Puisi: Melukis Puisi (Karya Mustafa Ismail)

Puisi Melukis Puisi karya Mustafa Ismail menggambarkan pengalaman emosional, kesunyian, serta upaya untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran ...
Melukis Puisi

Adakah kau menunggu, pada sudut
yang bebas dari tempias hujan
menandai sebuah sunyi dan dingin malam
sambil kau baca surat-surat yang belum selesai kutuliskan
sambil menatap hari-hari yang gelisah

Laut di sini tetap bergelombang
menggores luka di bekas tapak tangan
aku ingin kau menghapus kegelapan pantai di bibirku
yang gemetar setiap menyebut ayat-ayat langit
padahal aku telah diajari membaca
tetap juga kutemui huruf-huruf yang kaku

Dalam gigil terselip sepucuk puisi
isyarat yang tiap saat mesti kuterjemahkan
seperti langit yang senantiasa berganti warna
seperti laut yang selalu saja surut
aku di dalamnya
melukis gambar-gambar yang dipotret sejarah.

Trienggadeng, 1996

Sumber: Tarian Cermin (2007)

Analisis Puisi:

Puisi Melukis Puisi karya Mustafa Ismail adalah sebuah karya yang mengajak pembaca untuk merenung tentang proses kreatif seorang penyair. Melalui penggunaan bahasa yang puitis dan simbolis, puisi ini menggambarkan pengalaman emosional, kesunyian, serta upaya untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran melalui seni.

Kesunyian dan Penantian

Puisi dimulai dengan pertanyaan retoris yang menggugah, “Adakah kau menunggu, pada sudut yang bebas dari tempias hujan.” Pembaca langsung dihadapkan pada suasana malam yang sunyi dan dingin, yang menciptakan konteks penantian. Kesunyian malam yang dihiasi dengan hujan melambangkan kerinduan dan ketidakpastian, di mana si pembicara tampak menunggu seseorang atau sesuatu yang mungkin tak kunjung datang.

Ketidakpastian dalam Ekspresi

Bait kedua mengisahkan tentang laut yang tetap bergelombang, yang “menggores luka di bekas tapak tangan.” Gambaran ini memberikan kesan bahwa meskipun ada usaha untuk menyampaikan perasaan, terdapat juga rasa sakit dan ketidakpastian. Ketika pembicara meminta agar si penerima puisi menghapus “kegelapan pantai di bibirku,” ini menunjukkan keinginan untuk mendapatkan pemahaman dan kelegaan dari rasa gelisah yang membebani.

Kesulitan dalam Menyampaikan Makna

Kekakuan huruf-huruf yang disebutkan mencerminkan kesulitan si pembicara dalam mengekspresikan perasaannya melalui kata-kata. Meskipun telah diajari membaca, kenyataannya tetap saja terdapat keterbatasan dalam menyampaikan makna. Ini menggambarkan bahwa seni, meskipun menjadi alat untuk mengekspresikan diri, sering kali tidak cukup untuk menggambarkan kompleksitas emosi dan pengalaman.

Simbolisme dalam Natur

Bait terakhir menghadirkan elemen alam yang kuat, dengan langit dan laut sebagai simbol perubahan dan ketidakpastian. “Seperti langit yang senantiasa berganti warna,” memberikan gambaran bahwa perasaan dan pengalaman dapat berubah dengan cepat. Dalam konteks ini, pembicara berada dalam proses melukis gambaran yang lebih besar—sebuah sejarah yang penuh dengan kenangan dan pengalaman yang mendalam.

Melukis Puisi adalah sebuah eksplorasi tentang bagaimana penyair mencoba menangkap pengalaman hidup dan emosi melalui kata-kata. Proses kreatif itu sendiri, meskipun sulit dan penuh tantangan, merupakan perjalanan yang berharga. Melalui lensa pengalaman pribadi, Mustafa Ismail berhasil menciptakan puisi yang tidak hanya menggambarkan kesedihan dan kerinduan, tetapi juga harapan untuk menemukan makna dalam ketidakpastian. Dengan demikian, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang perjalanan mereka sendiri dalam melukis kehidupan melalui kata-kata.

Mustafa Ismail
Puisi: Melukis Puisi
Karya: Mustafa Ismail

Biodata Mustafa Ismail:
  • Mustafa Ismail lahir pada tanggal 25 Agustus 1971 di Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.