Puisi: Weton (Karya Mardi Luhung)

Puisi "Weton" karya Mardi Luhung mengingatkan kita bahwa dalam setiap penyerahan dan pengorbanan, ada kebahagiaan dan makna yang mendalam, serta ...
Weton
(: cerita mirammastra)

Jika esok malam laut pasang datang, tolong pandanglah
dengan jelas. Sebab, pada laut pasang, aku akan
menyerahkan umurku. Umur yang telah terpakai. Umur
yang berkibar. Seperti kibaran bendera yang tertancap di
karang. Karang keling yang disorot cahaya. Cahaya kuning
keemasan.

Dan jangan terkejut, jika di saat yang tak terduga, akan ada
si buaya putih yang menyembul dari laut pasang. Si buaya
putih yang punya kelebat aneka warna. Si buaya putih yang
bahagia ketika memasuki meja pengorbanan. Meja sesaji.
Meja yang penuh dengan bunga, beras, buah dan bumbu.

Seperti kebahagiaan si wanita ketika menyerahkan
miliknya pada si lelaki impian. Meski (setelah itu), arah-
arah ombak tetap saja terambing dan terguncang. Dan para
pelayar, para pelayar yang hebat sekali pun, hanya bisa
melayari sambil menjambaki rambut sendiri.

Padahal, si empu batas-muasal-lautan selalu demikian
dekat. Seperti dekatnya urat pada leher. Urat yang selama
isi perairan dan perabotannya dijaga, tak lelah meniupkan
denyut. Lalu, seperti penanti yang melabaikan sapu
tangannya di pantai, tolong lambaikan juga sapu tanganmu.

Biar nanti setelah aku serahkan umurku pada laut pasang,
selalu ada ingatan: "Jika apa yang ada, tidaklah pernah
cuma-cuma. Meski itu, untuk sebuah penyerahan."

Gresik, 2014

Sumber: Kompas (23 Maret 2014)

Analisis Puisi:

Puisi "Weton" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya yang memadukan elemen alam dan ritual dalam sebuah narasi yang mendalam dan penuh makna. Melalui bahasa yang penuh simbolisme, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan, pengorbanan, dan hubungan manusia dengan alam semesta.

Tema Utama

  • Pengorbanan dan Ritual: Puisi ini menggambarkan sebuah ritual pengorbanan di mana umur diserahkan kepada laut pasang. Ritual ini dilambangkan dengan berbagai elemen alam seperti laut, buaya putih, dan meja sesaji yang penuh dengan bunga, beras, buah, dan bumbu.
  • Hubungan Manusia dengan Alam: Hubungan antara manusia dan alam digambarkan dengan kuat dalam puisi ini. Laut pasang, buaya putih, dan karang menjadi simbol-simbol alam yang berinteraksi dengan manusia dalam proses pengorbanan dan penyerahan.
  • Kebahagiaan dan Penyerahan: Kebahagiaan dalam penyerahan diri kepada sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri menjadi salah satu tema sentral. Seperti kebahagiaan wanita yang menyerahkan miliknya pada lelaki impian, pengorbanan dalam puisi ini juga digambarkan dengan kebahagiaan yang mendalam.

Isi

  • Laut Pasang dan Pengorbanan: Penggambaran laut pasang yang datang esok malam menjadi momen penting dalam puisi ini. Laut pasang bukan hanya fenomena alam, tetapi juga simbol dari tempat di mana pengorbanan umur dilakukan. Umur yang telah terpakai dan berkibar seperti bendera di karang menggambarkan perjalanan hidup yang telah dilalui.
  • Buaya Putih dan Ritual: Kehadiran buaya putih yang muncul dari laut pasang menjadi elemen magis dalam puisi ini. Buaya putih dengan kelebat aneka warna yang bahagia memasuki meja pengorbanan melambangkan makhluk suci dalam ritual. Meja sesaji yang penuh dengan bunga, beras, buah, dan bumbu menambah nuansa sakral dari ritual pengorbanan ini.
  • Kesulitan Pelayar: Para pelayar yang hebat pun hanya bisa melayari laut sambil menjambaki rambut sendiri, menunjukkan betapa sulitnya mengarungi kehidupan meskipun memiliki keahlian. Ini menggambarkan bahwa tidak ada yang mudah dalam hidup, bahkan bagi mereka yang dianggap ahli sekalipun.
  • Dekatnya Empu Batas-Muasal-Lautan: Empu batas-muasal-lautan yang digambarkan selalu dekat, seperti urat pada leher, menekankan bahwa kekuatan alam dan kehidupan selalu ada di sekitar kita. Penjaga perairan dan perabotannya yang tak lelah meniupkan denyut menandakan keberlanjutan hidup dan kekuatan alam yang terus-menerus hadir.

Gaya Bahasa

  • Bahasa Simbolis dan Penuh Imaji: Mardi Luhung menggunakan bahasa yang penuh dengan simbolisme dan imaji untuk menggambarkan ritual dan elemen alam dalam puisi ini. Simbol-simbol seperti buaya putih, meja sesaji, dan laut pasang membawa pembaca ke dalam dunia magis dan spiritual.
  • Personifikasi: Elemen alam seperti laut pasang dan buaya putih dipersonifikasikan dengan kebahagiaan dan perilaku manusia, menciptakan hubungan emosional antara pembaca dengan alam.
  • Pengulangan dan Kontruksi Visual: Pengulangan frasa dan konstruksi visual yang kuat membantu memperkuat tema dan simbolisme dalam puisi ini. Misalnya, frasa "tolong pandanglah dengan jelas" mengajak pembaca untuk merenungkan setiap elemen dalam puisi dengan cermat.
Puisi "Weton" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya yang kaya akan makna dan simbolisme. Melalui penggambaran ritual pengorbanan dan hubungan manusia dengan alam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dan penyerahan diri. Dengan gaya bahasa yang penuh imaji dan simbol, Mardi Luhung berhasil menciptakan sebuah narasi yang mendalam dan menggugah perasaan. Puisi ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap penyerahan dan pengorbanan, ada kebahagiaan dan makna yang mendalam, serta bahwa hubungan kita dengan alam adalah sesuatu yang abadi dan sakral.

Mardi Luhung
Puisi: Weton
Karya: Mardi Luhung

Biodata Mardi Luhung:
  • Mardi Luhung lahir pada tanggal pada 5 Maret 1965 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.