Puisi: Sydney (Karya Linus Suryadi AG)

Puisi "Sydney" karya Linus Suryadi AG mencerminkan kesadaran terhadap aspek-aspek sosial dan sejarah yang sering kali terabaikan, memberikan ...
Sydney (1)

Kuinjakkan kaki
Pertama kali
Di benua Selatan
Kenapa heran?

Di kota Sydney
Pagi dan sore
Orang mengayun
Kaki bersantai

Kecuali tamu
Tinggal landas
Ah, siapa kamu?
Yang bergegas

Ketepatan waktu
Janji setia
Warga baru
Benua lama

Kalaupun diam
Mencari suara
Bising kehidupan
Di luar kota

Sydney (2)

Di jembatan beton
Teluk Sydney
Di sambungan kota
Baru dan lama

Ada rumah-rumah
Mendaki tebing
Ada riak-riak
Biru air bening

Dan Ferry-Ferry
Silih berganti
Para penumpang
Nyebrang dan kembali

Laju di perairan
Keliling bergalau
Hei! Ada rumah kerang
Raksasa putih kemilau!

Nun di tengah
Kokoh berdiri
Bekas benteng
Penjara yang sunyi

Sydney (3)

Kulepas pandang
Ke padang luas
Pintu gerbang
Benua Bebas?

Gedung-gedung
Di downtown
Bagaikan rayap
Berumah susun

Pada skala
Setitik embun
Satu: barapa
Kau pun maklum?

Ah, pohonan saja
Pembatas mata
Ada sayup-sayup
Terdengar gema:

"Orang buangan
Dilanda angin
Kaum gelandangan
Bangsa Aborigin!?"

Sumber: Kembang Tanjung (1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Sydney" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang menggambarkan pengalaman dan refleksi penulis tentang kota Sydney, Australia. Dengan menggunakan bahasa yang deskriptif dan simbolis, puisi ini menyentuh tema-tema tentang perbedaan budaya, waktu, dan sejarah, serta menciptakan sebuah narasi yang kaya akan kontras antara dunia lama dan baru.

Sydney (1)

Bagian pertama puisi ini dibuka dengan pengantar penulis yang baru pertama kali menginjakkan kaki di benua Selatan, menandakan rasa heran dan keingintahuan. Sydney, dengan suasana pagi dan sore yang santai, digambarkan sebagai tempat di mana orang-orang bersantai, sementara para tamu yang baru datang mungkin merasa terburu-buru. Penulis menggarisbawahi kontras antara ketenangan warga lokal dan kesibukan tamu dengan frasa "Ketepatan waktu / Janji setia / Warga baru / Benua lama."

Penggunaan bahasa seperti "Kalaupun diam / Mencari suara / Bising kehidupan" menunjukkan bahwa meskipun Sydney mungkin tampak tenang di permukaan, ada pencarian terus-menerus untuk arti dan suara di luar keramaian kota. Ini mencerminkan perasaan terasing dan eksplorasi yang dialami oleh penulis sebagai pengunjung.

Sydney (2)

Di bagian kedua, puisi ini memfokuskan perhatian pada ikon-ikon kota Sydney, seperti jembatan beton Teluk Sydney dan rumah-rumah yang mendaki tebing. Gambaran yang jelas tentang "riak-riak / Biru air bening" dan "Ferry-Ferry / Silih berganti" menggambarkan dinamika dan keindahan kota yang berkelanjutan.

Namun, ada juga refleksi terhadap masa lalu Sydney dengan penyebutan "Bekas benteng / Penjara yang sunyi," yang merujuk pada sejarah kota sebagai tempat pemukiman penjara di masa lalu. Penulis juga menyebutkan "rumah kerang / Raksasa putih kemilau," yang merupakan referensi ke Sydney Opera House, simbol ikonik kota tersebut. Kontras antara struktur baru dan lama menyoroti perubahan dan perkembangan kota.

Sydney (3)

Bagian ketiga melanjutkan tema refleksi dengan pandangan yang lebih luas. Penulis melihat ke "padang luas" dan "Pintu gerbang / Benua Bebas," yang dapat diartikan sebagai simbol kebebasan dan kesempatan yang ditawarkan oleh kota dan benua ini. Namun, ada juga kritikan dan kesadaran terhadap realitas sosial dan sejarah dengan pernyataan "Gedung-gedung / Di downtown / Bagaikan rayap / Berumah susun."

Frasa terakhir, "Orang buangan / Dilanda angin / Kaum gelandangan / Bangsa Aborigin!?" menunjukkan kesadaran penulis terhadap kelompok-kelompok marginal dan sejarah gelap yang sering kali terabaikan dalam narasi kemajuan dan modernitas. Ini menandakan adanya refleksi kritis terhadap bagaimana kota modern seperti Sydney menyembunyikan atau mengabaikan aspek-aspek sejarah dan sosial tertentu.

Puisi "Sydney" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang memperkaya pemahaman kita tentang kota Sydney melalui pengalaman pribadi penulis dan refleksi mendalam. Dengan menggunakan gambaran yang kontras antara keindahan dan sejarah, serta antara kehidupan yang tenang dan kesibukan, puisi ini menyoroti ketegangan antara dunia lama dan baru. Selain itu, puisi ini juga mencerminkan kesadaran terhadap aspek-aspek sosial dan sejarah yang sering kali terabaikan, memberikan pembaca perspektif yang lebih luas tentang kota dan benua ini.

Linus Suryadi AG
Puisi: Sydney
Karya: Linus Suryadi AG

Biodata Linus Suryadi AG:
  • Linus Suryadi AG lahir pada tanggal 3 Maret 1951 di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta.
  • Linus Suryadi AG meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 1999 (pada usia 48 tahun) di Yogyakarta.
  • AG (Agustinus) adalah nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk agama Katolik.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.