Puisi: Selendang (Karya Linus Suryadi AG)

Puisi "Selendang" karya Linus Suryadi AG menyampaikan pesan tentang bagaimana cinta dan harapan dapat tersembunyi di balik tindakan sehari-hari dan ..
Selendang

Kau sampirkan selendang
ke samping kiri pundakmu
Kau sampirkan menyilang
lipatan dukacita hidupmu

Di balik lipatan selendang
rindu belaian pun tersimpan
Citra harap menjelma roman
Wara Sembadra dari Widarakandang

Lalu kau pergi kondangan
angin menolak ilusi guram
Ah, kau sampirkan pundak
selendang cintamu yang legan.

1984

Sumber: Kembang Tanjung (1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Selendang" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang mendalam dan puitis, menyentuh tema cinta, kehilangan, dan harapan. Melalui gambarannya yang kaya dan simbolis, puisi ini mengeksplorasi perasaan yang terpendam di balik lipatan selendang, serta mengungkapkan bagaimana elemen sederhana bisa menyimpan makna yang mendalam.

Tema

  • Cinta dan Kehilangan: Puisi ini mengeksplorasi tema cinta yang dalam dan kehilangan yang menyertainya. Selendang, sebagai simbol dalam puisi, menjadi representasi dari cinta yang terpendam dan harapan yang tidak terungkapkan. Dengan menyebutkan "lipatan dukacita hidupmu," puisi ini menghubungkan selendang dengan perasaan kehilangan dan rasa sakit emosional yang dirasakan seseorang.
  • Harapan dan Ilusi: Selain tema cinta dan kehilangan, puisi ini juga mengangkat tema harapan dan ilusi. "Citra harap menjelma roman" menunjukkan harapan yang masih ada meskipun ada perasaan kehilangan. Penggunaan istilah "Wara Sembadra dari Widarakandang" menghubungkan tema harapan dengan cerita mitologi, menambahkan dimensi kultural dan romantis pada puisi ini.

Bait Pertama

Kau sampirkan selendang
ke samping kiri pundakmu
Kau sampirkan menyilang
lipatan dukacita hidupmu

Bait ini memperkenalkan selendang sebagai elemen kunci dalam puisi. Selendang yang dipakai di samping kiri pundak menggambarkan bagaimana seseorang mengatasi atau menutupi perasaan dukacita. Penggunaan kata "sampirkan" memberikan kesan bahwa selendang bukan hanya aksesori, tetapi juga sebuah simbol dari bagaimana seseorang menanggung beban emosional.

Bait Kedua

Di balik lipatan selendang
rindu belaian pun tersimpan
Citra harap menjelma roman
Wara Sembadra dari Widarakandang

Bait ini memperdalam makna selendang sebagai penyimpan perasaan dan harapan. Lipatan selendang menjadi tempat untuk menyimpan "rindu belaian" dan "citra harap," yang menunjukkan bahwa meskipun ada perasaan kehilangan, ada juga harapan dan keinginan untuk masa depan yang lebih baik. Referensi "Wara Sembadra dari Widarakandang" mengaitkan tema puisi dengan mitologi, menambahkan lapisan simbolis yang memperkaya narasi puisi.

Bait Ketiga

Lalu kau pergi kondangan
angin menolak ilusi guram
Ah, kau sampirkan pundak
selendang cintamu yang legan.

Bait ini menampilkan kontras antara harapan dan kenyataan. "Pergi kondangan" bisa diartikan sebagai sebuah acara sosial di mana seseorang berusaha melanjutkan hidup, tetapi "angin menolak ilusi guram" menunjukkan bahwa kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan. Selendang "cintamu yang legan" menandakan bahwa meskipun cinta ada, itu tidak sepenuhnya memenuhi harapan yang diinginkan.

Simbolisme

  • Selendang: Selendang dalam puisi ini melambangkan berbagai aspek emosional—cinta, harapan, dan kehilangan. Lipatan selendang sebagai tempat menyimpan rindu dan harapan menunjukkan betapa dalam dan kompleksnya perasaan yang tersembunyi di balik tindakan sehari-hari.
  • Wara Sembadra dari Widarakandang: Wara Sembadra adalah referensi mitologis yang menambah kedalaman dan kontekstualisasi pada puisi. Sembadra, sebagai karakter mitos, melambangkan idealisme dan harapan yang tidak sepenuhnya terwujud dalam realitas.

Makna dan Pesan

Puisi "Selendang" menyampaikan pesan tentang bagaimana cinta dan harapan dapat tersembunyi di balik tindakan sehari-hari dan simbol-simbol sederhana. Selendang, sebagai elemen pusat, bukan hanya pakaian, tetapi juga metafora dari perasaan yang mendalam dan kompleks. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang bagaimana kita mengatasi kehilangan dan harapan melalui simbol-simbol dan tindakan kecil dalam kehidupan sehari-hari.

Puisi "Selendang" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang kaya akan simbolisme dan makna, menggambarkan cinta, kehilangan, dan harapan dengan cara yang elegan dan mendalam. Dengan menggunakan gambar visual yang kuat dan referensi mitologis, puisi ini menciptakan sebuah narasi emosional yang menyentuh hati pembacanya. Selendang dalam puisi ini melambangkan betapa kompleksnya perasaan manusia dan bagaimana simbol-simbol sederhana bisa menyimpan makna yang mendalam dan beragam.

Linus Suryadi AG
Puisi: Selendang
Karya: Linus Suryadi AG

Biodata Linus Suryadi AG:
  • Linus Suryadi AG lahir pada tanggal 3 Maret 1951 di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta.
  • Linus Suryadi AG meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 1999 (pada usia 48 tahun) di Yogyakarta.
  • AG (Agustinus) adalah nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk agama Katolik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.