Bangkit dan Bernyanyilah
(ode untuk massa pekerja Indonesia)
(I)
Indonesia tanah airku
tanah tumpah darahku.
Bumi Indonesia yang kita pijak ini
pulau subur di katulistiwa ini
kekayaan dan keindahan melimpah ini
nyanyikanlah dia sepenuh hati.
Indonesia makmur tanah airku
nyiur melambai bercabang lima
ombak putih-putih datang dari jauh.
Nyanyikanlah dia, nyanyikanlah dia,
dia adalah kepunyaanmu.
Di sanalah aku berdiri
jadi pandu ibuku.
Di bumi Indonesia yang kita pijak ini
di pulau-pulau subur di katulistiwa ini
ai, di sini matari seminar mengilau
dedaunan senentiasa menghijau
buah-buahan ranum di dahan
bunga-bunga semerbak laksana di taman
ombak berdebur menyimbur pantai
gunung-gunung menjulang tinggi
unggas berkicau meramaikan hutan
awan berarak membawa pesan
merpati terbang berkawan-kawan
angin berhembus segar dan nyaman;
padi menguning ternak menjadi
ikan ada garam pun ada.
Ai, nyanyikanlah dia, nyanyikanlah dia
dia adalah kepunyaanmu.
Indonesia tanah pusaka
pusaka kita semuanya.
Ya, Indonesia adalah kepunyaanmu
setiap jengkal tanahnya
semua yang ada di perut buminya
semua yang hidup di perairannya
semua yang memutik menjadi buah
semua yang menguntum kemudian kembang
semua yang disemai menghasilkan panen.
Nyanyikanlah dia tanpa bimbang
sorakkan ke semua penjuru
Indonesia tanah airku
Indonesia kepunyaanku
di sanalah aku berdiri
di sanalah aku mati
jadi pandu ibuku
membela hak dan daulatku.
Bersoraklah, sorak-sorak bergembira
Indonesia pusaka, Indonesia aku punya.
(II)
Ya, Indonesia tanah pusaka
Indonesia kau punya
di sanalah kau berdiri
untuk selama-lamanya.
Sejak dulu-dulu tanganmu mencipta
semua kekayaan tertumpuk menimbun
istana-istana, bendungan-bendungan, candi Borobudur;
sejak dulu-dulu pangkuanmu melahirkan
baik yang berdosa maupun yang berjasa
mulai raja-raja, panglima-panglima, penyamun-penyamun
sampai menteri-menteri, jenderal-jenderal, presiden;
kau menciptakan dirimu sendiri
dan bersama itu kau ciptakan kehidupan;
kau bela kehidupan itu dengan nyawa
dengan tulang lapan kerat, dengan darah;
kau telah menjalani beribu kematian
berniat mengecap hidup satu kali
hidup yang jadi dari ke dua belah tanganmu.
Nyanyikanlah dia, nyanyikanlah dia
kehidupan dan segala kekayaan itu.
Nyanyikan dia, sekalipun dari liang kubur.
(III)
Kau, massa pekerja Indonesia
kau mati di laut menangkap ikan
kau mati menebang kayu di tengah hutan
kau mati di tambang-tambang
kau mati di pabrik digilas mesin
kau mati menyadap karet
kau mati mengangkut beban
kau mati di ladang-ladang
kau mati di kolong jembatan
kau mati lapar di tepi pasar;
di mana saja kau mati sebagai kuli
di mana saja kau terkapar menahan lapar
di setiap tapak tanah peluh dan darah
kau curahkan sebagai pahlawan;
kau kuda beban dan kau pemanggul senjata
kau tewas di tempat kerja dan di medan perang;
kau yang mati untuk tanah garapan
kau yang mati di penjara dan pembuangan
kau yang mati di semua front perlawanan
di Digul, di Kutacane, di Logas, di Surabaya
di mana saja di pelosok tanah air
tanah tumpah darah, tanah mulia
tanah sakti, tanah abadi
tanah kaya, pusaka bersama.
Ai, nyanyikanlah dia, nyanyikanlah.
(IV)
Kau, massa pekerja Indonesia
kau berhak atas pangkat
kau berhak atas bintang-bintang
kau berhak atas tanda jasa
kau berhak atas kehidupan
kau berhak atas Indonesia
Kau yang senantiasa berbuat dengan membisu
kini bangkit dan bicaralah.
Nyanyikanlah tanah airmu
nyanyikanlah hak-hakmu
nyanyianmu seperti petir akan menyambar
membakar hangus semua benalu.
Nyanyikanlah dia, nyanyikanlah dia
Indonesia tanah airku
Indonesia hak milikku
di situ daulatku mesti berlaku.
