Puisi: Braga (Karya Iyut Fitra)

Puisi Braga karya Iyut Fitra mengajak pembaca untuk merenungi tema janji, harapan, dan kesunyian dalam konteks sebuah tempat yang sarat dengan ...
Braga

Ia telah berjanji di braga
perempuan itu
dalam sebuah pesan akan menunggu
dengan baju warna merah
serupa gedung-gedung tua
atau lukisan-lukisan lama
ia bayangkan malam akan sedikit nakal
di antara para pejalan yang entah datang
entah pulang

“bawakan semua yang selama ini kaupendam
di braga malam tak akan cepat dijemput pagi!”

seorang yang entah dari mana
bercerita tentang kota tua
toko musik
pedagang buku
juga muasal kota kembang
seraya mengisap rokok dalam-dalam
lalu pergi begitu saja

seorang tua
di trotoar
melukis hitam putih kota lama
bangunan eropa
atau barangkali bekas bioskop
lalu merobeknya tiba-tiba

hampir separuh malam
bulan merah
ia terima lagi sebuah pesan
“sudahkah kau di braga?
bila malam telah berlalu
kau akan mengerti makna menunggu!”

ia telah berjanji di braga
perempuan itu
tak kunjung datang

Analisis Puisi:

Puisi Braga karya Iyut Fitra mengajak pembaca untuk merenungi tema janji, harapan, dan kesunyian dalam konteks sebuah tempat yang sarat dengan sejarah dan kenangan. Dengan latar belakang Kota Braga, puisi ini menghadirkan gambaran yang kaya akan emosi dan simbolisme, serta memperlihatkan pertemuan antara masa lalu dan masa kini.

Janji yang Menggantung

Puisi ini dibuka dengan pernyataan bahwa "ia telah berjanji di braga." Janji ini memberikan kesan bahwa ada harapan yang besar yang diciptakan antara dua orang, khususnya antara seorang pria dan perempuan yang menunggu. "Dengan baju warna merah" memberi nuansa visual yang kuat dan emosional, menciptakan bayangan tentang semangat dan kerinduan. Merah, sebagai simbol cinta dan hasrat, menekankan kedalaman perasaan yang terlibat dalam janji ini.

Latar Kota Braga dan Atmosfer Nostalgia

Braga sebagai latar mengangkat nuansa nostalgia dan keindahan kota tua. Penyebutan "gedung-gedung tua" dan "lukisan-lukisan lama" menciptakan citra tempat yang sarat dengan sejarah dan kenangan. Perempuan itu membayangkan malam yang "sedikit nakal," yang menambah nuansa misteri dan ketegangan emosional, di mana harapan dan kerinduan saling berhadapan. Kesibukan "para pejalan yang entah datang entah pulang" menggambarkan dinamika kehidupan yang berlangsung di sekelilingnya, di mana setiap orang memiliki cerita dan tujuan masing-masing.

Kehadiran Karakter Seputar

Di dalam puisi, Fitra menghadirkan berbagai karakter yang mengisi suasana malam di Braga. Seorang yang "entah dari mana" menceritakan tentang kota tua dan segala keindahannya, menggambarkan kesan kehidupan yang dinamis. Karakter ini, yang merokok dan kemudian pergi, menciptakan suasana yang sementara, memperlihatkan betapa cepatnya kehidupan berlalu, meski banyak cerita yang bisa dituturkan.

Selain itu, terdapat "seorang tua di trotoar" yang melukis "hitam putih kota lama," simbol dari memori dan sejarah yang terabadikan dalam bentuk seni. Melalui karakter-karakter ini, puisi menciptakan konteks yang kaya akan pengalaman dan perjalanan waktu.

Pesan yang Tak Kunjung Tiba

Sebagian besar puisi ini ditandai dengan ketidakpastian dan penantian. Pesan yang diterima "bulan merah" menandakan harapan dan keraguan, “sudahkah kau di braga? bila malam telah berlalu, kau akan mengerti makna menunggu!” Kalimat ini tidak hanya mencerminkan rasa rindu, tetapi juga mengisyaratkan bahwa menunggu adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, di mana ada pelajaran yang harus dipahami melalui pengalaman menunggu.

Kesunyian dan Kekecewaan

Akhir puisi yang menunjukkan bahwa "ia telah berjanji di braga, perempuan itu, tak kunjung datang" menyoroti kesunyian dan kekecewaan. Janji yang tak ditepati menciptakan kesedihan dan rasa hampa, mengingatkan kita bahwa tidak semua harapan berujung pada pertemuan yang diinginkan. Kesunyian di dalam keramaian menambah dimensi emosional yang dalam, menciptakan kontradiksi antara harapan dan kenyataan.

Melodi Janji dan Harapan yang Tak Terjawab

Puisi Braga karya Iyut Fitra adalah sebuah refleksi yang mendalam tentang janji, harapan, dan pengalaman menunggu. Dengan penggunaan simbol, karakter, dan gambaran yang kuat, puisi ini menggugah perasaan dan mendorong pembaca untuk merenungkan arti dari setiap janji yang dibuat, serta kesedihan yang mungkin muncul dari harapan yang tidak terwujud. Melalui lensa Kota Braga, Fitra berhasil menghidupkan suasana nostalgia dan kesunyian yang sangat manusiawi, mengingatkan kita akan kerentanan dalam menunggu dan cinta.

Iyut Fitra
Puisi: Braga
Karya: Iyut Fitra

Biodata Iyut Fitra:
  • Iyut Fitra (nama asli Zulfitra) lahir pada tanggal 16 Februari 1968 di Nagari Koto Nan Ompek, Kota Payakumbuh, Sumatra Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.