Puisi: Tangisan Ibu Pertiwi (Karya Kristian Ndori)

Puisi "Tangisan Ibu Pertiwi" karya Kristian Ndori merupakan seruan patriotik yang menyuarakan semangat perjuangan dan protes terhadap ketidakadilan ..

Tangisan Ibu Pertiwi


Hei bangsaku, bangsa yang gagah dan luar biasa
Bangsa yang sembuh akan luka penjajahan
Bangsa yang kekar akan keguncangan

Hei bangsaku, hendaklah aku menyiram api perjuangan, agar kalian bisa makan dan menari-nari
Menari bersama hasrat, memandu nyala pergerakan

Hei bangsaku, keluarlah dari pencabulan dan serakah penguasa
Mekarlah dalam nadimu, aliran darah perlawanan
Lihatlah dusta dan kekejian sang penguasa di halaman Istana

Hei bangsaku, Ibu Pertiwi sedang berdarah
Darah juang, darah rakyat dan darah kemiskinan membawa kita menuju kembang-kembang perbudakan

Hei bangsaku, negeri ini telah dirampas mereka yang asing
Kekejian menemani kita
Kemarahan menghantui kita

Hei bangsaku, kepalkan tangan kirimu
Majulah memimpin gerakan
Gerakan anti kediktatoran yang membayang pada wajah mertua

Hei bangsaku, lawanlah tirani dan guncangkan impunitas sebelum keabadiannya tumbuh semekar
Hantuilah dengan ribuan wajah tangisan kekecewaan

2024

Analisis Puisi:

Puisi "Tangisan Ibu Pertiwi" karya Kristian Ndori merupakan seruan patriotik yang menyuarakan semangat perjuangan dan protes terhadap ketidakadilan sosial. Dengan gaya bahasa yang bersemangat dan penuh makna, puisi ini menggambarkan penderitaan dan kemarahan bangsa terhadap penindasan dan ketidakadilan. Melalui liriknya, Kristian Ndori mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi sosial dan politik yang mempengaruhi nasib negara dan rakyatnya.

Makna dan Interpretasi

  • Kebangkitan dan Pemulihan: Baris pertama puisi ini memulai dengan pujian kepada "bangsaku, bangsa yang gagah dan luar biasa," yang mencerminkan rasa kebanggaan dan kekuatan bangsa. "Bangsa yang sembuh akan luka penjajahan" dan "bangsa yang kekar akan keguncangan" menunjukkan perjalanan pemulihan dan ketahanan bangsa setelah mengalami penjajahan dan guncangan. Ini adalah pernyataan tentang kekuatan dan ketahanan bangsa dalam menghadapi masa lalu yang sulit.
  • Api Perjuangan dan Kesejahteraan: Penyair kemudian meminta untuk "menyiram api perjuangan," yang merupakan metafora untuk terus berjuang demi kesejahteraan dan kebebasan. "Agar kalian bisa makan dan menari-nari" menunjukkan harapan untuk mencapai kesejahteraan dan kebebasan, di mana rakyat dapat hidup dengan penuh hasrat dan kegembiraan. Citra ini menegaskan pentingnya perjuangan kolektif untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
  • Protes Terhadap Penguasa: Puisi ini kemudian menyoroti masalah ketidakadilan dan penindasan oleh penguasa. "Keluarlah dari pencabulan dan serakah penguasa" dan "lihatlah dusta dan kekejian sang penguasa di halaman Istana" menunjukkan kritik terhadap penguasa yang korup dan tidak adil. "Mekarlah dalam nadimu, aliran darah perlawanan" menggambarkan kebutuhan untuk melawan dan memperjuangkan keadilan, menunjukkan pentingnya perlawanan terhadap penindasan.
  • Penderitaan Ibu Pertiwi: Baris "Ibu Pertiwi sedang berdarah" menyoroti penderitaan yang dialami oleh negara dan rakyatnya. "Darah juang, darah rakyat dan darah kemiskinan" menggambarkan penderitaan yang disebabkan oleh ketidakadilan dan kemiskinan, yang membawa bangsa menuju "kembang-kembang perbudakan." Ini adalah pernyataan tentang betapa parahnya kondisi sosial dan politik yang mempengaruhi rakyat.
  • Seruan untuk Perubahan: "Hei bangsaku, kepalkan tangan kirimu" dan "Majulah memimpin gerakan" adalah seruan untuk aksi dan perubahan. Penyair mengajak rakyat untuk berperan aktif dalam gerakan anti-kediktatoran dan melawan tirani. Cita-cita untuk "mengguncangkan impunitas" dan "membalas dengan ribuan wajah tangisan kekecewaan" menunjukkan keinginan untuk mengatasi kekuasaan yang tidak adil dan memperjuangkan hak-hak rakyat.

Gaya Bahasa dan Struktur

Kristian Ndori menggunakan gaya bahasa yang kuat dan emosional, dengan penggunaan repetisi "Hei bangsaku" untuk menegaskan seruan dan urgensi pesan. Struktur puisi ini mengikuti format yang menyerukan tindakan dan perlawanan, dengan fokus pada penderitaan, perjuangan, dan harapan untuk perubahan. Penyair menggunakan citra yang kuat dan metafora untuk menyampaikan pesan politik dan sosial yang mendalam.

Puisi "Tangisan Ibu Pertiwi" adalah panggilan untuk kesadaran dan tindakan dalam menghadapi ketidakadilan dan penindasan. Dengan gaya bahasa yang penuh semangat dan metafora yang mendalam, Kristian Ndori menyuarakan kemarahan dan harapan untuk perubahan sosial. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi bangsa dan pentingnya perlawanan terhadap kekuasaan yang tidak adil, serta memperjuangkan kesejahteraan dan kebebasan bagi semua.

Kristian Ndori
Puisi: Tangisan Ibu Pertiwi
Karya: Kristian Ndori

Biodata Kristian Ndori:
  • Kristian Ndori lahir di Watuneso, sebuah kelurahan yang ada di Kecamatan Lio Timur, Kabupaten Ende. Penulis merupakan mahasiswa aktif Sastra Inggris di Universitas Gajayana Malang. Ia sangat aktif menulis di berbagai portal media, di antaranya Mojok.co dan Semilir.co. Selain itu, penulis juga seorang penikmat buku. Ia pernah menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Katolik Watuneso, Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Wolowaru, Sekolah Menengah Atas Karitas Watuneso.
© Sepenuhnya. All rights reserved.