Cinta
(I)
Suatu waktu
dia datang kepadaku
Kurasakan kelembutan tangan
kesayangan
di punggungku
Suara altonya
berbisik tanya
kapan
selesai kucing‐kucingan
Aku menunduk
seperti orang kalah
Perlahan
memberi jawaban:
Tidurlah.
Dia nampak gelisah
Aku pahami hati
mencari sesuatu yang pasti
Kepastian
dalam ketidakpastian
belum jaminan
dalam kenyataan
dan aku pun mengenal perempuan
hal itu tak perlu kuucapkan
Kulihat dia pun tertidur
nafasnya demikian hangat
wajahnya begitu pasrah
seluruh batas‐batas hati
aku telusuri
(II)
Suatu pagi
dia datang
ke tempat kusembunyi
aku bukan pencuri
Terbata‐bata dia bilang
aku harus datang
aku tahu: kau kehabisan uang
ayah ibu bayi ini pergi
terpaksa kuajak ke mari
Tersekat kata‐kata
Mata berkaca‐kaca
Betapa arti cinta
Bayaran menjaga bayi
menghidupi laki‐laki
entah buronan atau bukan
tapi tanpa kebebasan
Tapi Si Mungil merah itu
menarik mata dan hati tetangga
gua pun seperti terbuka
Kupeluk dia
dengan bayi itu
bayi eropa
tak tahu siapa namanya
Aku pun tak tahu
apa yang harus kuucapkan
(III)
Waktu kau datang
dengan mata meruntuhkan hatiku
senyuman membungai
anyaman kawat jeruji
memisahkan tubuh kita
Aku tak tahu
apakah hati sudah terpisah
kita tidak saling mengucapkan
Hanya rabaan jarimu
pada jariku
di kawat‐kawat
setengah karat masih hangat
Waktu kau pamitan
kau tempelkan
dahimu pada kawat
kukecup
pahit di hati
Aku pun tak tahu
mengapa kau teteskan air mata
Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)
Analisis Puisi:
Puisi "Cinta" karya Sabar Anantaguna mengeksplorasi tema cinta yang kompleks, menyentuh pada kerentanan, harapan, dan kesedihan dalam hubungan antarmanusia. Dalam tiga bagian, puisi ini menggambarkan interaksi antara dua insan yang terjebak dalam situasi yang sulit, sekaligus menciptakan gambaran mendalam tentang perasaan dan kerinduan.
Struktur dan Tema Puisi
Puisi ini terbagi menjadi tiga bagian, masing-masing menggambarkan pengalaman cinta yang berbeda namun saling terhubung.
Bagian I: Kelembutan dan Kerentanan
Bagian pertama dimulai dengan kedatangan seorang perempuan yang memberikan kelembutan. "Suara altonya berbisik tanya" menunjukkan kedekatan dan keintiman, namun juga ada nuansa ketidakpastian. Kelembutan tangan yang "di punggungku" menggambarkan kehangatan kasih sayang, namun di balik itu terdapat rasa kalah, yang digambarkan melalui "Aku menunduk seperti orang kalah."
Ketidakpastian ini dilanjutkan dengan kerinduan akan kepastian dalam hidup. Kelemahan dan kekuatan perempuan, serta hubungan antara mereka, ditampilkan dengan indah. Kekuatan perempuan dalam mencari sesuatu yang pasti dalam situasi yang tidak pasti adalah tema sentral yang menyentuh perasaan.
Bagian II: Realitas dan Tanggung Jawab
Bagian kedua berfokus pada kedatangan perempuan di pagi hari yang menunjukkan kesadaran akan tanggung jawabnya. "Aku tahu: kau kehabisan uang" menggambarkan situasi sulit yang mereka hadapi, di mana cinta tidak hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Dalam frasa "bayaran menjaga bayi," terlihat bagaimana cinta seringkali harus berhadapan dengan realitas yang keras.
Rasa haru muncul ketika penulis menggambarkan bagaimana mereka berpelukan, berbagi momen dengan bayi yang mereka jaga. Keterikatan emosi ini menunjukkan bahwa cinta bukan hanya tentang romantisme, tetapi juga tentang saling mendukung dalam kesulitan.
Bagian III: Perpisahan dan Kesedihan
Bagian terakhir menyoroti momen perpisahan yang menyentuh. "Waktu kau pamitan" menggambarkan kesedihan saat harus berpisah, di mana sentuhan dan tatapan menjadi pengganti kata-kata. "Dahimu pada kawat" menciptakan gambaran kuat tentang batasan yang memisahkan mereka, baik secara fisik maupun emosional.
Perasaan pahit saat perpisahan ditandai dengan air mata yang menetes, menunjukkan kerentanan manusia dalam menghadapi kenyataan bahwa cinta sering kali disertai dengan kesedihan. Puisi ini mengingatkan kita bahwa cinta itu rumit, dan kadang-kadang kita harus menghadapi kenyataan yang menyakitkan.
Simbolisme dan Makna
Simbol "kawat jeruji" dalam puisi ini mencerminkan batasan yang menghalangi cinta mereka. Ini bisa diinterpretasikan sebagai representasi dari situasi sosial, ekonomi, atau bahkan psikologis yang membatasi hubungan.
Puisi ini juga menggambarkan kekuatan dan ketahanan cinta meskipun dalam situasi yang sulit. Meski dihadapkan pada ketidakpastian dan kesedihan, kedua tokoh tetap saling mendukung dan menemukan kekuatan dalam hubungan mereka.
Puisi "Cinta" karya Sabar Anantaguna adalah karya yang mendalam dan emosional, menggambarkan kerentanan, harapan, dan tanggung jawab dalam cinta. Melalui lirik yang puitis dan simbolisme yang kuat, pembaca diajak untuk merenungkan arti cinta yang tidak selalu mudah, tetapi selalu memiliki nilai yang dalam. Karya ini menegaskan bahwa cinta sejati dapat bertahan bahkan dalam kesulitan, dan bahwa hubungan antarmanusia selalu membawa harapan dan kesedihan sekaligus.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.