Puisi: Canda Hari Pertama (Karya Sabar Anantaguna)

Puisi "Canda Hari Pertama" karya Sabar Anantaguna mengeksplorasi tema identitas, harga diri, dan makna kehidupan dalam konteks sosial yang lebih luas.

Canda Hari Pertama


belanak di periuk
bila mengantuk
tidurlah duduk

Bukan Hotel Indonesia
Tanpa harga

Di mana harga diri
Di etalase atau dalam hati?

Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)

Analisis Puisi:

Puisi "Canda Hari Pertama" karya Sabar Anantaguna mengeksplorasi tema identitas, harga diri, dan makna kehidupan dalam konteks sosial yang lebih luas. Melalui permainan kata dan imaji yang sederhana namun tajam, puisi ini menyampaikan kritik yang mendalam terhadap masyarakat dan nilai-nilai yang seringkali dilupakan.

Imaji yang Menarik

Pembukaan puisi dengan "belanak di periuk / bila mengantuk / tidurlah duduk" menciptakan gambaran yang lugas tentang situasi sehari-hari. Belanak, ikan yang umum di wilayah pesisir, memberikan konteks lokal yang kuat. Frasa "tidurlah duduk" mengisyaratkan ketidaknyamanan dan keadaan yang dipaksakan, mungkin menggambarkan kehidupan yang harus dijalani tanpa pilihan.

Kritik Sosial: Harga dan Harga Diri

Baris "Bukan Hotel Indonesia / Tanpa harga" menyoroti perbandingan antara tempat tinggal dan harga diri. Hotel Indonesia, sebagai simbol kemewahan dan status, memperlihatkan betapa pentingnya pengakuan sosial di masyarakat. Namun, pernyataan bahwa "tanpa harga" memberikan nuansa sinis, seolah menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut bisa dipertanyakan. Ini membawa pembaca untuk merenungkan tentang apa yang sebenarnya berharga dalam hidup.

Pertanyaan Provokatif

Pertanyaan "Di mana harga diri / Di etalase atau dalam hati?" menjadi inti dari puisi ini. Anantaguna mengajak kita untuk merenungkan perbedaan antara harga diri yang tampak (etalase) dan yang sesungguhnya (hati). Etalase, sebagai simbol dari penampilan dan materialisme, menggambarkan tekanan sosial untuk menunjukkan sesuatu yang diinginkan oleh masyarakat. Sebaliknya, harga diri dalam hati menunjukkan kedalaman karakter dan integritas seseorang yang tidak tergantung pada pengakuan eksternal.

Puisi "Canda Hari Pertama" bukan hanya sekadar canda atau humor, melainkan sebuah renungan kritis tentang nilai-nilai yang seringkali terabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Anantaguna berhasil mengajak pembaca untuk mempertimbangkan apa yang benar-benar penting dalam hidup: apakah itu penampilan luar atau nilai-nilai batin yang sejati. Dengan imaji yang sederhana, puisi ini menawarkan lapisan makna yang mendalam, membuatnya relevan untuk setiap individu yang merenungkan identitas dan makna hidup dalam konteks sosial yang lebih luas.

Sabar Anantaguna
Puisi: Canda Hari Pertama
Karya: Sabar Anantaguna

Biodata Sabar Anantaguna:
  • Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
  • Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • WanasariAda -- bayi -- tak bisa menangismatanya pudar-pudar.Ada -- bayi -- tak nangis terlahirrambutnya jurai-jurai.Dia -- Ibunya kelaparanDia -- Ibunya kematianGunung gampingtanah…
  • Sisa Gerilya(I)Petani di tepi kalirumah rapuh tertebas angintak terucapkan kelahirannyadibayang-bayang mega putihSemula ku ditolak tidurtikar tua daun pandantak terucapkan penyesal…
  • Petani Pulang dari Bui(I)Ingatan belum kering bilatuan Sukiman bikin razziatuan Sukiman bikin razziaPada jalan pulang ingatan basahbayi umur tujuh hari pipinyaberbunga merah.Dia ke…
  • HidupDampar sawah -- mata tak sampai ujungnyadebur laut -- telinga tak dengar batasnyamanusia punya duniamanusia punya hidupnyahidupnya punya dambadambanya punya letupan.Hati, meng…
  • Cerita Ambarawa(I)Kang Kromo tenggelam di dalam dendamwarisan moyang dibawa pulangbutir padi keras menyumpahaku yang menggarap tanah!Kang Kromo tak lupa tanah gerilyanasi sepiring …
  • Lagu Anak Desa(kembang bulan di desa)Rongge-rongge, anak sorak sore-sorekembang pinang berlenggangdi puncak batang.Lae-lae, bibi nyanyi ole-olekembang gadung bermenungmembeli payun…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.