Sumber: Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018)
Analisis Puisi:
Puisi "Terbang" karya Kinanthi Anggraini adalah sebuah karya yang kaya akan imaji dan simbolisme, menggambarkan konsep kebebasan dan transformasi melalui gambaran terbang dan perubahan. Melalui penggunaan bahasa yang puitis dan metaforis, puisi ini mengeksplorasi tema tentang melepaskan diri dari batasan dunia fisik dan menemukan kebebasan spiritual.
Menyatukan Jarak dan Angan-Angan
Puisi ini dimulai dengan gambaran "Mata berpandang sayup kecoklatan," yang menyiratkan pandangan yang jauh dan dalam. "Menyatukan jarak menjadi kenyataan" menggambarkan proses penyatuan atau integrasi antara harapan dan kenyataan, mungkin mengacu pada bagaimana seseorang dapat mewujudkan impian atau aspirasi mereka.
"Kakiku tertekuk setengah dada dengan bulu putih yang siap berkelana," melambangkan kesiapan untuk memulai perjalanan atau transformasi. Bulu putih di sini bisa diartikan sebagai simbol kemurnian atau kesiapan untuk terbang, dan "menahan nafas yang tumbuh di udara" menunjukkan bahwa ada penantian atau persiapan untuk perubahan yang akan datang. "Menanti tumbuh sayap di punggung usia" adalah metafora untuk proses perkembangan diri yang membawa kebebasan dan kemungkinan baru seiring bertambahnya usia.
Mengatasi Keriuhan Dunia Fisik
Bagian berikut puisi, "dengan begitu musnahlah segala keriuhan," menunjukkan bahwa dengan transformasi atau penerbangan ini, segala bentuk keributan dan kesibukan duniawi akan menghilang. Istilah "di lalu lintas, perempatan dan trotoar pejalan" dan "tol, pertigaan dan jalan aspal penuh perbaikan" menggambarkan kerumitan dan kebisingan kehidupan sehari-hari yang akan ditinggalkan.
Gambaran "bersih dari kendaraan besi, dan joki tree in one" melambangkan bagaimana segala hal yang bersifat mekanis dan sibuk dalam kehidupan sehari-hari akan hilang, memberikan ruang bagi kebebasan dan ketenangan.
Kebebasan dari Batasan Duniawi
Puisi ini menyatakan, "saat kaki tak harus dimiliki sebagai pijakan sepatu bermerk atau gelang kaki," yang menunjukkan pembebasan dari batasan fisik atau material. Ini adalah saat di mana kebutuhan akan barang-barang duniawi seperti sepatu bermerk atau perhiasan tidak lagi relevan.
"Inilah saatnya ras bangsa-bangsaku mengudara," menandakan bahwa saat transformasi ini terjadi, individu atau masyarakat dapat mengalami kebebasan spiritual atau eksistensial. "Kala meminum daun bercampur seribu mantra" bisa diartikan sebagai saat di mana seseorang merasakan pencerahan atau transformasi mendalam yang membawa mereka keluar dari batasan fisik dan material.
Penutup yang Mendalam
Puisi diakhiri dengan "saat itulah tak lagi kutekuk badan di sudut tembok, tanpa penerangan." Kalimat ini menggambarkan perasaan tidak terikat dan bebas dari batasan yang sebelumnya mungkin dirasakan. Menekuk badan di sudut tembok tanpa penerangan melambangkan keadaan terkurung atau tidak berdaya, yang kini digantikan oleh kebebasan dan pencerahan.
Puisi "Terbang" karya Kinanthi Anggraini menggunakan imaji dan simbolisme untuk mengeksplorasi tema kebebasan dan transformasi. Dengan gambaran terbang dan pembebasan dari kerumitan dunia fisik, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan proses perubahan pribadi dan spiritual yang memungkinkan seseorang untuk melepaskan diri dari batasan duniawi dan meraih kebebasan yang lebih dalam. Melalui deskripsi yang indah dan metaforis, puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya melepaskan diri dari keterbatasan dan mencari pengalaman yang lebih mendalam dan bebas.
Karya: Kinanthi Anggraini
Biodata Kinanthi Anggraini:
Kinanthi Anggraini lahir pada tanggal 17 Januari 1989 di Magetan, Jawa Timur.
Karya-karya Kinanthi Anggraini pernah dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, antara lain Horison, Media Indonesia, Indopos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Basis, Sinar Harapan, Banjarmasin Post, Riau Pos, Lampung Post, Solopos, Bali Post, Suara Karya, Tanjungpinang Pos, Sumut Pos, Minggu Pagi, Bangka Pos, Majalah Sagang, Malang Post, Joglosemar, Potret, Kanal, Radar Banyuwangi, Radar Bojonegoro, Radar Bekasi, Radar Surabaya, Radar Banjarmasin, Rakyat Sumbar, Persada Sastra, Swara Nasional, Ogan Ilir Ekspres, Bangka Belitung Pos, Harian Haluan, Medan Bisnis, Koran Madura, Mata Banua, Metro Riau, Ekspresi, Pos Bali, Bong-Ang, Hayati, MPA, Puailiggoubat, Suara NTB, Cakrawala, Fajar Sumatera, Jurnal Masterpoem Indonesia, dan Duta Selaparang.
Puisi-puisi Kinanthi Anggraini terhimpun di dalam buku Mata Elang Biru (2014) dan Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018). Karya-karyanya juga diterbitkan dalam cukup banyak buku antologi bersama.
Nama Kinanthi Anggraini tertulis dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017).