Puisi: Anti Perang (Karya Adi Sidharta)

Puisi "Anti Perang" karya Adi Sidharta mengajak kita semua untuk berperan serta dalam membangun dunia yang lebih baik, jauh dari kekerasan dan ...
Anti Perang

Dalam denyutan jantung kita hari ini
makin menderas amarah kita
terhadap perang.

Siapa mereka ini
mereka yang mengusir kita dari sawah dan ladang
membakar rumah kampung halaman
merobek-robek untaian kasih dan sayang
kepada desa, kehidupan dan kedamaian?

manusiakah mereka ini
mereka yang merampas kota dan pabrik kita
menyuruh manusia memburu manusia
menembak, membunuh, mengobral nyawa
memaksakan kembalinya hukum rimba?

Hari ini kita memilih
sikap tegas anti perang dan memihak
cinta hidup, kebebasan dan perdamaian
dan kita jantankan pendirian ini
ke dalam langkah bergerak melawan penindasan.

Dan bersama lambaian padi mengemas di sawah ladang
derum pabrik gempita bagai genderang
rakyat beseru: anti-imperialis anti perang!

Sumber: Rangsang Detik (1957)

Analisis Puisi:

Puisi "Anti Perang" karya Adi Sidharta adalah sebuah karya yang kuat dan menggugah, mencerminkan penolakan terhadap kekerasan dan perang. Melalui bahasa yang lugas dan penuh emosi, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan dampak negatif dari perang serta menyerukan pentingnya perdamaian dan kebebasan.

Tema dan Makna

Tema utama dari puisi ini adalah penolakan terhadap perang dan segala bentuk kekerasan yang diakibatkannya. Sidharta menggambarkan amarah dan ketidakpuasan yang muncul akibat peperangan, serta rasa kehilangan yang dialami oleh masyarakat yang terdampak. Puisi ini menjadi suara bagi mereka yang merasakan dampak langsung dari perang, baik secara fisik maupun emosional. Dengan menyatakan "kita memilih sikap tegas anti perang," puisi ini menegaskan posisi penulis dan masyarakat dalam melawan ketidakadilan.

Imaji yang Kuat

Sidharta menggunakan imaji yang kuat dan mencolok untuk menggambarkan kerugian akibat perang. Ungkapan seperti "mengusir kita dari sawah dan ladang" dan "membakar rumah kampung halaman" menyiratkan dampak yang menghancurkan pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Imaji-ima ji ini menggugah pembaca untuk merasakan kehilangan dan penderitaan yang dialami oleh mereka yang terjebak dalam konflik. Selain itu, kalimat "merobek-robek untaian kasih dan sayang" menambahkan dimensi emosional yang mendalam, menunjukkan bahwa perang tidak hanya merusak fisik tetapi juga hubungan sosial dan cinta antar manusia.

Pertanyaan Retoris

Puisi ini juga mengandung sejumlah pertanyaan retoris yang menantang, seperti "manusiakah mereka ini?" Pertanyaan ini mengajak pembaca untuk mempertimbangkan moralitas dari tindakan mereka yang memulai perang dan menimbulkan kekacauan. Dengan menggunakan pertanyaan, Sidharta mengundang refleksi dan diskusi mengenai sifat manusia yang terlibat dalam peperangan, mempertanyakan apakah tindakan mereka masih bisa dianggap manusiawi ketika mereka berperang melawan sesama manusia.

Seruan untuk Perubahan

Sidharta tidak hanya mengungkapkan amarah dan penolakan, tetapi juga mengajak pembaca untuk mengambil sikap. Dalam bagian terakhir puisi, penulis menekankan pentingnya "cinta hidup, kebebasan, dan perdamaian." Ini menunjukkan harapan akan masa depan yang lebih baik dan mendesak semua orang untuk bergerak melawan penindasan. Dengan menyebutkan "lambaian padi" dan "derum pabrik," puisi ini melambangkan kehidupan yang seharusnya dilanjutkan tanpa gangguan perang, serta semangat perjuangan rakyat yang bersatu.

Konteks Sosial dan Politik

Puisi "Anti Perang" juga mencerminkan konteks sosial dan politik pada saat itu. Perang dan konflik sering kali digunakan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan dan dominasi, dan Sidharta dengan tegas menolak ideologi tersebut. Dengan mengangkat suara rakyat, puisi ini menjadi bagian dari gerakan anti-perang dan pro-perdamaian yang lebih luas, memperlihatkan bahwa suara kolektif masyarakat adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi perubahan.

Puisi "Anti Perang" karya Adi Sidharta adalah sebuah karya yang menggugah kesadaran akan dampak perang dan pentingnya perjuangan untuk perdamaian. Melalui penggunaan imaji yang kuat, pertanyaan retoris, dan seruan untuk perubahan, puisi ini berhasil menyampaikan pesan yang mendalam dan relevan. Dengan menegaskan sikap anti perang dan memihak pada kehidupan dan kebebasan, Sidharta mengajak kita semua untuk berperan serta dalam membangun dunia yang lebih baik, jauh dari kekerasan dan peperangan.

Karya ini bukan hanya sebuah ungkapan seni, tetapi juga merupakan panggilan moral untuk setiap individu agar tidak hanya menjadi penonton, tetapi aktif berjuang demi perdamaian dan keadilan.

Adi Sidharta
Puisi: Anti Perang
Karya: Adi Sidharta

Biodata Adi Sidharta:
  • Adi Sidharta (biasa disingkat A.S. Dharta) lahir pada tanggal 7 Maret 1924 di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2007 (pada usia 82 tahun) di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta memiliki banyak nama pena, antara lain Kelana Asmara, Klara Akustia, Yogaswara, Barmaraputra, Rodji, dan masih banyak lagi.
© Sepenuhnya. All rights reserved.