Sajak Anti Perang
Mengapa perang tak kunjung berhenti?
hujan mortir peluru, gerimis darah dan air mata
kebiadaban menanti di setiap tapak jalan
di antara asap tebal dan luka yang meleleh
bangkai manusia serta puing-puing bangunan
Sumber: Aku Ini Puisi Cinta (2005)
Analisis Puisi:
Puisi sering kali menjadi medium yang kuat untuk menyuarakan perasaan, pemikiran, dan protes terhadap ketidakadilan yang terjadi di dunia. Salah satu karya yang berhasil menyampaikan pesan damai dan kritik tajam terhadap perang adalah puisi "Sajak Anti Perang" karya Abdurahman Faiz. Dalam puisinya, Faiz menggambarkan kengerian dan penderitaan yang disebabkan oleh perang, sambil mengajak kita untuk merenung dan bertanya mengapa kekerasan ini terus berlanjut.
Pertanyaan Tentang Kekerasan yang Tak Kunjung Berhenti
Puisi ini dibuka dengan sebuah pertanyaan yang sangat kuat dan mendasar:
Mengapa perang tak kunjung berhenti?
Dengan pertanyaan ini, Faiz tidak hanya menggambarkan keputusasaan terhadap konflik yang tak berkesudahan, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenung tentang alasan di balik perang yang seolah tiada akhir. Pertanyaan ini mencerminkan kebingungan dan keputusasaan yang dirasakan oleh banyak orang yang terjebak dalam konflik.
Gambar Kekejaman dan Penderitaan
Melalui bait-bait berikutnya, Faiz menggambarkan dengan jelas kengerian dan kekejaman yang dihasilkan oleh perang:
hujan mortir peluru, gerimis darah dan air matakebiadaban menanti di setiap tapak jalandi antara asap tebal dan luka yang melelehbangkai manusia serta puing-puing bangunan
Frasa "hujan mortir peluru, gerimis darah dan air mata" menggambarkan betapa intens dan brutalnya serangan dalam perang, dengan mortir dan peluru yang menghujani, serta darah dan air mata yang mengalir tanpa henti. "Kebiadaban menanti di setiap tapak jalan" menunjukkan betapa berbahayanya setiap langkah yang diambil di zona perang, di mana kekejaman dan kebrutalan bisa muncul kapan saja.
"Asap tebal dan luka yang meleleh" memberikan gambaran visual yang kuat tentang kerusakan dan penderitaan fisik yang dialami oleh korban perang, sementara "bangkai manusia serta puing-puing bangunan" memperlihatkan dampak akhir dari konflik ini: kematian dan kehancuran total.
Puisi "Sajak Anti Perang" karya Abdurahman Faiz adalah sebuah seruan yang kuat terhadap kebrutalan dan kekejaman perang. Melalui deskripsi yang tajam dan pertanyaan yang mendalam, Faiz mengajak pembaca untuk merenungkan alasan di balik konflik yang terus berlanjut dan dampak menghancurkan yang ditimbulkannya. Puisi ini tidak hanya menggambarkan penderitaan yang dialami oleh korban perang, tetapi juga menyuarakan keinginan untuk perdamaian dan akhir dari kekerasan yang tak kunjung berhenti.
Dengan karya ini, Faiz berhasil mengingatkan kita akan pentingnya perdamaian dan kemanusiaan, serta mengajak kita untuk berpikir lebih dalam tentang upaya yang bisa dilakukan untuk mengakhiri perang dan menciptakan dunia yang lebih damai.
Karya: Abdurahman Faiz
Biodata Abdurahman Faiz:
- Abdurahman Faiz lahir pada tanggal 15 November 1995 di Jakarta.
- Abdurahman Faiz adalah anak pertama dari pasangan Tomi Satryatomo dan Helvy Tiana Rosa.