Puisi: Yudas (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Yudas" karya Subagio Sastrowardoyo tidak hanya membahas tentang kisah pengkhianatan Yudas Iskariot, tetapi juga tentang pergulatan batin ...
Yudas

Tiba-tiba didengarnya teriak
"Anaa 'lhakk!"
dan sebelum senja
dibunuhnya orang berjubah
di pinggir kota
dan tubuhnya dikubur dalam gua
Dengan matinya bedebah, disangkanya
telah berhenti sejarah
dan hilang ingatan dosa
Tapi malamnya dekat ranjang
apa bayangan benak belaka
yang menggoda
atau sungguh jenazah yang bangkit
dari kubur
dengan luka masih berdarah di dada?
Warna darahnya putih

Sumber: Keroncong Motinggo (1975)

Analisis Puisi:

Puisi "Yudas" karya Subagio Sastrowardoyo menawarkan sebuah pandangan mendalam tentang tema pengkhianatan, penebusan, dan pertentangan batin manusia. Dengan mengangkat tokoh Yudas Iskariot, pengkhianat Yesus dalam narasi Alkitab, Subagio mengajak pembaca merenungkan makna pengkhianatan dan konsekuensi moral yang mengikutinya. Puisi ini penuh dengan simbolisme religius yang dapat diinterpretasikan melalui berbagai lensa, termasuk spiritualitas, moralitas, dan kemanusiaan.

Teriakan "Anaa 'lhakk!": Pernyataan Kebenaran atau Kekacauan?

Puisi ini dimulai dengan kalimat "Tiba-tiba didengarnya teriak 'Anaa 'lhakk!'" yang menggemakan ungkapan dari ajaran Sufi yang berarti "Akulah Kebenaran!" Ungkapan ini, yang dikenal sebagai pernyataan mistis yang diucapkan oleh Al-Hallaj, seorang sufi yang dieksekusi karena klaim ketuhanannya, menimbulkan dilema antara kebenaran ilahi dan dosa pengkhianatan. Yudas, yang di dalam puisi ini mendengar teriakan tersebut, mungkin terguncang oleh pengakuan ini, yang menciptakan perasaan bersalah dan kegelisahan dalam dirinya.

Dengan menyatukan elemen kebenaran mistis ini dengan Yudas, Subagio menggarisbawahi ironi yang dalam: Yudas mungkin menyadari kebenaran, namun tindakannya membawa kematian kepada orang yang ia khianati. Ini adalah konflik yang mendasar dalam puisi ini—antara pengakuan kebenaran dan ketidakmampuan untuk hidup sesuai dengan kebenaran tersebut.

Pembunuhan di Pinggir Kota: Simbol Pengkhianatan

Baris "dan sebelum senja / dibunuhnya orang berjubah / di pinggir kota" membawa pembaca pada gambaran pembunuhan Yesus oleh Yudas. Dalam narasi ini, senja bisa melambangkan akhir dari suatu masa atau peralihan menuju kegelapan moral. Pembunuhan di "pinggir kota" menunjukkan bahwa tindakan Yudas dilakukan di tempat yang terpinggirkan, mungkin secara moral maupun secara fisik.

Orang berjubah di sini melambangkan figur yang suci atau religius, yang dikhianati dan dibunuh, mengingatkan kita pada nasib Yesus yang dikhianati oleh Yudas. Tindakan ini bukan sekadar pengkhianatan terhadap seorang individu, tetapi juga terhadap nilai-nilai spiritual dan kebenaran yang lebih besar.

Tubuh yang Dikubur dalam Gua: Kematian dan Kebangkitan

Baris "dan tubuhnya dikubur dalam gua" mengingatkan kita pada kisah penguburan Yesus di gua setelah penyaliban. Gua, dalam konteks ini, adalah simbol dari tempat peristirahatan terakhir, tetapi juga tempat dari mana kebangkitan terjadi. Namun, Yudas mengira bahwa dengan kematian Yesus, "telah berhenti sejarah / dan hilang ingatan dosa." Yudas, dalam kebutaannya, percaya bahwa dengan kematian orang yang ia khianati, segala dosa dan sejarah akan lenyap.

Di sini, Subagio menggambarkan betapa kelirunya anggapan tersebut. Pengkhianatan tidak menghentikan sejarah; sebaliknya, sejarah malah mencatatnya dan mengutuk tindakan tersebut. Yudas berpikir bahwa dosa akan hilang dengan kematian Yesus, namun dosa tersebut justru menjadi beban moral yang abadi.

Bayangan Malam dan Kebangkitan yang Menggoda

Bagian paling menggugah dari puisi ini mungkin adalah saat "malamnya dekat ranjang / apa bayangan benak belaka / yang menggoda / atau sungguh jenazah yang bangkit / dari kubur." Di sini, Subagio menyampaikan ketakutan dan kegelisahan batin Yudas. Dia dihantui oleh bayangan atau mungkin kenyataan bahwa orang yang ia khianati telah bangkit kembali. Ini adalah penjelmaan dari rasa bersalah yang begitu dalam hingga ia tidak bisa membedakan antara kenyataan dan imajinasi.

Kebangkitan dari kubur bukan hanya mencerminkan kisah kebangkitan Yesus, tetapi juga kebangkitan dari ingatan akan dosa yang tidak bisa dilenyapkan. Luka di dada yang masih berdarah menjadi simbol bahwa dosa Yudas tetap hidup, tidak peduli seberapa keras ia mencoba untuk melupakannya.

Warna Darah Putih: Simbol Kesucian atau Kekosongan?

Akhir dari puisi ini, "Warna darahnya putih," adalah simbolisme yang penuh teka-teki. Darah biasanya diasosiasikan dengan kehidupan, dosa, dan pengorbanan. Namun, darah yang putih adalah sesuatu yang anomali. Ini bisa menjadi simbol dari kesucian yang aneh, di mana darah yang biasanya merah karena dosa menjadi putih.

Namun, interpretasi lain bisa melihat darah putih sebagai tanda dari kekosongan moral—bahwa dosa telah membuat darah, simbol kehidupan, kehilangan warnanya, kehilangan esensinya. Ini mungkin mencerminkan keadaan batin Yudas yang kosong, tidak lagi mampu merasakan atau mengekspresikan emosi yang sejati.

Puisi sebagai Renungan Batin

Puisi "Yudas" karya Subagio Sastrowardoyo tidak hanya membahas tentang kisah pengkhianatan Yudas Iskariot, tetapi juga tentang pergulatan batin yang dialami oleh seseorang yang telah melakukan dosa besar. Subagio mengajak pembaca untuk merenungkan makna pengkhianatan, dosa, dan penebusan melalui penggunaan simbolisme yang kuat dan imaji yang menggugah.

Puisi ini juga menyentuh tema-tema universal seperti rasa bersalah, penyesalan, dan ketakutan akan konsekuensi dari tindakan kita. Dengan menggunakan tokoh Yudas sebagai medium, Subagio berhasil menyampaikan pesan tentang bagaimana dosa dan pengkhianatan tidak bisa dihapus begitu saja, tetapi terus menghantui pelakunya. Dalam ketakutan dan kebingungan batin Yudas, kita menemukan cerminan dari ketidakmampuan manusia untuk melarikan diri dari bayangan kesalahan mereka sendiri.


Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Yudas
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.