Puisi: Buruh (Karya Adi Sidharta)

Puisi "Buruh" karya Adi Sidharta mengisahkan tentang kondisi sosial yang dialami oleh mereka yang terpinggirkan.
Buruh

Di antara Sabang dan Merauke
berkeliaran makhluk yang tidak punya apa-apa lagi.

Tidak kasih kepada gadis
tidak kasih kepada kerosi
tidak kasih kepada duit.

Hatinya sunyi dan keras
matanya kering dan beringas
otaknya boneka dari citanya.

Tidak kenal ampun, tidak kenal kalah
tidak kenal takut, tidak kenal mampus
dibasmi satu muncul seribu.

Di antara Sabang dan Merauke
berkeliaran kini makhluk-makhluk miskin kaya dengan
                                                    kasih kepada semua.

Sumber: Rangsang Detik (1957)

Analisis Puisi:

Puisi "Buruh" karya Adi Sidharta adalah karya yang menyentuh hati, menggambarkan perjuangan dan penderitaan kaum buruh di Indonesia. Dengan latar belakang geografis yang luas, dari Sabang di ujung barat hingga Merauke di ujung timur, puisi ini mengisahkan tentang kondisi sosial yang dialami oleh mereka yang terpinggirkan.

Kondisi Kaum Miskin

Diawali dengan gambaran tentang "makhluk yang tidak punya apa-apa lagi," Sidharta langsung mengarahkan perhatian pembaca pada kondisi kaum buruh dan masyarakat miskin. Pernyataan ini menciptakan gambaran visual tentang kehidupan yang hampa dan kekurangan, di mana mereka tidak memiliki kasih sayang maupun harta. Ketidakmampuan untuk memberi kasih, baik kepada gadis, kerusi, atau duit, menunjukkan keadaan hidup yang memprihatinkan.

Kekerasan Hati dan Kehampaan

Sidharta melanjutkan dengan deskripsi yang kuat tentang keadaan mental dan emosional kaum buruh: "Hatinya sunyi dan keras, matanya kering dan beringas." Ini menegaskan betapa kerasnya kehidupan yang mereka jalani, di mana segala bentuk rasa kasih dan kemanusiaan seolah terhapus. Gambaran otak yang menjadi "boneka dari citanya" menunjukkan betapa mereka terperangkap dalam citra yang buruk, yang merusak potensi dan identitas mereka sebagai manusia.

Perlawanan dan Keteguhan

Di bagian selanjutnya, puisi ini menunjukkan sifat ketidakkenalan akan ampun, kalah, atau takut. Pernyataan ini menggambarkan keteguhan dan keberanian kaum buruh dalam menghadapi ketidakadilan. Dengan frasa "dibasmi satu muncul seribu," Sidharta menekankan bahwa meskipun banyak di antara mereka yang teraniaya, semangat perlawanan tetap hidup. Ini menggambarkan bahwa perjuangan mereka tidak akan padam begitu saja, meskipun banyak tantangan yang dihadapi.

Harapan dan Persatuan

Di akhir puisi, Sidharta menyiratkan adanya harapan dengan menyebutkan "makhluk-makhluk miskin kaya dengan kasih kepada semua." Ini mencerminkan potensi untuk bersatu dan saling mendukung di antara sesama. Meskipun mereka hidup dalam kemiskinan, kasih sayang dan solidaritas antar sesama menjadi kekuatan yang dapat memperbaiki kondisi mereka. Harapan ini menjadi inti dari perjuangan mereka, bahwa meskipun mereka tidak memiliki banyak secara materi, mereka tetap kaya dalam hubungan sosial dan kasih sayang.

Suara Kaum Tertindas

Puisi "Buruh" karya Adi Sidharta memberikan suara kepada mereka yang sering kali terabaikan dalam masyarakat. Melalui gambaran kuat tentang kehidupan kaum buruh, Sidharta tidak hanya menceritakan kisah penderitaan, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya persatuan dan kasih sayang di antara sesama. Dalam konteks perjuangan sosial, puisi ini menjadi pengingat bahwa meskipun tantangan besar dihadapi, harapan untuk perubahan tetap ada.

Dengan bahasa yang lugas dan gambarannya yang mendalam, Sidharta berhasil mengungkapkan esensi dari perjuangan kaum buruh dan pentingnya solidaritas dalam menghadapi ketidakadilan. Puisi ini bukan hanya sekadar karya sastra, tetapi juga seruan untuk mengingat dan memperjuangkan hak-hak kaum miskin dan terpinggirkan.

Adi Sidharta
Puisi: Buruh
Karya: Adi Sidharta

Biodata Adi Sidharta:
  • Adi Sidharta (biasa disingkat A.S. Dharta) lahir pada tanggal 7 Maret 1924 di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2007 (pada usia 82 tahun) di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta memiliki banyak nama pena, antara lain Kelana Asmara, Klara Akustia, Yogaswara, Barmaraputra, Rodji, dan masih banyak lagi.
© Sepenuhnya. All rights reserved.