Puisi: Angin (Karya Bakdi Soemanto)

Puisi "Angin" karya Bakdi Soemanto mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara pengalaman hidup, kenangan, dan bagaimana kita menilai diri ...
Angin (1)

Angin dari mana
datangnya menghiba
di saraf duka.

Menempuh ribuan
kilometer, dalam kegalauan
mencari kenang, jika sempat jadi pelabuhan.

Tak ada yang bisa ditawar
dalam kehidupan, tak bisa dihindar
di dinding hati menebar.

Dengan gampang keyakinan
yang tinggal, bukan kepastian
soalnya, hidup mengukir jalanan.

Angin yang menempuh
hidup yang menempuh angin, mengaduh
di pangkuanmu, nini, biarkan sejenak berteduh.

Hari baru bukan mesti pagi
cerah, barangkali malam hujan lebar, pasti
aku berangkat lagi.
Kutinggalkan sebagian hati,
simpanlah, nini
dalam sajak, barangkali bisa abadi.

1974

Angin (2)

Engkau membenahi rambut
yang tergerai oleh angin
sesungguhnya angin membenahi rambutmu
yang kusut masai oleh peradaban
mengalir bersama angin
sejarah diputar kembali
di layar kembar matamu
waktu bersinar menatap bunga yang mekar
ada yang gugur dalam kebesaran
dan terbantai tak tercatat
bersama angin
dinilai kembali harga kita:
apakah pengkhianatan
dapat tetap dipertahankan dengan makna.
pahlawan dan pengkhianat
tinggal bertahta dalam ukuran...

1985

Sumber: Kata (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Angin" karya Bakdi Soemanto adalah karya yang mengeksplorasi tema-tema tentang perjalanan hidup, kenangan, dan refleksi personal melalui simbolisme angin. Dalam dua bagian puisi ini, angin digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan perasaan dan proses introspeksi. Dengan bahasa yang penuh makna dan gaya naratif yang reflektif, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup dan hubungan kita dengan kenangan serta perubahan.

Bagian 1: Angin sebagai Metafora Perjalanan dan Kenangan

Pada bagian pertama, angin digambarkan sebagai sesuatu yang berkelana dan mencari tempat untuk beristirahat, mirip dengan perjalanan hidup seseorang yang mencari arti dan kenangan:

"Angin dari mana / datangnya menghiba / di saraf duka."

Baris ini menciptakan gambaran tentang angin yang datang dari tempat yang tidak diketahui, menghibur dan menyentuh perasaan duka. Angin di sini melambangkan kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi perasaan dan memori.

"Menempuh ribuan / kilometer, dalam kegalauan / mencari kenang, jika sempat jadi pelabuhan."

Angin menggambarkan perjalanan yang panjang dan penuh kegalauan, berusaha mencari tempat yang bisa menjadi pelabuhan atau tempat beristirahat. Ini mencerminkan perjalanan emosional dan pencarian makna dalam hidup.

"Tak ada yang bisa ditawar / dalam kehidupan, tak bisa dihindar / di dinding hati menebar."

Menggambarkan bahwa dalam kehidupan, tidak ada hal yang dapat ditawar atau dihindari. Segala sesuatu menyebar di hati seperti angin yang menyebar di sekitar.

"Angin yang menempuh / hidup yang menempuh angin, mengaduh / di pangkuanmu, nini, biarkan sejenak berteduh."

Ini menggambarkan keinginan untuk beristirahat sejenak dalam perjalanan hidup yang panjang. "Nini" bisa diartikan sebagai sosok yang menawarkan ketenangan atau perlindungan.

Bagian 2: Angin dan Refleksi Personal

Bagian kedua puisi membawa refleksi yang lebih mendalam tentang bagaimana angin berinteraksi dengan realitas dan peradaban, serta bagaimana sejarah dan identitas dinilai:

"Engkau membenahi rambut / yang tergerai oleh angin / sesungguhnya angin membenahi rambutmu"

Di sini, angin diibaratkan sebagai kekuatan yang membersihkan dan membenahi sesuatu yang kacau. Angin, dalam konteks ini, adalah metafora untuk proses pembersihan dan penataan dalam diri seseorang.

"Sejarah diputar kembali / di layar kembar matamu / waktu bersinar menatap bunga yang mekar"

Angin juga membawa kembali ingatan dan sejarah ke dalam pikiran, seolah-olah memutar ulang masa lalu dan memberikan kesempatan untuk melihat kembali kenangan yang telah berlalu.

"Ada yang gugur dalam kebesaran / dan terbantai tak tercatat"

Menyiratkan bahwa dalam perjalanan hidup dan sejarah, ada hal-hal atau individu yang hilang dan tidak tercatat. Ini bisa merujuk pada pengorbanan dan peristiwa yang terlupakan dalam perjalanan sejarah dan personal.

"Bersama angin / dinilai kembali harga kita:"

Ini menggambarkan proses penilaian ulang terhadap nilai dan identitas seseorang, di mana angin berperan sebagai penghubung yang menilai dan menafsirkan kembali sejarah dan identitas.

Puisi "Angin" karya Bakdi Soemanto adalah refleksi yang mendalam tentang perjalanan hidup dan kenangan melalui simbolisme angin. Dalam puisi ini, angin bukan hanya sebagai elemen alam tetapi sebagai metafora perjalanan emosional dan introspeksi. Bagian pertama puisi menggambarkan pencarian makna dan ketenangan dalam perjalanan hidup, sementara bagian kedua mengeksplorasi bagaimana angin berfungsi sebagai kekuatan yang mempengaruhi dan menilai kembali sejarah dan identitas seseorang. Dengan gaya yang puitis dan simbolis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara pengalaman hidup, kenangan, dan bagaimana kita menilai diri kita sendiri dalam konteks waktu dan perubahan.

Bakdi Soemanto
Puisi: Angin
Karya: Bakdi Soemanto

Biodata Bakdi Soemanto:
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U lahir pada tanggal 29 Oktober 1941 di Solo, Jawa Tengah.
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 2014 (pada umur 72 tahun) di Yogyakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.