Puisi: Air Mata (Karya Rustam Effendi)

Puisi “Air Mata” karya Rustam Effendi menggambarkan perjuangan batin seseorang yang mencari tempat untuk mengungkapkan rasa sakit dan kesedihan.
Air Mata

Banyak kenalan kaum kerabat,
kawan bergurau bersuka-suka,
tetapi di masa berhati sebat,
kemanakah tempat mengatakan luka?

Ibu dan ayah sanak selingkar,
tempat mengadu mencurah susah,
tetapi mereka semata mendengar,
mengerti pun tidak perkataan Gundah

Tidak seorang membujuk,
jikalau kita diremas duka.
Karena ta' seorangpun dapat mengajuk,
dalam lautan rasaian kita.
Hanyalah air mata di waktu bersunyi,
yang dapat mencucurkan obat nurani.

Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)

Analisis Puisi:

Puisi "Air Mata" karya Rustam Effendi adalah sebuah karya yang mengungkapkan kedalaman emosi dan kesedihan yang dirasakan seseorang ketika merasa kesepian dan tidak dimengerti. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini menggambarkan perjuangan batin seseorang yang mencari tempat untuk mengungkapkan rasa sakit dan kesedihan.

Tema dan Makna

  • Kesepian dalam Keseharian: Puisi ini dimulai dengan menggambarkan kehidupan sosial yang tampaknya penuh dengan interaksi dan keceriaan—“Banyak kenalan kaum kerabat, kawan bergurau bersuka-suka”—tetapi di balik semua itu, penulis merasakan kesepian yang mendalam. Hal ini menunjukkan kontras antara penampilan luar dan pengalaman batin yang sebenarnya.
  • Keterasingan dalam Keluarga: Penulis kemudian menggambarkan bagaimana, meskipun memiliki keluarga—“Ibu dan ayah sanak selingkar”—dan teman-teman, rasa kesepian dan kesulitan tetap hadir. Keluarga, meskipun ada untuk mendengar, tidak selalu dapat memahami atau merasakan penderitaan yang dialami. Frasa “mengerti pun tidak perkataan Gundah” menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk benar-benar memahami rasa sakit yang dirasakan penulis.
  • Ketidakmampuan untuk Mengungkapkan Rasa Sakit: Puisi ini juga menyoroti perasaan tidak berdaya ketika mencoba mencari dukungan atau penghiburan. “Tidak seorang membujuk” dan “jikalau kita diremas duka” menekankan bahwa tidak ada yang bisa benar-benar membantu mengatasi rasa sakit yang dirasakan. Penulis merasa terasing dalam lautan rasa yang mendalam dan tak tertembus.
  • Air Mata sebagai Obat Nurani: Dalam kesunyian dan keterasingan, satu-satunya cara untuk meredakan rasa sakit adalah melalui air mata. “Hanyalah air mata di waktu bersunyi, yang dapat mencucurkan obat nurani” menunjukkan bahwa menangis adalah satu-satunya pelipur lara dan cara untuk mengeluarkan emosi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Air mata menjadi bentuk ekspresi yang murni dan personal yang membantu menenangkan hati.

Gaya Bahasa dan Teknik Puitis

  • Bahasa Sederhana namun Penuh Makna: Rustam Effendi menggunakan bahasa yang sederhana namun sangat efektif dalam menyampaikan pesan emosionalnya. Pilihan kata seperti “air mata,” “kesepian,” dan “dukanya” menciptakan gambaran yang jelas dan menyentuh hati mengenai pengalaman batin yang digambarkan.
  • Kontras dan Ironi: Puisi ini menggunakan kontras yang kuat antara kehidupan sosial yang ceria dan rasa kesepian yang mendalam. Ironi muncul dalam kenyataan bahwa meskipun dikelilingi oleh orang-orang, penulis merasa tidak ada yang benar-benar memahami atau bisa menghibur.
  • Struktur dan Ritme: Puisi ini memiliki struktur yang teratur dengan penggunaan baris yang saling melengkapi dan menekankan pesan yang ingin disampaikan. Ritme puisi yang tenang dan berkesinambungan mencerminkan aliran perasaan yang dalam dan berkelanjutan dari penulis.
Puisi “Air Mata” karya Rustam Effendi adalah sebuah refleksi yang mendalam tentang kesepian, keterasingan, dan pencarian penghiburan dalam kehidupan. Melalui bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini menyampaikan perasaan batin yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, dan menyoroti bagaimana air mata menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi rasa sakit yang mendalam.

Pesan dari puisi ini relevan bagi banyak orang yang mungkin merasa kesepian atau tidak dimengerti dalam hidup mereka. Dengan menggambarkan ketidakmampuan untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitar, Rustam Effendi mengajak pembaca untuk menyadari kekuatan dan makna dari ekspresi emosional yang terdalam—air mata.

Rustam Effendi
Puisi: Air Mata
Karya: Rustam Effendi

Biodata Roestam Effendi:
  • Rustam Effendi lahir pada tanggal 13 Mei 1903 di Padang, Sumatra Barat.
  • Rustam Effendi meninggal dunia pada tanggal 24 Mei 1979 (pada usia 76) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.