Puisi: Arus Detik (Karya Sabar Anantaguna)

Puisi "Arus Detik" karya Sabar Anantaguna mengingatkan kita untuk tidak hanya menjalani waktu, tetapi juga mencari makna di dalamnya, meskipun kita ..

Arus Detik


Langit bersisik
di kejauhan gunung masih membiru
Arus detik
jatuh bangun hati terus memburu

Apa arti baru?
Di temaram malam temaramkah hatiku?
Diguyur mentari cerahkah hatiku?
Di manakah kau dalam ruang dan waktu?

Bulan di tasik
di hadapan laut masih menderu

Arus detik
hidup mati apa makna bagimu

Semua detik denyutku
pertanyaan memburu diriku
hanya untuk diriku
malam bukan sendu

Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)

Analisis Puisi:

Puisi "Arus Detik" karya Sabar Anantaguna merupakan sebuah karya yang menggugah pemikiran dan emosi pembaca dengan tema yang berkaitan dengan eksistensi, waktu, dan pencarian makna hidup. Dalam puisi ini, Anantaguna menggunakan gambaran alam untuk menciptakan suasana yang mendalam, sekaligus mencerminkan perjalanan batin yang dialami oleh individu dalam menghadapi waktu dan kehidupan.

Tema dan Makna

Puisi ini dibuka dengan deskripsi visual "Langit bersisik / di kejauhan gunung masih membiru," yang menciptakan suasana tenang namun sekaligus misterius. Penyair menggunakan imaji alam sebagai latar belakang untuk menggambarkan perasaan batin yang kompleks. Langit dan gunung mencerminkan keabadian dan ketenangan, sementara "Arus detik" mengisyaratkan bahwa waktu terus bergerak maju, tanpa mengindahkan keindahan yang ada di sekitarnya.

Kalimat "jatuh bangun hati terus memburu" mencerminkan fluktuasi emosi dan perjuangan dalam mencari makna dalam kehidupan. Di sini, penyair menunjukkan bahwa hati kita mengalami berbagai pasang surut, namun tetap berusaha untuk mengejar makna yang lebih dalam.

Pertanyaan Eksistensial

Di bagian berikutnya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, seperti "Apa arti baru? / Di temaram malam temaramkah hatiku? / Diguyur mentari cerahkah hatiku?," menunjukkan pencarian eksistensial yang mendalam. Anantaguna menciptakan suasana ketidakpastian dan refleksi, di mana individu merenungkan arti hidup dan kehadiran mereka di dunia ini.

Pertanyaan-pertanyaan ini memberikan ruang bagi pembaca untuk merenung tentang keadaan diri mereka sendiri. Apakah hidup ini memiliki arti yang baru? Apakah perasaan kita selalu terikat pada keadaan sekitar? Dengan pertanyaan-pertanyaan ini, penyair mendorong kita untuk mengeksplorasi kedalaman perasaan dan makna di balik setiap momen yang kita jalani.

Kontras Antara Alam dan Batinnya

Gambaran "Bulan di tasik / di hadapan laut masih menderu" menambah dimensi baru dalam puisi ini. Bulan, yang sering dianggap sebagai simbol keindahan dan ketenangan, kontras dengan lautan yang "masih menderu." Ini menunjukkan bahwa di balik keindahan alam, terdapat juga ketidakpastian dan kegelisahan yang mungkin tidak terlihat oleh mata. Dalam konteks ini, arus waktu dan kehidupan terasa berat, namun tetap harus dihadapi.

Kesadaran Terhadap Waktu

Lanjutan dari puisi ini "Arus detik / hidup mati apa makna bagimu" mengingatkan pembaca akan siklus hidup yang terus berlangsung. Anantaguna menyiratkan bahwa waktu terus bergerak, sementara kita sering kali terjebak dalam pencarian makna. Pertanyaan "apa makna bagimu" mengajak pembaca untuk merenungkan nilai hidup mereka sendiri dan bagaimana waktu memengaruhi perjalanan tersebut.

Akhir puisi ini "Semua detik denyutku / pertanyaan memburu diriku / hanya untuk diriku / malam bukan sendu" menunjukkan bahwa pencarian makna ini adalah perjalanan pribadi yang tidak bisa dihindari. Meskipun malam bisa terasa gelap dan penuh kesedihan, penyair menyiratkan bahwa setiap detik adalah bagian dari denyut kehidupan yang harus kita hadapi.

Puisi "Arus Detik" karya Sabar Anantaguna mengajak pembaca untuk merenungkan tentang waktu, makna, dan perjalanan hidup. Dengan menggunakan imaji alam dan pertanyaan eksistensial, Anantaguna menciptakan suasana yang reflektif dan mendalam.

Melalui puisi ini, kita diajak untuk menyadari bahwa meskipun hidup kadang dipenuhi dengan ketidakpastian dan kebingungan, setiap momen memiliki arti dan keindahan tersendiri. Pada akhirnya, puisi "Arus Detik" mengingatkan kita untuk tidak hanya menjalani waktu, tetapi juga mencari makna di dalamnya, meskipun kita mungkin tidak selalu menemukan jawaban yang jelas.

Sabar Anantaguna
Puisi: Arus Detik
Karya: Sabar Anantaguna

Biodata Sabar Anantaguna:
  • Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
  • Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.
© Sepenuhnya. All rights reserved.