Puisi: Aku dan Nasi (Karya Melani Jamilah)

Puisi "Aku dan Nasi" karya Melani Jamilah menyajikan gambaran mendalam tentang perjuangan sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan dasar dan bagaimana ...

Aku dan Nasi


saban hari
aku mencari
bulir-bulir nasi
kulahap umpama fardu
seperti bayi haus kasih Ibu

pagi ini 
di wadah beras menyisakan beberapa biji
mereka tertidur di sembarang sisi
mungkin karena Bapak sakit sebulan ini
atau karena Ibu sudah malu pinjam sana sini

tahu begini
aku puasa dulu
setidaknya aku punya alasan
untuk cacing yang berdemo di perutku
lalu aku katakan
bahwa hidup bukan untuk menuntut kenyang

Garut, 11 Agustus 2024

Analisis Puisi:

Puisi "Aku dan Nasi" karya Melani Jamilah adalah sebuah karya yang mengangkat tema kesederhanaan dan perjuangan hidup melalui simbolisasi bulir nasi. Melalui puisi ini, Jamilah mengeksplorasi bagaimana kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, berhubungan dengan emosi dan kondisi sosial-ekonomi.

Tema Sentral

Tema utama puisi ini adalah perjuangan sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan dasar dan refleksi atas kondisi ekonomi keluarga. Melani Jamilah menggambarkan betapa pentingnya nasi sebagai simbol kebutuhan yang esensial dan bagaimana kekurangan nasi mencerminkan kesulitan hidup yang dihadapi oleh keluarga penulis.

Struktur Puisi

Puisi ini memiliki struktur yang sederhana namun efektif dalam menyampaikan pesan. Terbagi menjadi dua bagian utama, puisi ini mengikuti alur naratif yang menggambarkan rutinitas dan refleksi penulis mengenai kebutuhan makanan dan kondisi sosial-ekonomi keluarganya.

"saban hari / aku mencari / bulir-bulir nasi / kulahap umpama fardu / seperti bayi haus kasih Ibu"

Bagian ini memperkenalkan tema dengan menggambarkan pencarian dan konsumsi nasi sebagai kegiatan rutin yang penting dan vital, hampir seperti kewajiban religius. Perbandingan dengan bayi yang haus kasih Ibu menggarisbawahi betapa mendesaknya kebutuhan ini dan ketergantungan emosional terhadapnya.

"pagi ini / di wadah beras menyisakan beberapa biji / mereka tertidur di sembarang sisi"

Di sini, penulis menggambarkan situasi di mana beras yang tersisa sangat sedikit, mencerminkan kekurangan dan ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Frasa "mereka tertidur di sembarang sisi" memberi kesan bahwa sisa-sisa beras tersebut seperti bagian dari kehidupan yang terlupakan atau tidak terurus.

"mungkin karena Bapak sakit sebulan ini / atau karena Ibu sudah malu pinjam sana sini"

Bagian ini menyentuh faktor-faktor sosial-ekonomi yang berkontribusi pada kekurangan makanan, yaitu sakitnya Bapak dan situasi finansial Ibu. Hal ini menunjukkan bagaimana masalah kesehatan dan keuangan mempengaruhi ketersediaan makanan.

"tahu begini / aku puasa dulu / setidaknya aku punya alasan / untuk cacing yang berdemo di perutku / lalu aku katakan / bahwa hidup bukan untuk menuntut kenyang"

Bagian ini merupakan refleksi penulis atas situasi yang dihadapinya. Penulis memilih untuk berpuasa sebagai bentuk pengendalian diri dan sebagai alasan untuk menanggung rasa lapar. Frasa "cacing yang berdemo di perutku" secara metaforis menggambarkan rasa lapar yang tidak tertahan, sementara pernyataan terakhir menunjukkan sikap penerimaan dan filosofi hidup bahwa kehidupan tidak hanya tentang memenuhi kebutuhan fisik.

Simbolisme

  • Nasi: Nasi dalam puisi ini adalah simbol dari kebutuhan dasar dan kekurangan dalam kehidupan sehari-hari. Nasi melambangkan lebih dari sekadar makanan—ia mencerminkan kondisi sosial-ekonomi dan kesulitan yang dihadapi.
  • Bulir-Bulir Nasi: Bulir-bulir nasi yang tersisa melambangkan kekurangan dan ketidakcukupan, serta dampaknya pada kehidupan keluarga.

Teknik Bahasa

  • Metafora: Penggunaan metafora seperti "cacing yang berdemo di perutku" memberikan gambaran kuat tentang rasa lapar dan ketidaknyamanan yang dialami penulis. Ini menambah dimensi emosional dan visual pada puisi.
  • Personifikasi: Nasi yang "tertidur di sembarang sisi" memberikan kehidupan pada benda mati, menyiratkan kondisi yang tidak terurus dan tidak terawat.
  • Perbandingan: Perbandingan antara pencarian nasi dengan kewajiban religius dan kasih ibu memberikan penekanan pada betapa pentingnya nasi dalam kehidupan penulis, serta ketergantungan emosional dan fisik yang ada.
Puisi "Aku dan Nasi" karya Melani Jamilah menyajikan gambaran mendalam tentang perjuangan sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan dasar dan bagaimana situasi ekonomi mempengaruhi kualitas hidup. Melalui simbolisme nasi dan teknik bahasa yang kuat, puisi ini mengeksplorasi tema kekurangan, ketergantungan, dan penerimaan dalam menghadapi kesulitan. Karya ini tidak hanya menyoroti kondisi sosial-ekonomi, tetapi juga mencerminkan sikap filosofi penulis dalam menghadapi tantangan hidup.

Puisi Sepenuhnya
Puisi: Aku dan Nasi
Karya: Melani Jamilah

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.