Antara Thermopylae dan Stalingrad
kesan Bandung 20-11-56
Berarak kami dalam cerita lama
manusia Sparta
yang menukar nyawa
dengan keharuman puja.
Sekali nilai tertinggi
menolak hidup, menyembah mati.
Berarak kami dalam cerita kini
manusia kenal Stalinrgad
yang sedia menukar nyawa
dengan panen hasil kerja.
Sekali ini nilai kami ganti
menolak mati, nyanyikan hidup.
Sumber: Rangsang Detik (1957)
Analisis Puisi:
Puisi "Antara Thermopylae dan Stalingrad" karya Adi Sidharta mengajak pembaca untuk menjelajahi dua momen bersejarah yang penuh makna, Thermopylae dan Stalingrad, sebagai simbol perjuangan, pengorbanan, dan perubahan nilai kehidupan. Dalam puisi ini, Sidharta dengan cermat menyusun narasi yang menggambarkan perjalanan manusia dari pengorbanan untuk kehormatan menuju penekanan pada nilai kehidupan.
Tema dan Makna
Puisi ini menghadirkan tema perbandingan antara dua peristiwa monumental dalam sejarah: pertempuran Thermopylae (480 SM), di mana pasukan Sparta berjuang melawan invasi Persia, dan pertempuran Stalingrad (1942-1943) dalam Perang Dunia II, yang melibatkan tentara Soviet melawan Nazi Jerman. Dalam konteks ini, puisi ini menyoroti bagaimana nilai-nilai yang dipegang oleh manusia dalam menghadapi kematian dan perang dapat berubah seiring waktu.
Thermopylae digambarkan sebagai momen di mana nilai tertinggi adalah pengorbanan diri demi kehormatan dan kebanggaan. "Sekali nilai tertinggi menolak hidup, menyembah mati" mencerminkan filosofi yang dianut oleh para pejuang Sparta, yang lebih memilih mati daripada menyerah.
Di sisi lain, Stalingrad melambangkan perubahan paradigma. "Sekali ini nilai kami ganti, menolak mati, nyanyikan hidup" menunjukkan bahwa dalam konteks ini, perjuangan bukan lagi sekadar tentang kehormatan, tetapi tentang mempertahankan hidup dan hasil kerja keras. Perjuangan di Stalingrad bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk melindungi hasil dari jerih payah kolektif masyarakat.
Struktur dan Gaya Bahasa
Struktur puisi ini sederhana namun efektif. Penggunaan repetisi frasa "Berarak kami dalam cerita" menciptakan ritme yang konsisten dan menekankan perjalanan sejarah yang dialami umat manusia. Dalam setiap bait, Sidharta secara cermat menyusun kata-kata yang membangun citra visual yang kuat, memberikan pembaca rasa keterhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang dibahas.
Gaya bahasa yang digunakan dalam puisi ini bersifat puitis dan padat, dengan pilihan kata yang mendalam. Misalnya, frasa "menukar nyawa dengan keharuman puja" menciptakan gambaran yang indah dan tragis tentang pengorbanan. Di sisi lain, "menolak mati, nyanyikan hidup" menawarkan semangat optimisme dan harapan.
Emosi dan Pesan Moral
Puisi ini memunculkan emosi yang kompleks, mulai dari rasa hormat terhadap pengorbanan di Thermopylae hingga keinginan untuk melindungi kehidupan di Stalingrad. Pembaca diajak untuk merenungkan bagaimana nilai dan tujuan hidup dapat berubah dalam konteks yang berbeda.
Pesan moral yang dapat diambil dari puisi ini adalah pentingnya mempertahankan hidup dan nilai-nilai kemanusiaan, meskipun dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Pengorbanan tidak selalu berarti menolak hidup; sering kali, itu berarti berjuang untuk kehidupan yang lebih baik.
Puisi "Antara Thermopylae dan Stalingrad" karya Adi Sidharta mengajak kita untuk merenungkan perjalanan sejarah manusia dalam menghadapi perang dan pengorbanan. Dengan memperbandingkan dua peristiwa bersejarah ini, Sidharta menunjukkan perubahan nilai-nilai dalam masyarakat. Puisi ini mengingatkan kita bahwa meskipun kita menghormati pengorbanan di masa lalu, kita juga harus menekankan pentingnya hidup dan melindungi hasil kerja keras kita. Dalam dunia yang terus berubah, kemampuan untuk beradaptasi dan menemukan nilai baru menjadi kunci dalam perjuangan manusia.
Karya: Adi Sidharta
Biodata Adi Sidharta:
- Adi Sidharta (biasa disingkat A.S. Dharta) lahir pada tanggal 7 Maret 1924 di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
- Adi Sidharta meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2007 (pada usia 82 tahun) di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
- Adi Sidharta memiliki banyak nama pena, antara lain Kelana Asmara, Klara Akustia, Yogaswara, Barmaraputra, Rodji, dan masih banyak lagi.