Puisi: Buchenwald (Karya Agam Wispi)

Puisi "Buchenwald" karya Agam Wispi mengangkat tema tentang penderitaan dan perlawanan di dalam konteks sejarah kelam, yaitu kamp konsentrasi ...
Buchenwald

mereka gali lobang
dan mati bersama
mulut terkatup diam
biar apapun siksa

mengerang seorang di kamar maut
jangan harap dia kianat
sebab di jantung internasionale mendegup
walau mulut tertutup rapat

di sini goethe dihina sarjana
"bagaimana manusia bisa dihancurkan?"
di sini goethe biji mata pejuang derita
dari pohonnya tawanan memahat patung kesayangan

tiap senti gerobak berderak
tiap potong batu melapis jalan
di punggung darah mengucur berserak
seorang gugur yang lain berlawan

telah pergi ernst thaelmann
baginya kepala dirundukkan
sudah datang ernst thaelmann
dan hitler dimusnahkan

di belakang kawat listrik atau digubuk petani
perlawanan tak pernah kenal diam
dan komunisme mengalahkan mati
menggema di dada anak jantan

Buchenwald, Juli 1959

Sumber: Sahabat (1959)

Analisis Puisi:

Puisi "Buchenwald" karya Agam Wispi mengangkat tema tentang penderitaan dan perlawanan di dalam konteks sejarah kelam, yaitu kamp konsentrasi Buchenwald. Melalui liriknya yang kuat dan emosional, Wispi menyampaikan pesan tentang keberanian manusia menghadapi tirani dan penindasan, meskipun dalam situasi paling tidak berdaya sekalipun.

Penderitaan dan Kematian Bersama

Pembukaan puisi menggambarkan situasi yang memilukan, di mana "mereka gali lobang dan mati bersama." Frasa ini menciptakan gambaran visual yang kuat tentang kematian massal di kamp konsentrasi. Penggunaan kata "mulut terkatup diam" menunjukkan ketidakberdayaan para tahanan, yang meskipun menderita, tidak dapat bersuara. Ini mencerminkan kondisi nyata di mana banyak orang mengalami kekejaman tanpa bisa melawan.

Suara yang Tak Terpadamkan

Ketika Wispi menulis tentang "mengerang seorang di kamar maut," ia menekankan bahwa meskipun dalam kesunyian, ada suara perlawanan yang tetap hidup. Ungkapan "di jantung internasionale mendegup" menunjukkan bahwa meskipun mulut para tahanan tertutup, semangat perlawanan masih ada. Ini adalah pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan dan kebebasan selalu ada, bahkan di saat-saat paling gelap.

Pertentangan antara Karya dan Kekejaman

Penggunaan referensi kepada Goethe sebagai "dihina sarjana" menciptakan kontras antara seni dan kekejaman. Goethe, yang dikenal sebagai seorang penyair dan pemikir, dihadapkan pada kenyataan bahwa kemanusiaan dapat dihancurkan. Dalam konteks ini, Wispi menunjukkan bahwa bahkan dalam dunia yang dipenuhi dengan karya seni dan pemikiran, kekejaman bisa mengalahkan semua itu.

Perlawanan yang Tidak Pernah Padam

Bagian yang menggambarkan "tiap senti gerobak berderak" dan "tiap potong batu melapis jalan" menunjukkan bahwa setiap langkah dalam kehidupan tahanan adalah bagian dari perlawanan. Wispi menekankan pentingnya setiap tindakan, betapapun kecilnya, dalam melawan penindasan. Penggunaan metafora ini menciptakan gambaran tentang perjuangan yang terus-menerus.

Simbol Kekuatan dan Harapan

Kehadiran Ernst Thaelmann, seorang pemimpin komunis yang dipenjara oleh Nazi, sebagai simbol perjuangan dan harapan memberikan dimensi lebih dalam pada puisi ini. "Sudah datang Ernst Thaelmann dan Hitler dimusnahkan" menandakan keyakinan bahwa perjuangan akan membuahkan hasil. Ini menunjukkan optimisme bahwa kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan menang.

Puisi "Buchenwald" adalah seruan untuk mengingat penderitaan yang dialami oleh banyak orang dan menegaskan pentingnya perlawanan terhadap penindasan. Melalui liriknya yang penuh emosi, Agam Wispi mengajak pembaca untuk merenungkan kekuatan manusia dalam menghadapi ketidakadilan. Puisi ini tidak hanya merupakan pengingat tentang sejarah yang kelam, tetapi juga tentang harapan dan semangat juang yang tidak pernah padam.

Agam Wispi
Puisi: Buchenwald
Karya: Agam Wispi

Biodata Agam Wispi:
  • Agam Wispi adalah seorang penyair Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
  • Agam Wispi lahir pada tanggal 31 Desember 1930 di Pangkalan Susu, Medan, Sumatra Utara.
  • Agam Wispi meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1930 di 1 Januari 2003, Amsterdam, Belanda.
© Sepenuhnya. All rights reserved.