Analisis Puisi:
Puisi "Seketika" karya Usmar Ismail adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perasaan dan refleksi penulis tentang eksistensi, kehidupan, dan ketidakpastian. Dalam puisi ini, Usmar Ismail menggunakan simbolisme dan bahasa yang kuat untuk menyampaikan emosi dan pemikiran mendalam tentang perjalanan hidup dan kesadaran diri.
Bagian I: Gambaran Diri dan Keterasingan
jiwaku kini bagai bulan lima belas hari di kala ranum bagai buah tergantung di tangkai kala tercenung di batas bumi-petala.
Pada bagian pertama puisi ini, Usmar Ismail menggambarkan jiwa penulis dengan perumpamaan bulan penuh dan buah yang matang. "Bulan lima belas hari" dan "buah tergantung di tangkai kala" menyiratkan keadaan penuh, matang, dan menunggu saatnya untuk mencapai puncak. Namun, ada juga nuansa keterasingan dan ketidakpastian, yang tercermin dalam frasa "tercenung di batas bumi-petala." Ini bisa diartikan sebagai refleksi mendalam atau rasa terasing di antara dua dunia: dunia material dan dunia spiritual, atau mungkin antara realitas dan impian.
Bagian II: Permohonan dan Ketidakpuasan
Jangan jadikan hidupku, Tuhan Bagai buah meranum semasa muda Jatuh sebelum sempurna masak di dahan.
Bagian kedua puisi ini adalah permohonan kepada Tuhan untuk tidak membiarkan hidup penulis menjadi sia-sia atau tidak lengkap. Perumpamaan buah yang "meranum semasa muda" dan "jatuh sebelum sempurna" melambangkan kehidupan yang belum mencapai potensi penuh atau yang berakhir terlalu cepat sebelum mencapai kematangan. Penulis mengungkapkan kekhawatiran akan hidup yang tidak berarti atau tidak selesai, berharap agar hidupnya memiliki makna dan pencapaian sebelum akhirnya berakhir.
Bagian III: Kesadaran dan Keterasingan
Mengapa kau datang jua Mengaliri uratku dengan zatmu Benda kupegang rasa mengawang Suaraku ditelan dunia Pandangku kabur semata-mata.
Pada bagian ketiga, penulis menyatakan rasa bingung dan keterasingan terhadap pengalaman hidup. "Mengaliri uratku dengan zatmu" menunjukkan pengaruh yang mendalam atau perubahan dalam diri penulis yang sulit dipahami. "Benda kupegang rasa mengawang" dan "Suaraku ditelan dunia" mencerminkan ketidakmampuan untuk memahami atau mempengaruhi dunia di sekelilingnya. Pandangan yang "kabur semata-mata" menandakan kesulitan dalam melihat atau memahami kenyataan secara jelas, menambah rasa keterasingan dan kebingungan.
Bagian IV: Kesepian dan Ketidakpastian
Dan dunia keliling luluh Berdiri aku sendiri Berpijak sebilah papan Atas rawah kebingungan!
Bagian terakhir puisi ini menggambarkan perasaan kesepian dan ketidakpastian yang mendalam. "Dunia keliling luluh" menunjukkan bahwa segala sesuatu di sekitar penulis terasa hancur atau tidak stabil. "Berdiri aku sendiri" mencerminkan isolasi atau perasaan terasing di tengah kekacauan. Berdiri di atas "sebilah papan atas rawah kebingungan" menggambarkan posisi penulis yang tidak aman atau tidak pasti, berada di tengah-tengah ketidakstabilan emosional atau mental.
Refleksi Mendalam tentang Eksistensi dan Ketidakpastian
Puisi "Seketika" karya Usmar Ismail mengeksplorasi tema-tema besar seperti eksistensi, ketidakpastian, dan kesadaran diri. Melalui simbolisme bulan, buah, dan papan di atas rawa, penulis menyampaikan perasaan tentang ketidakpastian hidup, keinginan untuk hidup yang penuh dan berarti, serta perasaan keterasingan di tengah-tengah kekacauan dunia.
Bagian pertama puisi menyajikan gambaran diri yang matang tetapi terasing. Bagian kedua adalah permohonan untuk tidak mengalami kehidupan yang tidak lengkap atau terlalu cepat berakhir. Bagian ketiga mencerminkan kebingungan dan ketidakpastian dalam memahami pengalaman hidup. Bagian terakhir menggambarkan kesepian dan ketidakpastian yang mendalam.
Puisi "Seketika" adalah karya yang menantang pembaca untuk merenungkan arti kehidupan, perjuangan pribadi, dan kesadaran akan ketidakpastian yang menyelimuti eksistensi manusia.
Karya: Usmar Ismail
Biodata Usmar Ismail:
- Usmar Ismail lahir pada tanggal 20 Maret 1921 di Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Ia adalah seorang sutradara, produser film, dan penulis naskah Indonesia yang dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah perfilman Indonesia.
- Usmar Ismail aktif dalam Gerakan Pujangga Baru, sebuah kelompok sastra yang berperan dalam perkembangan sastra Indonesia pada masa itu.
- Usmar Ismail meninggal dunia pada tanggal 2 Januari 1971 (pada usia 49) di Jakarta, Indonesia.