Puisi: Api dan Mawar (Karya Adi Sidharta)

Puisi "Api dan Mawar" karya Adi Sidharta mengekspresikan bagaimana semangat revolusioner dapat bersanding dengan kelembutan cinta, dan bagaimana ...
Api dan Mawar

Dia luluh di dalamnya
detik gunung menjadi benteng
dan manusia dicuci waktu
jadi api atau es
atau hambar membanci.

Dia luluh di dalamnya
detik medan pindah ke kota
bawa api dari gunung
dan mawar merah setangkai
tanda kasih gadis desa.

Bedil dan pedang melekat
dalam darah dan hatinya
tapi mawar disunting dada
mewarnai nyala api
beri titik setia cita.

Kawannya sering mendengar
dia beryanyi di malam sunyi:
anak zaman bawa pedang
hadapi hari sekarang
untuk kasih dan hari-esok.

Kawannya ikut menyanyi
dan menari di bawah bintang
anak zaman adalah api
dan mawar adalah tanda
kita tahu cinta dan bahagia.

Gadis desa menanti berita:
mawar merah jangan lupa
selama ada derita kota dan desa
sebelum api nyala merata
jangan pulang, jangan pulang.

Api dan mawar memberi warna
pada dia dan kawannya
anak zaman menginjak bumi
api dalam joang pembebasan
joang manusia cinta dan bahagia.

Sumber: Rangsang Detik (1957)

Analisis Puisi:

Puisi "Api dan Mawar" karya Adi Sidharta adalah karya yang kaya dengan simbolisme dan makna perjuangan serta cinta. Dalam puisi ini, Sidharta menyatukan dua elemen kontradiktif, yaitu api sebagai simbol perjuangan, kemarahan, dan keteguhan, serta mawar yang melambangkan cinta, harapan, dan kelembutan. Puisi ini membawa pembaca pada refleksi tentang bagaimana manusia dihadapkan pada kondisi pertempuran hidup dan pengorbanan, namun tetap berpegang pada kasih dan cinta.

Perjuangan dan Pemberontakan

Puisi ini dibuka dengan gambaran "Dia luluh di dalamnya," mengisyaratkan individu yang tenggelam dalam sebuah konflik, baik internal maupun eksternal. Frasa "detik gunung menjadi benteng" menunjukkan simbol gunung sebagai tempat kekuatan dan pertahanan, sementara manusia yang "dicuci waktu" menjadi api, es, atau hambar, mencerminkan bagaimana waktu dan perjuangan bisa membentuk atau menghancurkan seseorang. Ada pilihan di sini: menjadi penuh energi (api), dingin dan mati rasa (es), atau kehilangan identitas (hambar).

Frasa "medan pindah ke kota" mengacu pada pergeseran pertempuran dari wilayah rural ke urban, menyiratkan bahwa perjuangan tersebut tidak hanya terjadi di pedesaan, tetapi juga di kota-kota yang penuh konflik sosial. "Api dari gunung" adalah lambang semangat perlawanan yang terus menyala, sedangkan "mawar merah setangkai" menjadi simbol cinta dari gadis desa—suatu bentuk dukungan emosional dan spiritual di tengah kekerasan dan gejolak.

Dualisme: Api dan Mawar

Dalam puisi ini, Adi Sidharta memadukan dualisme antara api dan mawar. Api mewakili kekuatan revolusioner, semangat perjuangan yang tak kenal lelah, sedangkan mawar adalah tanda cinta, kelembutan, dan pengharapan. Dengan "bedil dan pedang melekat dalam darah dan hatinya," terlihat bahwa protagonis puisi ini sudah begitu terikat dengan perang dan perlawanan. Namun, "mawar disunting dada" menunjukkan bahwa cinta dan harapan tetap terjaga di tengah kobaran api perjuangan.

Simbol mawar juga menyiratkan bahwa di balik setiap perjuangan, ada tujuan yang lebih besar, yaitu cinta dan kedamaian. Hal ini ditegaskan dengan adanya "titik setia cita"—bahwa perjuangan yang mereka lakukan bukan hanya untuk kekerasan semata, melainkan untuk cinta dan kehidupan yang lebih baik.

Lagu Harapan dan Solidaritas

Puisi ini juga menyoroti kebersamaan dan solidaritas di antara para pejuang. Mereka menyanyi dan menari bersama di bawah bintang, merayakan perjuangan mereka untuk hari esok yang lebih baik. Anak-anak zaman ini adalah "api" yang membakar jalan menuju pembebasan, sementara "mawar" menjadi lambang bahwa mereka tidak melupakan cinta dan kebahagiaan.

Lagu yang mereka nyanyikan berbicara tentang pengorbanan, tetapi juga optimisme. Dengan "pedang di tangan," mereka siap menghadapi segala tantangan, tetapi selalu ada ingatan tentang "mawar merah" dan cinta dari gadis desa yang menanti mereka pulang. Ini adalah simbol keterikatan emosional yang menjaga jiwa mereka tetap kuat di tengah cobaan.

Gadis Desa: Harapan dan Penantian

Tokoh gadis desa dalam puisi ini memiliki peran penting sebagai simbol harapan. Dia yang memberikan mawar kepada sang pejuang, menunjukkan bagaimana cinta dan dukungan bisa menjadi kekuatan yang besar dalam perjuangan. Namun, dia juga memohon agar pejuang tersebut tidak pulang sebelum "api nyala merata," sebelum perjuangan mencapai tujuan akhir. Hal ini menandakan bahwa perjuangan belum selesai dan pengorbanan harus dilanjutkan sampai tercapai pembebasan total, baik di kota maupun desa.

Puisi "Api dan Mawar" karya Adi Sidharta adalah perpaduan yang indah antara kekerasan dan cinta, perang dan perdamaian, perjuangan dan harapan. Dalam karyanya ini, Sidharta mengekspresikan bagaimana semangat revolusioner dapat bersanding dengan kelembutan cinta, dan bagaimana pengorbanan untuk kebebasan harus terus dilakukan sampai cinta dan kebahagiaan dapat dinikmati oleh semua orang.

Simbol api dan mawar menjadi elemen sentral yang memberikan keseimbangan antara dua dunia: satu dunia yang berapi-api dengan kekerasan dan ketegangan, serta dunia lain yang penuh dengan harapan dan cinta. Dengan puisi ini, Adi Sidharta mengingatkan kita bahwa di balik setiap perjuangan, selalu ada cinta yang menyala di dada para pejuang, dan harapan yang tak pernah padam untuk masa depan yang lebih baik.

Adi Sidharta
Puisi: Api dan Mawar
Karya: Adi Sidharta

Biodata Adi Sidharta:
  • Adi Sidharta (biasa disingkat A.S. Dharta) lahir pada tanggal 7 Maret 1924 di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2007 (pada usia 82 tahun) di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta memiliki banyak nama pena, antara lain Kelana Asmara, Klara Akustia, Yogaswara, Barmaraputra, Rodji, dan masih banyak lagi.
© Sepenuhnya. All rights reserved.