Puisi: Tumbal (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Tumbal" karya Diah Hadaning mengungkapkan tema tentang kegilaan, penderitaan, dan pencarian makna, serta bagaimana peristiwa-peristiwa besar ..
Tumbal

Anak manusia mencoba beri makna
peristiwa di zamannya
ekspresi pinggir telaga
dalam sisa hujan malam
di matanya
rakyat hanyalah korban kegilaan
rakyat hanyalah korban keganasan.

Agustus telah mengental
dalam darah sendiri
di matanya
semua harus diberi arti
kesadaran
kegalauan
kebijakan
semua bagian jati-diri
yang tak bisa dipungkiri.

Siapa mencari tumbal
apa yang dibuat tumbal
ternyata
sesiapa yang pantas jadi tumbal.

Malam hanyut 
angin susut
sesosok bayang menyusur malam.

Agustus, 1998

Analisis Puisi:

Puisi "Tumbal" karya Diah Hadaning menggali tema kompleks tentang makna sejarah, kegilaan, dan peran individu sebagai korban dalam peristiwa sosial dan politik. Melalui penggunaan simbolisme dan metafora yang mendalam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana manusia berusaha memberikan makna pada peristiwa besar dan bagaimana individu bisa menjadi "tumbal" dalam proses tersebut.
  • Makna Sejarah dan Kegilaan: Puisi ini dimulai dengan "Anak manusia mencoba beri makna / peristiwa di zamannya", yang menunjukkan usaha manusia untuk memahami dan memberikan arti pada peristiwa sejarah dan sosial. "Ekspresi pinggir telaga / dalam sisa hujan malam" menggambarkan refleksi yang mendalam dan introspektif, di mana manusia mencoba memaknai peristiwa besar dalam kehidupan mereka.
  • Korban dalam Kegilaan: Pernyataan bahwa "rakyat hanyalah korban kegilaan / rakyat hanyalah korban keganasan" menyoroti bagaimana individu sering kali menjadi korban dari kekacauan dan kebrutalan yang lebih besar dari diri mereka. Ini mencerminkan penderitaan dan ketidakberdayaan yang dialami oleh banyak orang dalam situasi sosial dan politik yang ekstrem.
  • Agustus sebagai Simbol: "Agustus telah mengental / dalam darah sendiri" menunjukkan bahwa bulan Agustus, yang mungkin merujuk pada peristiwa penting dalam sejarah Indonesia, telah menjadi bagian dari identitas dan pengalaman kolektif. Penggunaan kata "mengental" menekankan bagaimana peristiwa tersebut meninggalkan jejak yang mendalam dan abadi dalam sejarah dan ingatan rakyat.
  • Pencarian Makna dan Tumbal: Puisi ini kemudian berlanjut dengan "Siapa mencari tumbal / apa yang dibuat tumbal", yang mengangkat pertanyaan tentang siapa yang menjadi tumbal dan mengapa. Tumbal di sini bisa menjadi simbol dari korban yang harus mengorbankan diri mereka untuk suatu tujuan atau perubahan yang lebih besar. "Sesiapa yang pantas jadi tumbal" menyoroti aspek kejam dari memilih siapa yang akan menjadi korban dalam proses sejarah atau sosial.
  • Malam dan Bayangan: Akhir puisi dengan "Malam hanyut / angin susut / sesosok bayang menyusur malam" menciptakan suasana yang melankolis dan misterius. Ini menggambarkan bagaimana bayangan dan kekelaman malam mencerminkan ketidakpastian dan penderitaan yang dialami oleh individu dan masyarakat.
Puisi "Tumbal" karya Diah Hadaning merupakan sebuah karya yang mendalam dan reflektif tentang bagaimana manusia mencoba memberikan makna pada peristiwa sejarah dan sosial, serta bagaimana individu bisa menjadi korban dalam konteks yang lebih besar. Melalui simbolisme dan metafora, puisi ini mengungkapkan tema tentang kegilaan, penderitaan, dan pencarian makna, serta bagaimana peristiwa-peristiwa besar meninggalkan jejak yang mendalam pada identitas dan pengalaman kolektif. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan peran mereka dalam sejarah dan dampak yang mungkin mereka alami sebagai hasil dari peristiwa besar dan keputusan yang diambil oleh masyarakat.

"Puisi: Tumbal (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Tumbal
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.