Puisi: Tanda (Karya Dorothea Rosa Herliany)

Puisi "Tanda" karya Dorothea Rosa Herliany menawarkan pandangan yang mendalam tentang kesulitan dalam berduka dan mengungkapkan perasaan.
Tanda

Bunga yang tumbuh telah
kujadikan tanda (atau kubur)
: kita pun selalu gagal
berduka.

Kali ini, subuh begitu singkat
dan selalu tersisa sesuatu yang
tak pernah rampung diucapkan.

Dan masih juga terasa belum
usai menangis. Antara getar dan
gigil: puisi pun gagal dibacakan.

1993

Sumber: Nikah Ilalang (1995)

Analisis Puisi:

Puisi "Tanda" karya Dorothea Rosa Herliany menyingkap lapisan-lapisan kesedihan dan ketidaklengkapan yang sering kali menyertai pengalaman manusia. Dengan bahasa yang kuat dan simbolik, puisi ini mengeksplorasi tema-tema duka, kegagalan dalam menyampaikan perasaan, dan ketidakmampuan untuk sepenuhnya mengatasi kehilangan.

Simbolisme dan Kegagalan Berduka

Puisi ini dimulai dengan:

"Bunga yang tumbuh telah / kujadikan tanda (atau kubur) / : kita pun selalu gagal / berduka."

Di sini, bunga digunakan sebagai simbol kematian dan kehilangan. Meskipun bunga umumnya melambangkan keindahan dan kehidupan, dalam konteks puisi ini, bunga yang tumbuh juga menjadi "tanda" dari duka yang belum sepenuhnya diterima atau "kubur" yang menandai akhir dari sesuatu yang tidak dapat dipulihkan. Frasa "kita pun selalu gagal berduka" menunjukkan bahwa proses berduka tidak pernah sepenuhnya berhasil atau memadai. Ada rasa kegagalan dalam menangani atau menyelesaikan perasaan duka tersebut.

Kesulitan Mengungkapkan Perasaan

Selanjutnya, puisi ini menyentuh tema komunikasi yang tidak lengkap:

"Kali ini, subuh begitu singkat / dan selalu tersisa sesuatu yang / tak pernah rampung diucapkan."

Subuh di sini mungkin melambangkan awal hari atau permulaan baru, tetapi "begitu singkat" menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak tersampaikan. "Tersisa sesuatu yang tak pernah rampung diucapkan" menggambarkan perasaan tidak puas dan ketidakmampuan untuk mengungkapkan perasaan dengan penuh atau menyelesaikan pembicaraan yang penting. Ini menciptakan rasa kekosongan dan ketidaklengkapan yang terus-menerus menghantui.

Ketidakmampuan untuk Menyelesaikan Kesedihan

Puisi ini diakhiri dengan:

"Dan masih juga terasa belum / usai menangis. Antara getar dan / gigil: puisi pun gagal dibacakan."

Baris ini menekankan bahwa kesedihan masih dirasakan dengan kuat, meskipun waktu telah berlalu. "Belum usai menangis" menunjukkan bahwa proses kesedihan masih belum selesai. "Antara getar dan gigil" mengindikasikan ketidakstabilan emosional dan fisik yang dirasakan oleh penulis. Akhirnya, puisi sebagai bentuk ekspresi juga "gagal dibacakan," menunjukkan bahwa kata-kata dan puisi tidak dapat sepenuhnya menyampaikan atau mengatasi kedalaman emosi yang dialami.

Refleksi tentang Duka dan Ekspresi

Puisi "Tanda" karya Dorothea Rosa Herliany menawarkan pandangan yang mendalam tentang kesulitan dalam berduka dan mengungkapkan perasaan. Melalui simbol-simbol bunga dan subuh, puisi ini menyampaikan perasaan ketidaklengkapan dan kegagalan dalam menghadapi kehilangan.

Penulis menggunakan bahasa yang kuat untuk menggambarkan ketidakmampuan kita dalam menyelesaikan duka dan ketidakmampuan kata-kata untuk sepenuhnya mencerminkan atau menyembuhkan rasa sakit. Puisi ini adalah refleksi yang kuat tentang bagaimana kita menghadapi emosi yang mendalam dan bagaimana ekspresi artistik sering kali tidak cukup untuk menangani kompleksitas perasaan manusia.

Dengan demikian, puisi ini mengajak pembaca untuk memahami dan menghargai kedalaman perasaan duka, serta kesulitan dalam mencari cara yang memadai untuk mengungkapkan dan mengatasi kesedihan yang mendalam.

Dorothea Rosa Herliany
Puisi: Tanda
Karya: Dorothea Rosa Herliany

Biodata Dorothea Rosa Herliany:
  • Dorothea Rosa Herliany lahir pada tanggal 20 Oktober 1963 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Ia adalah seorang penulis (puisi, cerita pendek, esai, dan novel) yang produktif.
  • Dorothea sudah menulis sejak tahun 1985 dan mengirim tulisannya ke berbagai majalah dan surat kabar, antaranya: Horison, Basis, Kompas, Media Indonesia, Sarinah, Suara Pembaharuan, Mutiara, Citra Yogya, Dewan Sastra (Malaysia), Kalam, Republika, Pelita, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, dan lain sebagainya.
© Sepenuhnya. All rights reserved.