Catatan dalam Ingatan
Penjara itu keterbatasan
Keterbatasan itu penjara
Matahari pada tempatnya
bulan melingkar pada jalurnya
hati tidak tahu akan ke mana
Bila sel digerendel
senyuman dalam kegelapan
seorang diri, mengisi waktu
dengan mimpi atau membuat lagu
menulis sajak dalam ingatan
menanam bunga dalam angan‐angan
Hanya kalau datang kiriman
dari kekasih yang tidak boleh bertemu
ataupun pertemuan hanya semacam semu
bagai terbangun dari negeri impian
entah baik entah buruk
terpuji atau terkutuk
bagi diri tanpa arti
hanya seperti mimpi
karena arti kata
ada pada pertemuan manusia
Dan aku tidak tahu berapa lama harus bermimpi
Walaupun terbangun masih juga di negeri mimpi
bagai pulau dipaksakan di lingkung karang kering
bagai telah direngkahkan jurang hidup menganga
kujembatani dengan hatiku cinta nyawa
karena kekasih pun hanya tinggal impian
Barangkali orang sukar memahami
sepahit‐pahit arti
manusia enggan hilang harga diri
Kamarku lebih tepat selku
tempat tidurku, tempat berakku, kamar makanku
tidak memberikan jawaban
meski temboknya coreng moreng penuh catatan
mungkin dari angkatan ke angkatan
Dia tidak tertawa
menjenguk wajah hampa
tidak duka tidak gembira
Mengirim makanan
tanpa rayuan
Aku bertemu makna baru
lapar tertarik makanan daripada cumbu
baru kenyang berbaring dalam selku
terkenang betapa mesra dulu dia memelukku
Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)
Analisis Puisi:
Puisi "Catatan dalam Ingatan" karya Sabar Anantaguna menggambarkan pengalaman yang mendalam dan penuh emosi tentang kehidupan dalam penjara. Dengan penggunaan simbolisme dan tema yang kuat, puisi ini menciptakan gambaran tentang keterasingan, harapan, dan kerinduan, serta bagaimana semua itu dihadapi oleh seseorang yang terkurung dalam ruang yang sempit dan gelap.
Tema Keterbatasan dan Penjara
Pembukaan puisi ini langsung memperkenalkan tema utama, yaitu keterbatasan yang dialami oleh individu dalam penjara. Kalimat "Penjara itu keterbatasan, Keterbatasan itu penjara" menegaskan bahwa penjara bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang keadaan mental dan emosional. Dalam konteks ini, keterbatasan yang dialami oleh si tokoh puisi bukan hanya dari sisi fisik, tetapi juga dari kemungkinan untuk berinteraksi dengan dunia luar.
Kontradiksi antara Harapan dan Kenyataan
Bait-bait selanjutnya menggambarkan kehidupan sehari-hari dalam penjara, di mana si tokoh merasa terasing meskipun matahari dan bulan tetap berfungsi sesuai jalurnya. "Hati tidak tahu akan ke mana" menunjukkan kebingungan dan kehilangan arah yang dirasakan. Keberadaan mimpi dan lagu sebagai cara untuk mengisi waktu menjadi penggambaran bagaimana individu mencoba melawan kegelapan dan kesunyian.
Di sini, penulis menggunakan teknik penggambaran yang kuat, menekankan bagaimana seorang individu dapat menciptakan keindahan dan harapan di tengah kondisi yang sangat terbatas. "Menulis sajak dalam ingatan, menanam bunga dalam angan-angan" mencerminkan upaya untuk tetap hidup dan berharap meskipun terkurung.
Kerinduan dan Pertemuan Semu
Puisi ini juga menggambarkan kerinduan terhadap cinta yang tidak dapat dijalani secara nyata. Ketika penulis menyebutkan "hanya kalau datang kiriman dari kekasih yang tidak boleh bertemu," ini menyoroti betapa pentingnya koneksi manusia, meskipun hanya dalam bentuk surat. Pertemuan yang digambarkan sebagai "semacam semu" menunjukkan harapan yang rapuh; meskipun ada cinta, kenyataannya tetap tidak bisa dicapai.
Konsep pertemuan ini juga digambarkan sebagai "terbangun dari negeri impian," menekankan bahwa meskipun seseorang berusaha untuk menemukan kebahagiaan dan kenyataan, mereka tetap terjebak dalam keadaan yang tidak menggembirakan.
Keterasingan dan Kehampaan
Pada bagian puisi yang menyatakan "Kamarku lebih tepat selku," penulis menunjukkan rasa terasing dan kehilangan identitas. Ruang yang seharusnya menjadi tempat berlindung kini terasa seperti sel yang membatasi. Tembok-tembok yang penuh dengan catatan dari generasi sebelumnya mencerminkan bahwa keterasingan ini bukan hal baru, tetapi telah dialami oleh banyak orang sebelum tokoh puisi ini.
Harapan di Tengah Kesedihan
Puisi ini mencapai momen refleksi ketika penulis menyadari bahwa "lapar tertarik makanan daripada cumbu." Dalam konteks ini, penulis menunjukkan bahwa kebutuhan fisik bisa mengalahkan kebutuhan emosional, menciptakan makna baru dalam hidupnya di tengah keterbatasan. Penutup puisi, yang mengingatkan akan masa-masa mesra dengan kekasih, memberikan sentuhan nostalgia yang mendalam dan menyentuh hati.
Puisi "Catatan dalam Ingatan" adalah puisi yang menggambarkan pengalaman mendalam tentang kehidupan di penjara, menggabungkan tema keterbatasan, kerinduan, dan harapan dengan cara yang sangat emosional. Sabar Anantaguna berhasil menciptakan gambaran yang kuat tentang bagaimana seseorang dapat menemukan keindahan dan harapan di tengah kegelapan, sambil tetap berpegang pada cinta dan kenangan yang menguatkan. Melalui puisi ini, pembaca diingatkan akan kekuatan jiwa manusia untuk bertahan dan menciptakan makna, bahkan dalam situasi yang paling sulit.
Karya: Sabar Anantaguna
Biodata Sabar Anantaguna:
- Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
- Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.