Kau yang telah mati beribu kali
hiduplah satu kali untuk bernyanyi
hiduplah satu kali untuk bernyanyi
Medan, Agustus 1961
Sumber: Dari Bumi Merah (1963)
Analisis Puisi:
Puisi "Bangkit dan Bernyanyilah" karya HR. Bandaharo adalah sebuah karya yang penuh semangat nasionalisme dan penghormatan terhadap perjuangan rakyat Indonesia. Dalam puisi ini, Bandaharo mengekspresikan rasa cinta tanah air yang mendalam dan mengajak pembaca untuk merayakan kekayaan dan keindahan Indonesia sambil menghormati pengorbanan yang telah dilakukan oleh rakyatnya. Puisi ini juga menggarisbawahi hak dan kebanggaan yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu sebagai bagian dari bangsa.
Bagian I: Cinta Tanah Air
Bagian pertama puisi ini menegaskan kecintaan terhadap Indonesia, menyebutkan berbagai keindahan alam dan kekayaan yang ada di negeri ini. Bandaharo menggambarkan Indonesia sebagai "tanah airku" dan "pusaka" yang melimpah dengan keindahan alam seperti pohon nyiur, ombak putih, dan buah-buahan ranum. Puitis ini menyerukan agar kita menyanyikan dan merayakan tanah air kita dengan sepenuh hati, menghargai segala yang ada di bumi Indonesia.
Gambaran visual yang diberikan dalam bagian ini—dari ombak yang menyimbur pantai hingga gunung-gunung yang menjulang tinggi—membuat pembaca merasakan kekayaan dan keindahan alam Indonesia. Karya ini menekankan pentingnya rasa kepemilikan dan kebanggaan terhadap tanah air, dan bagaimana setiap elemen alam tersebut merupakan bagian dari warisan bersama.
Bagian II: Sejarah dan Kehidupan
Di bagian kedua, Bandaharo menggali lebih dalam ke dalam sejarah Indonesia. Dia mengingatkan pembaca tentang kekayaan yang dihasilkan oleh tanah Indonesia sejak dulu—seperti istana, bendungan, dan candi Borobudur—serta kontribusi orang-orang yang membangun negara ini, termasuk raja, panglima, dan penyamun.
Penulis menekankan bahwa Indonesia telah menjalani banyak kematian dan perjuangan untuk mencapai kehidupan yang ada sekarang. Mengingat berbagai tokoh dan sejarah, puisi ini mengajak untuk merayakan dan menghargai semua pencapaian tersebut, serta mengingat bagaimana hidup dan kekayaan bangsa ini diciptakan dan dipertahankan.
Bagian III: Penghormatan terhadap Para Pekerja
Bagian ketiga puisi ini memberikan penghormatan kepada para pekerja dan pahlawan yang telah berkorban untuk tanah air. Bandaharo menggambarkan berbagai cara rakyat Indonesia telah kehilangan nyawa—di laut, di hutan, di tambang, di pabrik, dan di ladang. Pekerja yang mati dalam berbagai profesi dan situasi dianggap sebagai pahlawan karena mereka telah mencurahkan peluh dan darah mereka untuk bangsa.
Pernyataan ini tidak hanya mengakui pengorbanan mereka, tetapi juga menegaskan bahwa setiap inci tanah tempat mereka bekerja dan berjuang adalah bagian dari warisan yang harus dihargai.
Bagian IV: Hak dan Kebanggaan
Bagian terakhir puisi ini menegaskan hak setiap individu atas penghargaan dan kehidupan yang layak. Bandaharo menekankan bahwa pekerja berhak mendapatkan pangkat, bintang-bintang, tanda jasa, dan kehidupan yang lebih baik. Dia menyerukan kepada massa pekerja untuk "bangkit dan bicaralah," menuntut hak-hak mereka dan merayakan tanah air mereka.
Dengan gaya yang bersemangat, Bandaharo menutup puisi dengan seruan agar rakyat Indonesia bernyanyi dengan penuh semangat, seperti petir yang menyambar. Ini adalah ajakan untuk mengambil posisi yang layak, mengakui hak-hak dan warisan mereka, dan merayakan identitas sebagai bagian dari Indonesia.
Puisi "Bangkit dan Bernyanyilah" karya HR. Bandaharo adalah sebuah karya yang merayakan cinta tanah air, menghormati pengorbanan rakyat, dan menuntut hak serta kebanggaan yang semestinya dimiliki oleh setiap individu. Dengan menggunakan imaji yang kuat dan seruan yang penuh semangat, puisi ini menegaskan betapa pentingnya menjaga dan merayakan kekayaan serta perjuangan bangsa, sambil memastikan bahwa hak dan martabat rakyat dihargai.
Karya: HR. Bandaharo
Biodata HR. Bandaharo:
- HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
- HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
- HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.