Puisi: Angin (Karya Sulaiman Juned)

Puisi Angin karya Sulaiman Juned mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan emosional dan spiritual mereka sendiri. Dengan simbolisme yang kuat ...
Angin

Angin
rindu terjaring di kulit daun. Memapah
kegelapan terkubur liang angan
peluki ujung malam tanpa bulan.

Angin
menjilat pucuk rambut merakit harap. Melukis
getir di hati pengembara. Laut tuntaskan
ingin menuju Tuhan rubuh di atas meja pemujaan.

Padang Panjang, 2009

Analisis Puisi:

Puisi Angin karya Sulaiman Juned menyajikan suatu pengalaman puitis yang dalam dan penuh makna. Dengan penggunaan bahasa yang sederhana namun menggugah, Juned berhasil menangkap nuansa emosional yang kompleks melalui elemen angin sebagai simbol.

Simbol Angin

Puisi ini dimulai dengan penggambaran “Angin” yang menjadi tokoh utama. Angin, dalam konteks ini, berfungsi sebagai simbol dari perasaan rindu dan keinginan yang tak terungkap. Dengan menyebutkan “rindu terjaring di kulit daun,” Juned menunjukkan bagaimana perasaan ini dapat menyentuh dan berinteraksi dengan dunia alam. Angin seolah menjadi medium yang menghubungkan perasaan manusia dengan alam sekitar.

Konsep Kegelapan dan Angan

Melalui frasa “kegelapan terkubur liang angan,” penulis menciptakan gambaran tentang bagaimana pikiran dan harapan dapat terperangkap dalam kegelapan. Kegelapan di sini melambangkan ketidakpastian dan kesedihan, sementara “liang angan” menyiratkan harapan yang terpendam. Ini menciptakan kontras antara harapan dan kenyataan yang menyedihkan, mengajak pembaca untuk merenungkan kedalaman emosi yang dialami oleh pengembara.

Perjalanan Emosional

Puisi ini melanjutkan perjalanan emosional dengan menggambarkan bagaimana angin “melukis getir di hati pengembara.” Ini menunjukkan bahwa perjalanan hidup sering kali dipenuhi dengan kesedihan dan tantangan. Pengembara di sini dapat diartikan sebagai simbol dari setiap individu yang mencari makna dan tujuan hidup, menghadapi berbagai kesulitan di sepanjang perjalanan.

Keberadaan Tuhan

Bagian terakhir puisi, di mana “Laut tuntaskan ingin menuju Tuhan,” memperlihatkan pencarian spiritual yang mendalam. Laut, sebagai simbol kebesaran dan kekuatan, menjadi pengingat akan kebutuhan manusia untuk mencari sesuatu yang lebih tinggi—Tuhan. Frasa “rubuh di atas meja pemujaan” menciptakan citra yang kuat tentang pengabdian dan penyerahan diri kepada Tuhan, mengingatkan pembaca tentang pentingnya spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari.

Keterhubungan dengan Alam

Keseluruhan puisi ini mencerminkan keterhubungan antara manusia dan alam. Angin sebagai elemen alam tidak hanya berfungsi sebagai pengantar perasaan, tetapi juga menciptakan suasana yang mempengaruhi kondisi emosional manusia. Juned berhasil menggambarkan bahwa dalam pencarian makna dan harapan, manusia tak terlepas dari lingkungan yang mengelilinginya.

Puisi Angin karya Sulaiman Juned mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan emosional dan spiritual mereka sendiri. Dengan simbolisme yang kuat dan penggambaran yang mendalam, puisi ini menjadi refleksi tentang cinta, kehilangan, harapan, dan pencarian makna dalam hidup. Juned berhasil menyampaikan bahwa dalam kegelapan dan kesedihan, selalu ada harapan yang terjaring, sama seperti angin yang menyentuh dan membawa rindu di kulit daun. Melalui puisi ini, kita diingatkan untuk terus mencari dan merangkul harapan, meskipun perjalanan hidup kita penuh dengan tantangan dan kesedihan.

Puisi Terbaik
Puisi: Angin
Karya: Sulaiman Juned
© Sepenuhnya. All rights reserved.