.
Dialog yang Penuh Makna
Dialog antara Ngatiyem dan jejaka memperlihatkan dinamika hubungan yang dalam. Mereka berbagi kekhawatiran dan harapan di tengah keterbatasan yang ada. Ketika Ngatiyem mengatakan, "Bapak sakit simbok malaria," menunjukkan realitas kehidupan yang keras, di mana cinta harus berhadapan dengan kesulitan dan tanggung jawab. Ini adalah perwujudan dari kehidupan sehari-hari masyarakat desa yang sering kali dipenuhi dengan tantangan.
Simbolisme dan Motif
Penggunaan simbol-simbol seperti "sirih," "bulan," dan "tanah" memperkaya makna puisi ini. Sirih, yang merupakan simbol budaya, mencerminkan identitas dan tradisi. Bulan menjadi lambang harapan dan cinta, sedangkan tanah menandakan ikatan dengan tempat asal dan kehidupan yang sederhana.
Motif ketidakpastian juga sangat terasa dalam lirik, terutama saat Ngatiyem bertanya tentang masa depan dan perjalanan ke kota. Perasaan cemas akan kehilangan dan kerinduan menyelimuti percakapan mereka, menciptakan nuansa nostalgia yang mendalam.
Puisi "Desa dalam Cinta" adalah karya yang berhasil menangkap esensi cinta dalam konteks kehidupan pedesaan yang sederhana. Melalui penggambaran yang puitis dan dialog yang emosional, Sabar Anantaguna menyoroti kerentanan, harapan, dan tantangan yang dihadapi oleh pasangan muda dalam cinta mereka. Puisi ini tidak hanya berbicara tentang cinta, tetapi juga tentang realitas kehidupan, tanggung jawab, dan harapan untuk masa depan. Dengan demikian, Anantaguna mengajak pembaca untuk meresapi kedalaman cinta yang tak terpisahkan dari pengalaman hidup sehari-hari.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.