Puisi: Tempias (Karya Ibrahim Sattah)

Puisi "Tempias" karya Ibrahim Sattah mengajak pembaca untuk merenungkan perubahan dalam hidup serta kekuatan kenangan masa lalu.
Tempias

Teringat cerita cok-cok kelupit tulang daing
Menghitung hitung jari sepuluh
Di luar tempias sampai ke lasa
Alangkah sukanya masa kanak alangkah riuh
Di laman pun jadi asal dapat main kasti
Nafas terengah mengejar pos terdepan
Kena rejam lalu tak jadi menang
Semua masih terasa
Lecut lidi cubit dan kasian nenek
Cok – kelupit
Kelupit tulang daing
Dan kini kerenyut musim apa pula
Diri yang Kau lepaskan seluruh
Dari sini
Mengerling
Lalu pergi
Lalu jauh
Semakin jauh

Sumber: Dandandid (1975)

Catatan:
  1. Cok-cok kelupit tulang daing: sejenis mainan kanak-kanak di Tarempa
  2. Lasa: serambi muka.

Analisis Puisi:

Puisi "Tempias" karya Ibrahim Sattah adalah sebuah karya yang mengeksplorasi tema nostalgia, perubahan, dan kenangan masa kanak-kanak. Dengan penggunaan bahasa yang kental dengan nuansa lokal dan struktur yang melankolis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan perubahan dalam hidup serta kekuatan kenangan masa lalu.

Tema Utama

  • Nostalgia dan Kenangan Masa Kanak-Kanak: Puisi ini menggambarkan nostalgia terhadap masa kanak-kanak dengan menampilkan permainan tradisional seperti "cok-cok kelupit tulang daing" dan permainan kasti. Frasa "Alangkah sukanya masa kanak alangkah riuh" mencerminkan kegembiraan dan kebahagiaan yang dirasakan pada masa lalu, yang kini terasa semakin jauh dan tidak terjangkau.
  • Perubahan dan Kehilangan: Puisi ini juga menyiratkan tema perubahan dan kehilangan, dengan penekanan pada bagaimana masa kanak-kanak yang ceria kini terasa jauh dan tidak lagi dapat diakses. Frasa "Dan kini kerenyut musim apa pula" menunjukkan transisi waktu dan perubahan yang tidak dapat dihindari.
  • Penerimaan dan Pengunduran: Pada akhir puisi, ada rasa penerimaan terhadap perubahan dan kenyataan bahwa masa lalu telah berlalu. "Dari sini Mengerling Lalu pergi Lalu jauh Semakin jauh" mencerminkan penerimaan bahwa masa lalu, dengan segala kenangan dan pengalaman, telah meninggalkan kita dan semakin menjauh seiring berjalannya waktu.

Gaya Bahasa dan Struktur

  • Penggunaan Bahasa Lokal dan Nuansa Tradisional: Ibrahim Sattah menggunakan bahasa yang kental dengan nuansa lokal, seperti istilah "cok-cok kelupit tulang daing" dan "lasa." Penggunaan istilah ini memberikan nuansa otentik dan lokal, serta menghubungkan pembaca dengan tradisi dan budaya tertentu.
  • Struktur yang Melankolis dan Berulang: Puisi ini memiliki struktur yang melankolis dengan pengulangan frasa dan tema. Pengulangan frasa seperti "Lalu pergi Lalu jauh Semakin jauh" menciptakan rasa keberulangan dan ketidakmampuan untuk kembali ke masa lalu.
  • Imaji dan Simbolisme: Puisi ini menggunakan imaji yang kuat untuk menciptakan gambaran jelas tentang masa lalu dan perubahan. Misalnya, "Menyusur tempias sampai ke lasa" menciptakan gambaran visual tentang perjalanan waktu dan pergeseran dari masa lalu ke masa kini.

Makna dan Interpretasi

Puisi "Tempias" menawarkan refleksi mendalam tentang bagaimana kenangan masa kanak-kanak yang penuh kebahagiaan dan keceriaan dapat terasa jauh dan tidak terjangkau seiring dengan berjalannya waktu. Dengan penggunaan bahasa lokal dan imagery yang kuat, puisi ini menciptakan suasana nostalgia yang mendalam dan menghubungkan pembaca dengan pengalaman dan perasaan universal tentang masa lalu.

Tema perubahan dan kehilangan dalam puisi ini mencerminkan kenyataan bahwa waktu terus bergerak dan membawa perubahan yang tidak dapat dihindari. Meskipun masa lalu dengan segala kenangan dan kebahagiaan terasa semakin jauh, puisi ini mengajak pembaca untuk menerima dan menghargai perjalanan waktu serta perubahan yang terjadi.

Puisi "Tempias" karya Ibrahim Sattah adalah karya yang menggambarkan nostalgia dan perubahan dengan gaya bahasa yang melankolis dan penggunaan imaji yang kuat. Dengan fokus pada kenangan masa kanak-kanak dan pergeseran waktu, puisi ini menawarkan refleksi mendalam tentang bagaimana masa lalu dapat terasa jauh dan tidak terjangkau. Melalui bahasa lokal dan struktur berulang, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman pribadi mereka dan menerima perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu.

Ibrahim Sattah
Puisi: Tempias
Karya: Ibrahim Sattah

Biodata Ibrahim Sattah:
  • Ibrahim Sattah lahir pada tahun 1943 di Tarempa, Siantan, Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau.
  • Ibrahim Sattah meninggal dunia pada tanggal 19 Januari 1988 (pada usia 43 tahun) di Pekanbaru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.